Tiga

1566 Kata
Renata tak pernah memasuki Mall sebelumnya, tinggal di pelosok desa yang bahkan sangat jauh dari kota itu membuat gerak lingkupnya terbatas. Dia sangat terpukau pada mall yang dimasuki yang sangat luas dengan bagian rooftop yang di cat dengan hiasan aksen awan. Lantai yang sangat bersih dan licin, pencahayaan yang sangat kontras, mall ini tak terlalu ramai pengunjung mungkin karena sangat luas membuat para pengunjung yang jumlahnya banyak itu terlihat sedikit. Berkali-kali Renata melihat ke belakang dimana terdapat dua orang wanita berpakaian serba hitam dengan rok span selutut, rambut yang dikuncir tinggi dan earphone di telinga yang memakai kabel ulir berwarna bening. Juga dua pria berseragam hitam-hitam bertubuh tinggi dan berpotongan rambut rapi persis angkatan bersenjata. Sama seperti yang wanita, yang pria juga memakai earphone yang menyumbat sebelah telinganya. “Nanti ketika kamu sudah menikah, setiap pergi kamu juga akan dikawal oleh mereka, mereka sudah terlatih ilmu bela diri,” ucap ibu Regan sambil mengamit tangan Renata. Penampilan Renata sungguh sangat lusuh kaosnya yang kumal dan jeans yang kemarin dipakainya. “Kenapa, Ma?” tanya Renata, sejak semalam dia diharuskan memanggil kedua orang tua Regan, mama dan papa seperti Regan memanggil mereka. “Perusahaan kita sudah sangat besar dan maju sekarang. Banyak orang jahat yang bisa saja mencelakai kita, karena itu kita butuh perlindungan.” “Oh, seperti itu?” “Iya, yuk ke sana,” ujar ibu Regan yang sepertinya tak malu, tetap mengamit tangan Renata meskipun penampilannya sangat lusuh dan tak sebanding dirinya. Mereka pun memasuki toko baju yang banyak sekali baju dari cassual, baju kerja, gaun sampai pakaian tidur. Seorang manajer toko yang mengenal ibu Regan pun menunduk hormat dan melayaninya dengan perlakuan yang spesial, tentu saja karena ibu Regan merupakan member VIP di toko terkenal tersebut. Manajer toko, dibantu beberapa karyawan, mengambilkan banyak baju yang kira-kira muat oleh Renata, Renata diminta mencoba satu baju, blouse lengan pendek berwarna peach dan celana bahan berwarna moca, Renata keluar dari kamar pas, pakaiannya sangat cocok dikenakannya. Sehingga mereka sudah tahu ukuran Renata dan menyiapkan lebih banyak pakaian. Label harga di baju yang Renata pakai pun dilepas untuk dibayar nanti dan dia diminta memakai pakaian itu untuk hari ini. Renata menyebutkan ukuran kakinya yang tak lebih dari nomor tiga puluh tujuh dan dengan segera beberapa pasang sepatu serta sandal sudah berada di hadapannya. Ibu Regan hanya duduk di sofa yang tersedia bersama Renata, dan seluruh karyawan toko yang menyediakan segalanya, setelah menunjukkan pada ibu Regan dan disetujuinya, baju-baju itu telah berpindah ke meja kasir untuk dibayar. Termasuk sepatu cassual bertali berwarna silver yang langsung dipakai oleh Renata. Satu jam mereka memilih baju dan perlengkapan lain, bahkan sampai baju tidur dan dalaman dibelinya di butik itu. Ada juga beberapa gaun yang ternyata perlu dikecilkan dulu ukurannya nanti akan diantar ke rumahnya langsung oleh butik tersebut. Setelahnya, mereka keluar dari butik itu dengan membawa banyak sekali kantung belanjaan yang dibawakan oleh asisten di belakang mereka. Setelahnya ibu Regan membawa Renata menuju toko ponsel, dibelikan ponsel layar sentuh berlogo apel dengan harga yang paling mahal, karena dia tahu Renata ingin kuliah,  membuatnya membelikan laptop yang bermerk sama dengan ponsel itu, tak lupa memberikan kartu perdana dengan sudah b**********n kartu pasca bayar yang dimasukkan ke akun tagihannya. Renata hanya memegang ponsel itu dengan tak mengerti fungsinya, sehingga ibu Regan berkata nanti malam Regan yang akan mengajarinya mengoperasikan ponsel dan laptop miliknya. Setelah makan siang, mereka menuju salon terkenal milik penata artistik dan designer ternama yang namanya sangat melejit belakangan ini, bahkan pria kemayu itu menjadi host atau juri di salah satu televisi swasta di negeri ini. Baik Renata maupun ibu Regan mendapat perawatan menyeluruh dari salon tersebut, dari ujung rambut sampai ujung kaki, mereka tak menyadari bahwa sudah beberapa jam berada di mall besar tersebut. Yang terakhir mereka memasuki toko alat make up. Renata hanya iya-iya saja ketika ibu Regan yang dibantu oleh manajer toko memilih rangkaian produk perawatan untuk Renata dari sabun, shampo, lotion dan aneka perawatan wajah. Renata pun dibelikan beberapa lipstik dari berbagai merk dan shade warna yang berbeda, foundation yang cukup mahal, cushion, bedak padat juga bedak tabur, concealer juga eyeshadow yang bahkan tak pernah disentuhnya. Termasuk eyeliner dan maskara yang ikut memenuhi paper bag khusus toko tersebut. Karena Renata yang tampak kebingungan, membuat salah satu karyawan toko memakaikan Renata rangkaian produk make up secara natural sambil menjelaskan fungsi dan cara memakainya, sementara ibu Regan berkeliling untuk membeli produk perawatan wajah miliknya juga, berjalan ke rak parfum dan memilih beberapa parfum yang dirasa cocok untuk kepribadian Renata yang polos dan feminim. Mereka sampai rumah sudah jam tujuh malam, menyempatkan makan malam bersama ayah Regan, lalu Renata kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian dengan piyama tidur berbahan satin yang dibelinya, sementara pakaian lain langsung di prewash oleh pelayan dirumah Regan sebelum dipakai Renata. Renata membuka kunci tombol ponsel yang dibelinya, namun dia tak mengerti apa yang harus dia lakukan selain itu, ada banyak aplikasi di dalam ponsel tersebut dan semua meminta dia memasukkan alamat email sebelum menggunakannya. Hingga Regan mengetuk pintu kamar Renata dan masuk ke dalam, Regan masih mengenakan celana kerja dengan kemeja putih yang digulung sampai siku. “Kenapa, Om?” tanya Renata membuat Regan tertawa. “Jangan panggil om, kesannya tua banget,” ujar Regan sambil duduk di ranjang Renata. Renata menarik kakinya agar duduk bersila. “Terus mau dipanggil apa? Bapak?” tanya Renata. Regan hanya menggaruk pelipisnya. “Kakak aja,” ujarnya. “Oke kak Regan, ada apa?” tanya Renata, sejujurnya wajah Renata saat melihat Regan itu sungguh tak terlihat ramah seolah Regan adalah ancaman yang sangat berbahaya dalam hidupnya. Namun Regan mengerti karena Renata pun sama sepertinya yang tak tahu jika kedatangannya kesini adalah untuk melangsungkan pernikahan dengannya, wajar jika Renata terlihat skeptis terhadapnya. Yang aneh justru jika Renata langsung akrab padanya padahal belum pernah mengenalnya sebelumnya. “Tadi mama bilang kamu mau minta ajarin pakai ponsel sama laptop?” “Oh iya, nih, semuanya ketika dibuka harus pakai email,” ujar Renata sambil menyerahkan ponselnya, lalu dia turun dari ranjang untuk mengambil laptopnya. Regan membawa ponsel Renata menuju kursi di dekat jendela, ada dua kursi disana yang mengapit satu meja kecil berbentuk lingkaran. Renata pun mengikutinya sambil membawa laptopnya dan menekan tombol power laptop itu. “Punya email sebelumnya?” tanya Regan. Renata pun menggeleng, membuat Regan mengangkat sebelah alisnya. Benaknya berpikir apakah Renata selama ini tinggal di hutan? Sampai tak mempunyai alamat email yang sangat penting di era sekarang ini. Regan memutar laptop Renata menghadapnya, lantas menyambungkan dengan wifi di rumah itu, dan membuka kolom browser. “KTP kamu sini, aku buatin email,” perintah Regan. Renata berjalan lagi menuju lemari dan mengambil tas yang tadi dibelikan oleh ibu Regan, mengeluarkan dompet yang juga dibelikan oleh calon mertuanya itu dan menyodorkan KTP ke Regan. Dengan cepat, Regan membuatkan email di laptop milik Renata, sekaligus mengajari Renata beberapa hal penting tentang pemakaian laptop itu termasuk mencharge dan mengupdate softwarenya. Renata memperhatikan dengan seksama, lalu Regan beralih ke ponsel Renata dan memasukkan email yang tadi dia buat. Beberapa aplikasi chating bisa dibuka oleh Renata. Regan membidik Renata dari kamera ponsel itu dan mengajarinya mengganti foto profil. Lalu menginput nomor ponselnya. Dan menekan panggilan video dari ponselnya. “Kamu tekan yang hijau terus arahkan kamera ini ke wajah kamu, coba kamu jalan kesana dulu,” perintah Regan yang dituruti oleh Renata. Dia pun menekan tombol hijau dan mengarahkan ponsel itu ke wajahnya, ada wajah Regan yang menjulurkan lidah di ponsel Renata. “Wah keliatan, halo halo,” ujar Renata norak membuat Regan tertawa. “Kedengeran nggak suaranya?” tanya Regan pelan namun Renata menjawab dengan suara keras. “Kedengeran!” ujarnya membuat Regan lagi-lagi tertawa, sungguh polos anak kecil di hadapannya kini. “Sudah matiin,” ucap Regan. “Yang mana?” “Klik yang warna merah,” perintah Regan. Lalu dia melakukan panggilan suara. Tertulis nama Kak Regan Calling, ternyata Regan menamai kontaknya sendiri dengan nama kak Regan. Renata kembali menerima panggilan itu dengan menekan tombol hijau. “Kok nggak ada wajahnya?” tanya Renata. Regan memberi kode pada Renata untuk meletakkan ponsel itu di telinga Renata. “Nggak ada wajahnya?” tanya Renata sambil menempelkan ponsel itu di telinganya. “Iya, ini kan panggilan suara, sudah sini kamunya,” ucap Regan mematikan panggilan itu. Renata berjalan menghampiri Regan dan duduk di kursi satunya. Regan menarik kursinya untuk mendekat ke Renata dan membuka aplikasi penginstalan program. “Kalau kamu suka game, kamu cari disini, atau aplikasi apapun termasuk aplikasi baca n****+ atau komik, bisa disini,” jelas Regan yang diangguki oleh Renata, lalu dia mendownload beberapa aplikasi. Renata menguap karena hari semakin malam, hampir jam sebelas malam dan matanya sangat berat. “Ya sudah tidur dulu sana, nomor ponsel mama dan papa sudah aku masukkin kesana, besok coba-coba aja telpon mereka,” ucap Regan. “Iya Kak, makasih ya. Hoam!” Renata menguap tanpa berniat menutup mulutnya sama sekali. Lalu dia berjalan menuju ranjangnya dengan setengah menyeret langkah kakinya, membawa ponselnya serta. Meninggalkan laptopnya yang masih terbuka. Hingga Regan mematikan laptop itu dan ketika menutup laptop, dia melihat Renata yang sudah tertidur pulas. Regan meletakkan laptop itu ditempat tadi Renata mengeluarkannya dan berjalan ke arah Renata untuk menyelimuti wanita yang dalam hitungan beberapa minggu ke depan akan menjadi istrinya itu. Regan juga mematikan lampu utama dan membiarkan lampu tidur menyala di kamar Renata, lalu menutup pintu itu, dia juga sangat ingin istirahat setelah seharian bekerja. Besok dia akan mulai sibuk menyiapkan pernikahannya dengan Renata, terlebih dia juga perlu menyiapkan pernikahan dengan Safiza yang kabarnya akan dilakukan secara diam-diam, juga mengatur waktu untuk pertemuan antara Safiza dan Renata. Bahkan dia lupa bilang kepada Renata tadi tentang rencananya menikahi Safiza. Dia harus mencari cara untuk berbicara yang efektif dengan Renata agar rencananya berjalan mulus. ***    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN