Setibanya di rumah sakit, Yumna pun langsung mendapatkan perawatan dari tim medis. Miyabi segera menghubungi kedua sahabatnya untuk meminta bantuan. Tentu saja Freya dan Grace yang memang mengetahui kondisi keuangan Miyabi lekas datang ke rumah sakit tersebut. Mereka pun membantu membayar biaya perawatan Yumna untuk sementara waktu.
"Maaf Freya, Grace, pada akhirnya aku harus merepotkan kalian lagi," ucap Miyabi penuh penyesalan.
"Kamu ini bicara apa Miyabi, kita ini sahabat, sudah sepatutnya kita saling membantu satu sama lain. Benar 'kan, Grace?" tanya Freya kepada Grace. Grace pun mengangguk menanggapi itu.
"Iya Miyabi, kamu tidak perlu memikirkan itu. Yang terpenting sekarang adalah kondisi bibi Yumna bisa di tangani dengan baik. Kamu tidak perlu memikirkan biayanya." lanjut Grace.
Miyabi pun mengangguk menanggapi itu. "Terimakasih, Freya, Grace, kalian berdua memang sahabatku yang paling baik. Aku berjanji, setelah aku mendapatkan uang nanti, aku pasti akan mengganti semuanya."
"Sudahlah, kamu tidak perlu memikirkan itu. Sekarang kamu fokus saja pada karir kamu. Bukankah besok kamu ada wawancara kerja, Miyabi? Lebih baik sekarang kamu istirahat saja. Supaya besok kamu tidak terlambat. Biar malam ini aku dan Grace yang akan menjaga bibi disini."
"Tidak apa Freya, Grace, kalian tidak perlu repot-repot. Aku sudah begitu banyak merepotkan kalian, aku tidak mau merepotkan kalian lebih banyak lagi. Lebih baik kalian saja yang pulang. Biar aku dan adik-adikku yang akan berjaga disini. Kalian berdua juga pasti sibuk. Aku tidak mau mengganggu kegiatan kalian."
Freya dan Grace menatap ragu.
"Apa kamu yakin?" tanya Freya. Miyabi pun mengangguk. Freya dan Grace pun saling melempar pandangan lalu mengangguk menanggapi itu.
"Yasudah kalau memang begitu. Kamu jaga diri baik-baik Miyabi, jangan sungkan untuk mengabari kami jika membutuhkan sesuatu."
Miyabi mengangguk. "Tentu."
"Kalau begitu kami pamit pulang dulu. Kamu hati-hati!" ucap Freya.
Miyabi lagi mengangguk. Setelah itu Freya dan Grace pun pergi. Dan tinggalah Miyabi beserta kedua adiknya Sherly dan Vivian.
"Kak! Apa kita akan benar-benar menginap malam ini?" tanya Sherly.
"Sepertinya iya, kondisi Mama masih belum stabil. Kakak khawatir kalau harus meninggalkannya. Kalian jika ingin pulang, pulang saja! Besok kalian harus bersekolah. Biar Kakak yang akan menjaga mama disini."
"Tapi bukankah Kakak juga akan ada wawancara besok? Lalu siapa yang akan menjaga mama kalau Kakak pergi?"
Miyabi pun nampak bingung mendengar itu. Entah siapa yang harus dia andalkan. Sedangkan ayah tirinya, seperti biasa, dia selalu tidak pernah peduli dengan ibu mereka. Dia selalu sibuk berjudi dengan teman-temannya. Entah uang dari mana dia bisa melakukan itu.
Miyabi pun memaksakan senyumnya. "Gapapa. Itu biar nanti Kakak yang pikirkan. Sekarang lebih baik kalian pulang saja dan istirahat! Besok kalian harus pergi ke sekolah."
Sherly dan Vivian mengangguk. Kemudian mereka berdua pun pulang. Sementara Miyabi, dia termenung sendiri dalam pikirannya. Begitu banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini, dan dia bingung harus bagaimana. Sementara Wilson, papa tirinya itu sama sekali tidak bisa di andalkan. Bahkan untuk perawatan ibunya saja Wilson tidak ada mencari bantuan. Haruslah Miyabi yang kesana kemari mencari pinjaman. Beruntung dia memiliki Freya dan Grace yang selalu membantunya.
"Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku tidak bisa terus-terusan mengandalkan Freya dan Grace. Kasihan mereka. Sudah banyak sekali bantuan yang mereka lakukan untukku. Aku tidak mungkin terus meminta bantuan mereka setiap aku kesulitan. Aku harus bisa mengandalkan diriku sendiri. Aku tidak boleh merepotkan mereka lagi," gumam Miyabi mencemooh diri.
Hingga kemudian dia pun teringat akan wawancara itu. Walau bagaimana juga dia harus bisa masuk ke perusahaan itu. Dengan begitu dia akan memiliki penghasilan yang lumayan nanti. Dia juga bisa mencicil hutang-hutangnya kepada teman-temannya, pikir Miyabi.
Ya, kemarin, saat hari kelulusan tiba, Miyabi sudah sempat mengajukan sebuah lamaran ke salah satu perusahaan besar di ibu kota, dan hari itu juga dia mendapatkan kabar kalau dirinya lulus seleksi dan di minta datang ke perusahaan tersebut untuk melakukan wawancara.
"Kamu pasti bisa Miyabi, Kamu pasti bisa masuk ke perusahaan itu!" ucap Miyabi berusaha menyemangati dirinya sendiri.
***
Keesokan harinya, Miyabi pun bangun pagi. Dia bergegas menelpon Wilson—papa tirinya untuk memintanya menjaga ibunya di rumah sakit. Namun seperti biasa, laki-laki itu selalu tidak pernah peduli dengan ibunya. Dia menolak untuk menjaga Yumna.
"Apa kau bilang?! Kau mintaku untuk menjaganya? Enak saja! Kau saja yang jaga! Bukankah biasanya juga kamu yang menjaga ibumu?!" ucap Wilson bodo amat.
"Pah! Aku minta tolong kali ini, saja! Papa tolong jagain mama sebentar di rumah sakit. Aku benar-benar harus pergi. Aku tidak bisa menjaganya saat ini." Mata Miyabi sudah berkaca-kaca mengatakan itu. Dia merasa sedih dan putus asa karena benar-benar tidak ada yang bisa dia andalkan untuk menjaga ibunya, sedangkan dirinya benar-benar harus pergi.
"Sudah aku bilang tidak mau! Biarkan saja dia sendiri di sana! Tidak perlu dijaga segala kalau memang kamu tidak bersedia!"
"Pah!—"
Namun belum juga Miyabi selesai bicara, panggilan itu sudah lebih dulu diputuskan oleh Wilson. Miyabi pun hanya bisa menghela nafas berat sambil menyeka air matanya.
"Bagaimana, ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar harus pergi. Tapi bagaimana dengan Mama?" gumam Miyabi.
Hingga kemudian terdengar suara terbatuk-batuk. Miyabi pun bergegas menghampiri ibunya yang sudah mulai tersadar. Yumna pun membuka matanya menatap Miyabi. Dia pun tersenyum.
"Ma! Mama sudah sadar?" tanya Miyabi menatap haru ke arah sang ibu yang mulai siuman. Yumna tersenyum dan menatap Miyabi.
"Mama sudah mendengarnya. Kamu tidak perlu mengorbankan masa depanmu hanya demi Mama. Mama tidak apa-apa sendirian di sini, masih banyak perawat yang bisa menjaga Mama, kamu pergi saja. Mama dengar kamu akan melakukan wawancara pekerjaan, pergilah! Mama do'akan semoga kamu bisa di terima di perusahaan itu. Mama minta maaf, karena Mama yang sakit-sakitan ini sudah banyak merepotkan kamu. Kamu pasti begitu kesulitan selama ini membayar semua tagihan. Belum lagi kebutuhan adik-adikmu, Mama sungguh sangat berdosa karena sudah membebankan mu." Yumna menggenggam tangan Miyabi.
"Ma! Mama ini bicara apa? Aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Sudahlah, Mama jangan terlalu banyak memikirkan ini dan itu. Sekarang fokus saja pada kesehatan Mama."
Yumna tersenyum mendengar itu. Setelah itu pun Miyabi pergi. Dia terpaksa harus meninggalkan ibunya sendiri di rumah sakit. Namun dia sudah meminta perawat untuk selalu mengabarkan keadaan ibunya padanya. Miyabi juga sudah menyimpan nomor ponselnya untuk berjaga-jaga. Jadi dia pun bisa merasa sedikit lega.
Dengan membayar sebuah ojek, Miyabi pun pergi ke perusahaan. Tak lupa dia kembali dulu ke rumah untuk mengganti pakaian dan mengambil proposal. Setelah semuanya siap, barulah ia pergi kesana
Setibanya di perusahaan, sudah ada beberapa orang yang mengantri untuk menunggu panggilan. Miyabi pun ikut mengantri untuk menunggu giliran.
"Eh! Aku dengar, CEO perusahaan ini masih muda, loh! Dia juga katanya masih lajang."
"Benarkah? Wah, bagus dong. Semoga saja aku bisa keterima bekerja disini, supaya aku bisa menggodanya nanti," seorang wanita terkekeh-kekeh.
"Tapi aku dengar, kalau dia itu sangat dingin sama perempuan. Bahkan belum ada satupun wanita yang berhasil menaklukkan dia!"
"Oh, benarkah? Aku jadi penasaran, seperti apa dia itu. Apa jangan-jangan, dia itu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal seperti itu, makannya dia tidak tertarik lawan jenis?"
Yang lainnya tertawa. Miyabi hanya terdiam mendengarkan pembicaraan orang-orang di sekitarnya itu. Hingga kemudian, seorang manager perusahaan datang menghampiri mereka semua.
"CEO perusahaan ini sebentar lagi akan tiba. Mohon kepada semua yang hadir untuk berdiri dan memberikan penghormatan kepadanya!"
Semua orang pun berdiri mendengar ucapan manager tersebut. Termasuk Miyabi. Mereka akan menyambut kedatangan CEO perusahaan yang sebentar lagi akan tiba.
Tak lama setelahnya, sebuah mobil mewah pun berhenti tepat di depan gedung perusahaan. Beberapa orang keluar dari mobil tersebut dan segera membuka pintu bagian belakang. Leo pun keluar dari sana dan bejalan memasuki gedung perusahaan. Miyabi yang melihat itu tentu merasa terkejut. Jelas dia mengingat, siapa laki-laki yang merupakan CEO perusahaan tersebut.
"What? Kenapa bisa dia? Bukankah dia adalah pria yang aku cium semalam?" gumam Miyabi dalam hati.
Dia pun bergegas menyembunyikan wajahnya di balik proposal yang dia bawa. Ingin rasanya Miyabi menghilang ke lubang semut saat ini. Berharap kalau laki-laki itu tidak melihat keberadaannya disana.
Bersambung...