Bab 6. Kontrak Cinta

1814 Kata
Jupiter tengah memakai dasinya saat ponselnya berdering. Ia menyelesaikan memakai dasi terlebih dahulu sebelum kemudian mengangkat sambungan telepon dari adiknya. Pagi ini ia memiliki pekerjaan yang harus diselesaikannya. “Pagi! Lo udah sehat?” tanya Jupiter bicara melalui earbuds sambil mengancing pergelangan kemeja di depan cermin. “Pagi, Pit. Lo sedang apa?” Ares balas bertanya. “Lagi mau ke kantor. Kenapa? Lo uda bangun?” tanya Jupiter masih santai. “Iya, gue bosan mau keluar. Tadi sempat jalan-jalan sebentar.” “Hhm ... apa kata Om Nat? Lo udah sehat?” Jupiter lalu memilih jam tangan dan memakainya sebelum mengancing kemeja yang satunya lagi. “Belum bisa. Masih ada tes hari ini. Gue udah gak tahan, stres!” Jupiter tergelak kecil dan tersenyum mendengar pekikan Ares yang sudah merengek meminta pulang. Ares memang sedang sakit dan itu juga karena ada andil dari Jupiter. “Iya, sabar dulu. Bentar lagi juga lo pulang!” “Lo kemari kan?” “Belum tau, gue ada meeting seharian!” “Ada yang mau gue omongin. Datang ya?” ujar Ares membujuk lagi. Jupiter menghela napasnya dan mendehem. “Ya udah, ntar agak malam gue ke sana. Lo mau dibawain apa?” tanya Jupiter lalu mengambil jas dan memakainya. “Gak ada, gue cuma butuh lo aja!” Jupiter tersenyum lagi. “Ya udah, nanti gue datang. Istirahat Ares. Biar cepat sembuh!” “Gue udah kebanyakan istirahat!” Ares memekik kesal sebelum memutuskan sambungan telepon tersebut. Jupiter sampai mendengus terkekeh. Sambungan telepon pun dimatikan. Jupiter masih menatap dirinya di depan cermin di ruang ganti miliknya. Wajahnya yang tersenyum kini berubah sedikit datar. Rasa sakit putus cinta belum usai, meski Jupiter sedang berusaha keras untuk move on sekarang. Beberapa hari yang lalu, hubungan Jupiter dan Ares merenggang hebat. Mereka bertengkar karena ternyata Ares menyimpan perasaan cintanya untuk tunangan Jupiter yaitu Putri Alexander. Saat itu Jupiter hendak mengunjungi kekasihnya di penthouse mewah The Heist. Ia datang seperti biasanya. Rasa khawatir jika mungkin Putri sakit membawa Jupiter naik ke lantai tempat Putri tinggal. Tapi sebelum pintu lift tertutup, penghuni lain masuk dan menekan nomor lantai lainnya. Jupiter kembali sibuk dengan ponselnya. Saat pintu lift terbuka dan Jupiter yang sibuk dengan ponsel di tangannya tak melihat lantai mana dia keluar. Begitu ia sadar salah lantai, ia telah berjalan cukup jauh dari lift. “Uh, lantai berapa ini?” gerutunya hendak balik ke lift dan kembali ke tujuan awal. Tapi begitu ia berdiri lagi di lift dan hendak menekan tombol untuk membuka, wajahnya menoleh ke kiri. Entah apa yang dipikirkan oleh Jupiter, rasanya ia merasa ada orang di lantai yang sepi itu. Bukankah di sana ruang pertemuan? Dari balik koridor, Jupiter berdiri terpaku menatap pemandangan di depannya. Ia membeku melihat bagian lain dari dirinya sedang mencium tunangannya, Putri. Jupiter yang ikut menyaksikan meski tak mendengarkan apa yang diucapkan oleh Ares bisa melihat dengan jelas seperti apa Ares sebenarnya. Perlahan ia berbalik dan bersandar di dinding koridor. Rasa sesak dan sakit perlahan masuk ke dalam hati yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jupiter tak pernah menyangka sama sekali, jika Ares bisa mengkhianatinya seperti itu. Tak sadar, Jupiter meraba dadanya dan berjalan pelan dengan mata berkaca-kaca. Ia lunglai dan tungkai kakinya rasanya begitu berat untuk menyeret kakinya sendiri. Rasa pahit dari getirnya kenyataan yang ia ketahui di belakangnya membuat lidah Jupiter benar-benar merasakan pahit. Ia jadi berputar-putar bahkan tak tahu ke mana arah lift atau jalan pulang. Jupiter lalu menoleh dan melihat pintu menuju tangga darurat dan ia memilih masuk ke dalam sana. Baru beberapa anak tangga ia melangkah tapi kakinya terpeleset dan terjatuh. Untungnya tak ada yang terluka karena ia hanya terjerembap sedikit. Jupiter akhirnya terduduk dengan kepala bersandar ke dinding. Air matanya keluar begitu saja dan ia terengah mencoba meraih napas satu-satu. “Oh Tuhan!” ia meringis dalam rasa sakit yang semakin lama semakin terasa. Jupiter menunduk dan terisak sendiri. Tangannya kemudian bergetar seakan ia baru saja melakukan kejahatan besar dengan tangannya sendiri. “Kenapa jadi seperti ini? Kenapa Ares?” isak Jupiter entah bertanya pada siapa. Ia menunduk dan menyembunyikan kepalanya di balik dua lengan dengan lutut terlipat ke d**a. Jupiter terus meringkuk sendirian dan terus menangis. Tak ada yang masuk ke dalam tangga darurat itu sama sekali. Jupiter meluapkan semuanya begitu saja. Ia tak peduli sekalipun ada seseorang yang masuk dan menemukannya. Kini setelah mengambil sebuah keputusan, Jupiter memutuskan hubungannya dengan Putri. Saat ia sedang mengingat lagi yang terjadi, ponselnya lalu berdering lagi tapi kali ini dari sebuah nomor yang tak ia sangka. Jupiter sedikit mengernyit lalu menyentuh earbud sebelum ia bicara. “Halo, Jupiter?” Jupiter menyeringai kecil dan kembali menatap dirinya di cermin. “Iya, selamat pagi, Jelita.” “Pagi. Apa kamu siap untuk tugas pertamamu?” tanya Jelita kemudian. Jupiter jadi mengernyit dan ia sedikit membuka mulutnya baru ingat jika dirinya dan Jelita punya perjanjian terselubung. “Ah, soal itu. Ehm, memangnya apa tugas pertamaku?” tanya Jupiter kemudian. “Kamu harus ikut aku sarapan pagi di sebuah restoran. Aku ingin menunjukkan pada tunanganku jika aku sudah punya kekasih baru.” Jupiter lalu melihat jam tangannya. Ia memang memiliki acara meeting setelah sarapan pagi dan itu sekitar 1,5 jam lagi. “Aku hanya punya waktu 1,5 jam,” balas Jupiter sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana. “Itu lebih dari cukup. Apa kamu bisa datang sekarang ke Filadeli?” tanya Jelita untuk memastikan pada Jupiter. “Oke, aku akan tiba di sana kurang dari 10 menit!” “Apa aku perlu memberikan alamatnya?” “Tidak usah. Siapkan saja kontrakku!” “Aku sudah membawanya. Aku menunggumu!” sambungan telepon diputus segera bahkan sebelum Jupiter bicara. “Uh ... untung cantik. Entar kalo ketemu gue cium dia!” sungut Jupiter dengan kesal. Ia memasukkan ponsel dan berjalan keluar dari walk in closetnya serta kamar. Ia berjalan layaknya seorang model masuk ke dalam lift pribadi yang membawanya langsung ke garasi. Jupiter memilih mobil yang tak begitu mencolok agar Jelita tak curiga. Lagi pula Filadeli adalah restoran yang tertutup di dalam. Jelita pasti sudah menunggunya di dalam. Jarak Filadeli tak begitu jauh dari penthousenya di Manhattan dan Jupiter mengendarai sendiri mobilnya. Ia hanya parkir agak jauh agar tak ketahuan oleh Jelita ia membawa mobil mewah. Jupiter melihat penampilannya dan rasanya terlalu rapi untuk seorang gig*olo. Ia akhirnya memutuskan untuk melepaskan dasi dan menyimpannya di dalam laci mobil. Namun, Jupiter masih memakai jas dengan dua kancing kerah yang terbuka. Setelah merasa yakin barulah Jupiter keluar dari mobilnya dan menyeberang ke Filadeli. “Hei!” Jupiter menoleh dan benar saja ia dihampiri oleh Jelita yang menunggunya di depan pintu. Sepertinya ia tak melihat dimana Jupiter parkir. Jupiter langsung terkesima dengan penampilan cantik, segar dan sek*si milik Jelita. Masih dengan dress off white rok pensil selutut dan outer semi jas dengan lengan terbelah yang memperlihatkan kulit mulus kuning langsat yang cerah. Kali ini, Jelita menaikkan rambut panjang dengan kunciran yang rapi. Yang membuat Jelita jadi makin menarik adalah ia langsung merapikan jas milik Jupiter sebelum menariknya bersamanya. “Ayo!” Jupiter ikut saja kala tangannya ditarik oleh Jelita masuk ke dalam restoran. Mata Jelita menyapu seluruh ruangan dan ia melihat kekasihnya Samuel tengah duduk sarapan pagi dengan wanita yang kemarin ada di apartemennya. Jelita membawa Jupiter ke sebuah spot di mana Samuel bisa melihatnya. Sedangkan Jupiter masih menerka siapa pria yang dimaksud. “Itu dia, arah jam 10!” bisik Jelita dan Jupiter melihat lalu menaikkan alisnya. Kemudian keningnya mengernyit. Rasanya asistennya, Demian Rhodes lebih tampan dari pria yang digilai oleh Jelita. “Yang itu?” Jupiter menyindir kecil. “Iya, dia kekasihku. Sekarang dia malah pergi dengan wanita lain!” sungut Jelita dengan kesal tak menyadari nada bicara Jupiter. Jelita terus melihat ke arah Samuel sampai akhirnya pria itu ikut melihatnya. Jupiter menggelengkan kepalanya melihat tingkah Jelita. Ia kira semua gadis cantik dan berpenampilan sek*si seperti selebriti memiliki pengalaman yang banyak tentang cinta, nyatanya tidak. “Ayo, kita harus buat dia cemburu!” ujar Jelita mulai memberikan perintah pada Jupiter. Jupiter mengernyit dengan ekspresi aneh. “Tapi aku kan belum resmi bekerja. Aku belum menandatangani apa pun.” Jupiter menyeletuk dengan pandangan mata yang mencurigakan. Jelita mendengus kesal. Ia terpaksa mengeluarkan selembar kertas kontrak perjanjian di antara mereka. “Ini, kamu tinggal tanda tangan!” tukas Jelita mulai kesal. Seorang pelayan kemudian menghidangkan menu sarapan pagi untuk mereka dan Jupiter tersenyum berterima kasih. “Aku harus baca dulu!” “Sudah tanda tangan saja. Aku tidak akan menipumu!” potong Jelita makin kesal. Sementara itu, Samuel yang sedang sarapan dengan kekasih barunya tak sengaja melihat ke arah kanan. Ia mengernyit saat menemukan Jelita juga berada di restoran yang sama. Kali ini, Samuel merasa Jelita mengikutinya. Jelita yang tampak sangat amatiran,malah kini mulai melihat ke arah meja Samuel. Jelita dan Jupiter malah terlihat saling berdebat bukannya bersikap manis sehingga bisa membuat orang iri dan cemburu. “Mana aku tahu kan aku belum baca!” sahut Jupiter tak mau kalah. Jelita ternyata membangkitkan semangat berdebat Jupiter pagi-pagi. Sudah lama ia tak merasa sepanas ini pagi-pagi. Sedangkan Jelita malah membulatkan bola mata cantiknya pada Jupiter dengan sikapnya yang gelisah. “Ayo cepat tanda tangan, dia sudah mulai melihat ke arah sini!” pekik Jelita dengan suara tertahan. Jupiter terkekeh dan memberikan tanda pada Jelita agar ia bisa lebih tenang dan tak terburu-buru. “Jangan terburu-buru ... santai saja!” “Tapi kamu menyebalkan dengan mengulur-ulur waktu!” sahut Jelita makin kesal. Jupiter malah terkekeh dan menjilat bibirnya. Ia pun mengangguk. “Aku akan menandatangani kontrak ini dengan satu syarat. Aku akan mendapatkan imbalan dari yang kulakukan padamu!” ujar Jupiter mendekatkan dirinya. “Imbalan apa lagi kamu kan sudah mendapatkan uang?” “Uh itu baru 1000 dolar. Siapa yang tahu kamu akan kabur setelah satu minggu?” ujar Jupiter balik menuding curang. Jelita jadi mengepalkan tangannya. Ingin rasanya memukul kepala Jupiter tapi ia tak mungkin melakukan itu atau ia akan ketahuan berpura-pura. Saat Jelita mengintip dengan menoleh ke arah Samuel, mantannya itu sedang menatapinya tajam. Jelita pun melepaskan napas panjang dan menyerah. Ia terpaksa mengangguk. “Imbalan apa yang kamu mau?” tanya Jelita mulai menyerah. Jupiter tersenyum tapi nakal. “Aku akan memberitahukannya nanti.” Jelita jadi mengernyit tapi ia tak punya pilihan. Terlebih Jupiter langsung menandatangani kertasnya. Pandangan Samuel makin tertuju ke meja mereka dan Jelita kembali menoleh padanya. “Aduh, bagaimana ini? Dia pasti curiga padaku!” gumam Jelita mulai kesal karena belum ada satu tindakan pun yang membuat Samuel cemburu. Jupiter masih terlihat santai dan menyimpan kembali penanya ke dalam saku jasnya. Jupiter kemudian mendekat dan cepat merangkul punggung Jelita yang membuatnya berpaling. “Langkah pertama, bersikap seperti sedang jatuh cinta!” gumam Jupiter lalu tersenyum pada Jelita. Jelita jadi melotot dan diam. “Huh ... apa?” Jupiter meraih leher Jelita dan langsung memiringkan wajah untuk kemudian mengulum bibirnya dengan lembut. Jelita yang awalnya membesarkan mata perlahan menundukkan pandangan dan ikut membalas ciuman Jupiter.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN