Setelah cukup lama menimbang akhirnya, Almahyra memutuskan untuk mengiyakan keinginan Abizard. Meski sedikit berseberangan dengan kebiasaan hidupnya. Namun kali ini ia juga menginginkan kebahagiaan untuk hidupnya terlebih dulu. Raut wajah Almahyra tampak pucat. Ia juga memainkan jemarinya pertanda saat ini ia tengah dilanda kecemasan yang teramat parah.
Almahyra berjalan perlahan dengan wajah tertunduk. Di sebelahnya ada Abizard yang menatap lurus ke depan. Keduanya tampak serasi menapaki jalan kayu penginapan cantik Pulau Bulan. Rasa gugup dan malu-malu yang diperlihatkan Almahyra. Seakan membuat kedua terlihat seperti pasangan baru yang akan melangsungkan bulan madu. Diam! tak ada yang membuka pembicaraan antar keduanya.
Almahyra tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ketika mereka sudah tiba di pertengahan jalan. Abizard menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh perasaan heran. Almahyra mengangkat wajahnya menunjukkan mimik wajah ragu. Sikapnya membuat Abizard membungkuk di hadapannya.
“Alma aku mohon percayalah padaku,” ujar Abizard dengan kedua tangan menggenggam erat tangan Almahyra.
“Apa yang membuat kamu seakan ragu?”
“Aku masih takut. Aku bingung, apa yang harus kukatakan pada Emilia,” ungkap Almahyra dengan lirih.
“Percaya padaku. Dia akan senang setelah tahu ayahnya ada di sini.”
“Apa mungkin akan demikian?”
“Tentu saja.”
Abizard menggenggam tangan kanan Almahyra. Kemudian menariknya menuju kamar di mana Emilia dan sang nenek tengah beristirahat. Setelah beberapa langkah lagi akan tiba di depan pintu kamar tujuan. Almahyra kembali menghentikan langkahnya. Abizard tampak membiarkannya. Tentu saja itu cukup sulit untuk Almahyra karena dia akan menjelaskan masalah yang tak seharusnya diketahui sang anak.
Cukup lama Almahyra menarik nafas panjang. Berkali-kali ia menghembuskannya dengan kencang. Ia juga melepaskan tangan Abizard. Kemudian berpegangan pada dinding jalan kayu. Almahyra terduduk lemas mengatur napasnya. Ia memejamkan mata untuk beberapa menit. Sebelum akhirnya mereka benar-benar berada di depan kamar tempatnya menginap.
Tok! Tok!
Pintu diketuk oleh Almahyra. Abizard berada sebelah kiri. Sehingga sedikit terhalang dengan tembok. Sang ibu membukakan pintu. Mempersilahkan Almahyra masuk. Namun sang anak tetap berdiri dengan roman wajah penuh ketegangan. Ia juga diam membisu tak mampu berkata.
“Alma, kamu kenapa?” tanya sang ibu merasa khawatir.
“—”
Almahyra tidak menjawab pertanyaan ibunya, akan tetapi ia malah memalingkan wajah pada Abizard yang belum terlihat oleh sang ibu. Wanita paruh baya itu semakin dibuat bingung. Dengan sikap anaknya yang tak seperti biasa. Dalam hitungan detik, Abizard muncul dari belakang Almahyra. Sehingga membuat sang ibu terkejut.
“Alma, siapa lelaki ini?” tanya sang ibu.
Abizard maju dan langsung mencium tangan wanita senja dengan tatapan sendu tersebut, Beliau semakin dibuat bingung dengan tingkah pria yang datang bersama putrinya. Abizard kembali mundur beberapa langkah. Kemudian Almahyra menerobos masuk melalui sang ibu. Tanpa kata ia mendatangi malaikat kecilnya. Dan langsung memeluknya dengan erat. Membuat sang anak terlihat bingung.
“Eh! Kok malah ditinggal? Ayo, Anak masuk dulu,” ujar ibu dari Almahyra dengan ramah.
“Terima kasih, Bu,” jawab Abizard dengan senyuman tipis.
Setelah keduanya berada di ruangan tamu. Tidak lama Almahyra muncul dengan menggendong sang putri dalam dekapannya. Entah ada ikatan batin atau apa. Abizard dan Emilia seketika langsung saling beradu pandang. Tanpa diperintah Emilia meneteskan air mata. Begitu juga dengan Abizard yang mulai berkaca-kaca.
“Papa!”
Sebuah kata yang keluar dari mulut mungil seorang bocah berusia 5 tahun. Yang selama hidupnya belum pernah mengetahui seperti apa sosok sang ayah. Ia juga selalu bertanya seperti apa raut muka ayahnya pada sang ibu. Hanya saja Almahyra memilih diam dan ingin memberitahukan pada putrinya. Kini entah bagaimana, anak itu memanggil Abizard dengan sebutan seharusnya.
“Emil, Beliau ini teman Mamanya Emil. Dan bukan Pap―” kalimat sang ibu terpotong dengan sanggahan dari Almahyra sendiri.
“Dia adalah Abizard Esser! Papa dari Emilia!” tegas Almahyra dengan mata berkaca-kaca.
“Apa!!”
Semua orang terdiam. Entah bagaimana kalimat yang dikatakan Almahyra. Seakan menjadi pembungkam yang ampun untuk semuanya. Wajah-wajah itu kini diselimuti dengan berbagai macam ekspresi. Tampak banyak sekali pertanyaan yang sedang menghinggapi sang ibu. Almahyra sendiri kini hanya terdiam dengan wajah yang tertunduk.
“Sebelumnya saya meminta maaf kepada semuanya. Mungkin kehadiran saya di sini membawa atmosfer yang buruk. Harusnya ini menjadi liburan yang bahagia untuk semuanya,” kata Abizard, “akan tetapi jujur saja, saya sudah tidak sanggup lagi menahan rasa rindu ini.”
“Selama lima tahun belakang ini saya mencari segala informasi keberadaan kalian. Sayangnya tak ada yang berhasil menemukan kalian, dan itu cukup membuat saya merasa mati suri,” sambung Abizard dengan air mata berlinang.
“Tidak ada secuil pun niat saya untuk membuat Alma menderita selama ini. Semua ini disebabkan orang-orang jahat yang tak punya perasaan! Bagaimana mungkin saya akan membiarkan wanita yang saya cintai menanggung segala kesulitan sendirian.”
Air mata Abizard sudah tidak terbendung lagi. Kini ia tak dapat menahan lagi―yang kini mengalir dengan deras di kedua pipinya. Seorang pria yang terlihat gagah, dingin dan seakan tak memiliki hati. Kini kembali menemukan rasa yang selama ini hilang. Ia kembali menjadi manusia normal. Dengan mampu merasakan sedih, bahagia, haru, dan sakit. Selama ini ia hanya mampu merasakan Kehampaan.
“Jadi kamu laki-laki yang sudah menghancur hidup putriku? Jadi, kamu laki-laki yang telah membiarkan putriku terhina selama lima tahun ini. Kamu juga yang sudah membuat putriku mati rasa! Setelah semua rasa sakit yang kauberi,” ujar sang ibu, “untuk apa kini kamu datang! Apa kurang puas kaubuat anakku menderita! Apa kauingin melihatnya mati perlahan karena hinaan dan cacian masyarakat!!”
Sungguh kata-kata sang ibu membuat Almahyra juga meneteskan air mata. Almahyra tak pernah mengira bahwa sang ibu begitu peduli dengannya. Selama ini ia hanya mengira ibunya peduli dengan kebahagiaannya saja, akan tetapi nyatanya sang ibu merasakan setiap inci rasa sakit yang ia rasakan. Sejatinya seorang ibu akan lebih dulu terluka. Ketika anaknya mendapatkan kesulitan.
“Saya sebagai ibunya tak pernah mencubitnya, apa lagi sampai membuatnya terhina. Saya mati-matian berusaha siang malam. Banting tulang untuk anak semata wayangku, agar dia tidak merasakan betapa terhinanya hamil tanpa sosok seorang suami,” sambung sang ibu, “tapi mengapa semuanya harus kembali terjadi padanya! Mengapa sosok lelaki seperti kalian ini selalu ada di belahan dunia yang maha luas! Tak bisakah pria seperti kalian MUSNAH SAJA!”
Pekikan serta tangisan sang ibu membuat Almahyra ikut meneteskan air matanya. Sungguh Alamhyra tidak pernah tahu bahwa sang ibu merasakan hal yang sama dengannya. Wajar saja kepulangannya sempat mendapat penolakan dari sang ibu. Almahyra tidak pernah mengetahui kisah kelam sang ibu. Ia perlahan mendekati sang ibu yang terduduk dengan tangisan yang tak tertahan.
Abizard hanya terdiam dengan wajah tertunduk. Jelas ia juga tak menginginkan hal tersebut terjadi. Namun apa daya itulah takdir yang telah tertulis untuk mereka. Kini ia berniat memperbaiki segalanya. Dan menebus segala kesalahan yang telah ia lakukan selama ini. Abizard masih belum berani menjawab.
Setelah beberapa saat semuanya sudah tampak lebih tenang. Sang ibu yang tadi tampak sangat emosional kini juga tampak lebih santai. Suasana juga terasa lebih nyaman. Meski masih terlihat kecanggungan di antara mereka. Terlebih Emilia yang dibuat bingung dengan keadaan ini. Entah apa yang tengah terjadi di antara orang-orang dewasa di hadapannya.
“Saya benar-benar meminta maaf kepada Ibu dan juga Alma. Karena kelalaian dan juga kebodohan saya kami terpisahkan selama ini,” ungkap Abizard dengan bersimpuh di lantai.
“Untuk apa kamu minta maaf, Anak Muda. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diulang lagi,” sahut sang ibu dengan datar.
“Saya paham, Bu. Semua ini tidak bisa di ulang dan diperbaiki secara langsung. Akan tetapi saya berharap dapat memperbaiki sisa waktu masa depan.”
“Sudahlah. Lebih baik kalian hidup dengan jalan masing-masing saja.”
Sungguh penolakan sang ibu membuat Almahyra terperangah. Ia tampaknya tak menyangka bahwa ibunya akan melakukan hal itu, begitu pula dengan Abizard yang sama terkejutnya dengan Almahyra. Dulu hubungan keduanya hanya ditentang oleh ibu dari Abizard. Tapi rintangan hubungan mereka bertambah. Kini ibunya juga menentang hubungan keduanya.
“Ibu? Ada apa ini? Bukannya Ibu yang menginginkan aku menikah?” tanya Almahyra.
“ Itu benar Alma. Tapi tidak dengannya! Amran jauh lebih baik untuk kamu,” jawab sang ibu.
“Ibu aku tidak mencintai Amran. Harus berapa kali aku katakan pada Ibu, tolong jangan paksa aku menikah dengan orang yang tak kucintai.”
“Almahyra. Ibu juga memohon padamu, jangan buat Ibu kecewa lagi dengan hubunganmu yang berantakkan dan berbahaya!”
“Ibu bukan Abizard yang salah. Akan tetapi semua masalah itu datang dari orang lain.”
“Stop Alma! Pokoknya ibu tidak ingin kamu menikah dengan orang ini!”
Setelah itu sang ibu beranjak dari kursi meninggalkan mereka semua. Beliau masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam. Emilia terlihat kebingungan dengan situasi yang terjadi. Dia berontak dari gendongan ibunya. Setelah diturunkan dia berlari menuju kamar menyusul neneknya. Almahyra kini duduk di samping Abizard yang tertunduk.
“Ini yang aku takutkan sebelumnya, aku bahkan tak pernah berani menceritakan tentangmu pada Beliau. Karena aku tahu bagaimana bencinya Beliau denganmu, Bi,” terang Almahyra dengan lirih.
“Dulu juga Beliau pernah berkata, ‘Aku akan menghancurkan hidup orang yang sudah menghancurkan hidupmu Anakku!’ Dan jujur saja hingga detik ini aku takut menceritakan tentangmu,” sambung Almahyra kembali.
Wajah cantik yang biasa yang terlihat berseri. Kini terlihat sayu dengan lemas hilang harap. Di sana terlukis kesedihan yang mendalam. Banyak lara dan derita yang telah dirasanya selama ini. Bahkan setelah dia telah menemukan kembali lelakinya. Ia justru harus menghadapi sang ibu yang menolak hubungan mereka.
“Alma kali ini aku tidak akan menyerah! Tidak ada yang bisa menghalangi aku kali ini!” tegas Abizard serius.
“Sudahlah, Abi. Lebih baik kamu pulang pada istrimu. Lanjutkan rumah tanggamu bersamanya, aku di sini akan tetap mencintaimu,” ungkap Almahyra pasrah.
“Tidak! Aku tidak akan menyerah untuk kali ini. Akan kubuktikan pada ibumu bahwa aku benar-benar sangat mencintaimu,” balas Abizard tegas.
“Abi. Sudahlah. Tak semua cinta harus memiliki, bukan? Jadi biarkan kisah kita mengalir sebagaimana mestinya.”
“Aku akan buktikan padamu, ibumu, dan semua orang bahwa aku serius dengan ucapanku!”
Setelah mengatakan hal itu, Abizard beranjak dari tempatnya. Dia berjalan menuju pintu keluar. Almahyra hanya diam dengan wajah tertunduk, air matanya tampak mulai menggenang kembali. Abizard sempat menoleh sebelum akhirnya benar-benar menjauh dari kamar itu.
Almahyra mulai terisak setelah Abizard keluar dan menjauh dari tempatnya. Emilia keluar kamar. Bocah itu langsung memeluk sang ibu tanpa mengatakan satu patah kata pun. Almahyra benar-benar sudah tidak sanggup menahan luka hatinya. Ia memeluk sang putri dan menangis tertahan. Almahyra terlihat lelah. Bukan raganya yang butuh istirahat. Namun, jiwanya yang rapuh butuh sandaran yang kuat.
“Anak Mama yang baik. Suatu saat nanti kamu tidak akan merasakan hal yang menyakitkan seperti ini,” ungkap Almahyra dengan suara serak.
“Maksud, Mama?” tanya Emilia lugu. Karena sejatinya dia memang tak mengerti apa maksud sang ibu.
“Pokoknya Mama berdoa kamu tak akan merasakan situasi menyakitkan ini, Anakku. Kamu harus bahagia.”