Ditinggalkan Brilliant

1203 Kata
“Eh Ian!” teriak Arumi sambil menghentikan langkahnya. Mendengar namanya dipanggil seperti itu di depan umum membuat Brilliant menghentikan langkahnya, lalu ia membalikan tubuhnya. Brilliant yang saat itu mengenakan kaos berkerah putih polos dan celana jeans hitam melihat ke arah Arumi yang memakai pakaian yang senada, bedanya Arumi menggunakan outer hitam. “Ada apa?" tanya Brilliant sambil melipat tangannya di d**a menunjukan raut muka yang dingin. "Aku ingin pulang ke rumah papa," jawab Arumi setelah ia menghentikan langkahnya tepat di hadapan Brilliant. "Kenapa mau pulang ke rumah itu?” tanya Brilliant. “Sekarang kan ibu dan ayah ke luar negeri dalam waktu yang cukup lama, kamu juga kan tak mau aku dekat-dekat denganmu, jadi akan lebih baik jika aku pulang saja ke rumah. Ibu tak akan tahu kan,” ucap Arumi sambil mengangkat alisnya meminta persetujuan Brilliant atas idenya itu. Brilliant tertawa sekilas. "Kapan aku mengatakan tak ingin dekat-dekat denganmu?" tanya Brilliant sambil mendekati Arumi hingga tubuh Brilliant hampir menempel dengan tubuh Arumi, Arumi menjauhkan wajahnya dari wajah Brilliant. "Kita harus tetap tinggal satu atap,” icap Brilliant penuh penekanan. “Kamu bisa saja jika ingin ke rumahmu, tapi tidak untuk menginap. Ini adalah perintah seorang suami dan kamu harus patuh!”seru Brilliant. "Kamu mengerti?” bisik Brilliant. Beberapa orang tampak memperhatikan Arumi Dan Brilliant dan Arumi menyadari hal itu. "Iya iya,” jawab Arumi tak ingin jadi pusat perhatian karena sikap Brilliant. “Sekarang jauhkan tubuhmu itu,” ucap Arumi sambil mendorong bahu Brilliant dengan jari telunjuknya. Brilliant pun memundurkan langkahnya dan meninggalkan Arumi. Arumi memanyunkan bibirnya. "Menyebalkan.” "Tetap saja menyebalkan seperti dulu.” "Dasar diktator!" ucap Arumi kesal sambil melihat punggung Brilliant yang semakin menjauhinya. Tak lama kemudian Brilliant masuk ke mobil, menyadari itu Arumi mulai melangkahkan kakinya dengan langkah santai. Tak lama kemudian mobil itu melaju dan itu sukses membuat Arumi kaget karena saat itu Arumi tak memegang ponsel juga dompet. “Jangan tinggalkan aku!” teriak Arumi sambil berlari mengejar mobil Brilliant yang terus melaju. Setelah berlari sekitar dua puluh meter, mobil sedan hitam itu pun berhenti dan Arumi menghentikan langkahnya tepat di samping mobil. Kaca jendela mobil terbuka. “Cepat masuk,” pinta Brilliant. Arumi langsung masuk dan duduk di samping kursi kemudi dengan nafas terengah-engah. "Ternyata masih sama, lambat seperti siput,” ledek Brilliant pelan. Arumi menatap wajah Brilliant dengan tatapan mata tajam. Brilliant menyadari itu tapi ia cuek dan mulai menjalankan mobilnya. Di dalam mobil itu seperti biasa tak ada obrolan antara Brilliant dan Arumi. Hingga setelah setengah jam perjalanan Arumi mengatakan sesuatu. "Turunkan aku di persimpangan depan,” pinta Arumi. "Kamu mau kemana?” tanya Brilliant tetap melihat ke arah jalanan. "Untuk apa bertanya? Bukankah kamu tak akan mengurusi urusanku?" tanya Arumi sambil melihat ke arah Brilliant dan mengangkat alisnya. Brilliant terdiam. Saat di persimpangan Brilliant menghentikan mobilnya. "Turunlah,” ujan Brilliant tanpa melihat ke arah Arumi. “Terimakasih tuan muda,” ucap Arumi dengan nada seperti pegawai di kediaman El Zein. Saat Arumi hendak membuka pintu mobil. "Harus sudah ada di rumah sebelum jam enam sore,” ucap Brilliant. "Oke,” jawab Arumi. Setelah itu Arumi keluar dari mobil dan sesaat setelah pintu mobil tertutup mobil sedan hitam mewah itu melesat dengan kecepatan tinggi. Arumi menghela nafasnya lega. “Aku sama sekali tak pernah bermimpi tentang dia, tapi kenapa sekarang aku harus menikah dengan dia. Dia sejak SMA tidak pernah berubah, dingin, diktator, selalu mengejekku. Menyebalkan!” ucap Arumi pelan. Setelah mobil Brilliant menghilang dari pandangannya Arumi berjalan menyusuri trotoar, hingga akhirnya ia masuk ke sebuah toko kue yang tak lain adalah toko kue miliknya sendiri. "Selamat siang kak Arumi," sapa seorang perempuan yang memakai apron menyambut kedatangan Arumi. Dia adalah salah satu dari empat orang pegawai Arumi. "Selamat siang juga Lira,” jawab Arumi sambil tersenyum. "Saya ke ruangan saya dulu ya," ucap Arumi. Lyra pun mengangguk. Arumi naik ke lantai dua dimana ruangannya berada. Toko kue Arumi memang ada dua lantai, lantai satu adalah toko dan dapur tempat membuat kue, sementara lantai dua dipakai untuk ruangan Arumi dan ruangan jika ada tamu. Sesampainya di lantai dua Arumi langsung menyimpan tasnya diatas meja dan menggantung outer yang ia kenakan. Tak lupa Arumi menggelung rambutnya yang ia kuncir kuda sejak tadi. Arumi taj membuang waktu lama disana karena ia harus kembali ke lantai satu. Sesampainya di lantai satu Arumi langsung masuk ke arah pintu dapur. "Virna, apa ada pesanan untuk hari ini?" tanya Arumi yang baru sampai di dapur dan langsung mengambil apron yang menggantung di tempatnya. "Eh kak Arumi,” jawab Virna. "Ada kak, pesanan cupcake. Jumlahnya 100 akan diambil nanti sore. Customer minta berbagai rasa dan sudah saya catat di sana,” jelas Virna sambil menunjuk kertas yang menempel di kulkas empat pintu. “Oke siap,” jawab Arumi. "Oh iya kak, bukannya kak Arumi kemarin menikah ya?" tanya Virna. "Iya," jawab Arumi sambil membuka lemari yang ada di dapur dan mengambil beberapa bahan untuk membuat kue cupcake. "Kok suaminya ga di kenalkan sih kak? Kali saja aku kenal,” ucap Virna, pegawai Arumi yang baru lulus SMA. "Ga akan, kamu ga akan kenal Vir,” jawab Arumi sambil melihat ke arah Virna sambil tersenyum. "Dia orangnya tertutup, sedikit pemalu," tambah Arumi berbohong. Virna hanya bisa menganggukan kepalanya dan tak bertanya lebih jauh. Ia tahu kalau Arumi tidak senang jika orang banyak bertanya hal yang privasi. "Oh iya, coba kamu ambilkan kertas yang kamu tempel di pintu kulkas," pinta Arumi. "Oke siap,” jawab Virna. Virna langsung mengambil kertas itu dan memberikannya kepada Arumi. Setelah itu ia, Virna dan Kki pegawai Arumi yang lain mulai membuat 100 cupcake pesanan. Sementara di toko Lira melayani pembeli bersama Eri. Arumi mempekerjakan empat pegawai perempuan di toko kuenya. Rata-rata usia mereka masih dua puluh tahunan, mereka lulusan SMK jurusan tata boga. Keempat pegawainya sangat disiplin, cekatan dan mampu bekerja sama, jadi tak sulit bagi Arumi untuk memimpin mereka. Karena semua pegawainya perempuan, Arumi hanya membuka toko kuenya hanya sampai pukul lima sore. Arumi yang saat itu usia nya sudah dua puluh delapan tahun memang sudah sangat dewasa dalam berpikir, ia juga akan berpikir sebelum bertindak. Setelah berkutat beberapa jam bersama dua pegawainya, Arumi pun hampir selesai menyelesaikan pesanan seratus cupcake. Cupcake yang sangat menggugah selera, di samping tampilannya yang sangat menarik rasa cupcake buatan Arumi tak diragukan lagi. Terbukti dengan banyaknya pelanggan dan pembeli yang kembali membeli kue di sana. Saat Arumi sedang sibuk Lira masuk ke dapur. “Kak Arumi," ucap Lira sambil berjalan mendekati Arumi. "Iya Lira, ada apa?" tanya Arumi tanpa melihat ke arah Lira. "Pemesan 100 cupcake nya tiba-tiba membatalkan pesanannya,” ucap Lira sambil menundukan kepalanya, merasa tak enak menyampaikan kabar itu. Virna dan Kiki yang mendengar itu langsung melihat ke arah Arumi dengan tatapan sedih. "Bagaimana ini kak?" tanya Kiki menanyakan pendapat Arumi. Arumi tersenyum. "Jangan pikirkan itu. Kita simpan saja di etalase, kalau tidak ada yang beli atau tidak habis, seperti biasa kalian bawa pulang, sisanya kita bagikan,” jawab Arumi enteng. Tak terlihat wajah kecewa pada Arumi dan itu yang membuat pegawai salut dengan Arumi. Arumi sangat dermawan. Sore harinya Arumi yang sedang istirahat di ruangannya dihampiri oleh Lira. "Kak Arumi, ada kabar baik!" Seru Lira. "Kabar baik apa?" Tanya Arumi sambil mengerutkan keningnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN