9. Proyek 4: Ngumpet

1329 Kata
“Mbak, Tita mau bilang sesuatu.” Tita terlihat ragu-ragu ketika mengajak Mia bicara. Mia yang tengah mengemudi, melirik sepintas ke arah Tita yang duduk di belakang lewat spion tengah. “Bilang apa?”  Chica yang duduk di sebelah Mia, menengok ke belakang dan menatap heran. “Serius amat, Ta?” “Tita mau kasih tau sesuatu sama Mbak sebelum kita sampe di lokasi. Biar Mbak enggak syok mendadak dan emosi.” Saat ini ketiganya sedang dalam perjalanan menuju sebuah vila di kawasan Puncak untuk melakukan sesi pemotretan prewedding. Tita yang kebetulan bertugas sendiri hari ini tanpa didampingi bosnya, terpaksa menumpang pada Mia. “Iya, apa?” tanya Mia mulai curiga. Perasaannya seketika tidak tenang. “Hari ini kita kerja bareng Klix lagi.” “LAGI?!” seru Mia heboh. Kakinya bahkan hampir menginjak rem mendadak, untung otaknya masih bekerja dengan baik hingga mereka bisa terhindar dari kecelakaan. Bayangkan kalau Mia berhenti mendadak di tengah jalan tol, apa yang akan terjadi dengan mereka? Meski tol dalam kota, tetap saja kendaraan melaju dengan kecepatan cukup tinggi. “Iya, Mbak.” Tita mengangguk dengan wajah memelas. “Lagi.” “Kok, bisa? Harusnya sama Artho kan?” tanya Chica heran. “Harusnya iya, tapi minggu lalu kliennya tiba-tiba minta ganti vendor.” “Kenapa?” tanya Chica lagi. “Katanya dia liat hasil nikahan temennya yang dipegang sama Klix, bagus banget. Dia lebih suka hasilnya Klix daripada Artho.” “Jadi ganti?” tanya Mia dingin. “Hm.” Tita mengangguk pelan. “Artho enggak marah?” tanya Mia lagi. “Enggak sih. Mereka enggak rugi apa-apa, belum keluar konsep juga.” “Enggak berjuang pertahanin klien?” Suara Mia mulai terdengar keki. “Mbak perhatian banget sama Artho?” tanya Tita polos. Maklum, lemotnya kumat. “Bukan soal itu, Ta!” jerit Mia sengit. “Masalahnya gue nelangsa bareng Klix lagi.” Tita segera mengangguk dengan wajah sedih. “Tita tau, Mbak. Makanya Tita info dulu ke Mbak Mia sebelum Mbak kalap.” Mia melirik tajam ke arah Tita. “Kalap apaan?” “Kalap nyantet Mas Lio mungkin,” bisik Tita takut-takut. “Itu mulut!” seru Mia sambil memukul kemudi. Untung saja ia sedang menyetir, kalau tidak mungkin mulut Tita sudah merasasakan cubitan ganas Mia. “Tapi tenang …,” ujar Tita cepat-cepat sebelum Mia bertambah garang. “Tita yang baik hati ini udah aturin supaya Mbak Mia enggak akan ketemu Mas Lio.” “Beneran?” tanya Chica takjub. “Iya.” “Caranya?” tanya Mia curiga. Ia tidak bisa seratus persen langsung percaya pada si ngaco Tita.. “Pokoknya Mbak Mia tenang-tenang aja. Sampai lokasi, kita langsung masuk ke kamar rias. Nah, Mbak Mia diem aja di sana terus. Cukup ngumpet di kamar rias sampai pemotretan selesai, dan Mbak akan aman.” Chica mengernyit heran. “Emang enggak ada sesi foto pas dirias?” “Enggak ada. Tita bilang enggak usah. Enggak penting. Nanti aja pas hari H baru ada sesi foto pas dirias.” Mia manggut-manggut senang. Suka dengan ide Tita. “Cinta deh sama lo.” “Tapi, kebaikan Tita ini enggak gratis loh, Mbak.” Mia terkekeh geli. “Mau minta apa kamu?” “Ceritain kedekatan Mbak sama Mas Lio dulu.” “Ih, ini anak!” Mia yang tadinya sudah mulai senang lagi, kembali keki karena diingatkan soal Lio. “Buat apa diceritain?” “Penasaran, Mbak.” Chica ikut-ikutan mendukung keinginan Tita karena ia sendiri juga sangat penasaran. Tita mengangguk setuju dengan ucapan Chica. “Mbak Mia itu kayak ada dendam kesumat sama Mas Lio, tapi sekaligus ….” “Sekaligus apa?” tanya Mia galak. “Kayak memendam rasa,” bisik Tita takut-takut. Untuk beberapa saat Mia terdiam. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk bercerita. Toh tidak mungkin ia menutupinya terus dari Tita dan Chica, padahal mereka berdua akan terus mendengar keluhan Mia soal Lio. “Oke, gue ceritain sedikit tentang dia sampe kita nyampe lokasi.” Pernyataan Mia langsung disambut antusias oleh Tita dan Chica. Keduanya memasang wajah serius dan menyimak penuh perhatian. . "Mi, dicariin Denny!" teriak Rasyid dari pintu kelas. Mia yang tengah membaca komik pinjaman dari Hani menyahut malas. "Denny yang mana?" "Kapten tim basket," sahut Rasyid. Mia mengernyit. Hani dan Riri yang sedang sibuk di meja masing-masing ikut mengernyit juga. Ketiganya kemudian saling berpandangan. “Denny Sumlang?” tanya Riri memastikan. “Yoi!” balas Rasyid. “Dia nunggu lo di perpus tuh!” "Ngapain dia nyari gue?" gumam Mia. Melihat kesibukan Hani, Riri langsung teringat sesuatu. "Han, bukannya anak basket mau tanding?" "Iya." Hani mengangguk tanpa mengangkat wajah. Ia terus saja sibuk dengan kertas berukuran A2 juga spidol aneka warna. "Terus ngapain dia malah ke perpus?" gerutu Mia ketus. "Mending lo samperin deh!" ujar Riri. "Temenin," pinta Mia. Riri langsung menunjuk buku besar berisi barisan angka yang sejak tadi tengah ditekuninya. "Gue bukan enggak mau, tapi enggak bisa." "Yah, Riri …," keluh Mia dengan wajah memelas. "PR Akun gue belom beres, Mi. Gue takut disabet lagi." Riri bukan asal bicara, guru akuntansi mereka memang terkenal galak. Kerjanya ngasih PR, begitu tidak dikerjakan tangan mereka akan disabet pakai penggaris panjang dari kayu. Pasrah dengan Riri, Mia kini berharap pada Hani. "Lo juga enggak bisa?" "Heeh." Hani mengangguk kecil. "Belom bikin PR Akun juga?" sindir Mia. "Lo enggak liat gue lagi bikin spanduk buat nyemangatin Ricko pas tanding?" "Ah, lo gitu deh! Temenin gue dululah!" paksa Mia. Hani melirik jam dinding lalu menggeleng tegas. "Enggak bisa, udah mepet waktunya!" "Mi, lo mending cepetan samperin Denny,” tegur Riri serius. “Kasian itu tim basket kalo kaptennya ngilang." Akhirnya, dengan sangat terpaksa Mia harus menemui Denny sendirian. Belum lagi mencapai pintu perpustakaan, Mia sudah bisa melihat sosok cowok yang memintanya bertemu, Denny Sumlang si kapten basket yang populer di kalangan para siswi Pelita Persada. Perawakannya yang jangkung, didukung wajah tampan berkulit putih memang cocok dijadikan bahan fantasi kekasih idaman. "Lo nyari gue?" tanya Mia tanpa basa-basi. "Hai, Mi!" Denny melambai sambil menampilkan senyum lebar penuh percaya diri. "Mau ngapain?" sahut Mia malas. "Boleh ngomong?" "Ini lagi ngomong," jawabnya ketus. "Maksudnya ngomong yang serius." Denny yang tadinya penuh percaya diri, sedikit kecut melihat sikap tidak bersahabat yang Mia tunjukkan. "Gue enggak lagi becanda." Mia terus saja menyahuti ogah-ogahan. "Mi, gue suka sama lo." "Gue enggak." Denny seperti tertampar. Sepanjang sejarahnya menyatakan cinta, belum satu kali juga Denny ditolak. Selama ini para cewek yang pernah Denny tembak, pasti kegirangan bukan main mendengar pernyataannya. Tidak ada yang bereaksi seperti Mia sekarang. "Mi, denger dulu dong." Namun, Denny tidak menyerah. "Kalo hari ini gue berhasil bikin tim basket kita menang, lo mau ya jadi cewek gue?" Mia mengernyit sebal. "Apa hubungannya?" "Kasih gue semangat aja, Mi. Jadi gue bakal usaha keras buat maen bagus." "Urusan lo menang apa kalah enggak ada hubungannya sama gue kali," ujar gadis itu dingin. "Kok, lo gitu sih, Mi?" Denny terlihat kecewa sekaligus sedikit tersinggung. "Lo yang kenapa gitu? Tau-tau maksa enggak jelas!" gerutu Mia ketus. "Suka atau enggak, pokoknya kalo gue menang, lo jadi cewek gue." "Mabok lo ya!" sembur Mia. "Mending lo ke lapangan tuh! Tim lo kasian punya kapten sinting kayak lo gini! Mau tanding bukannya fokus malah ngehayal!" Tanpa peduli lagi bagaimana tanggapan Denny, Mia meninggalkan cowok itu dengan perasaan dongkol. Mia sudah banyak dengar kabar kalau Denny itu playboy dan sok kecakepan. Sukanya menaklukkan cewek-cewek untuk dijadikan pacar lalu diputuskan sepihak.  Andai Martin tahu adiknya didekati cowok macam Denny, pasti habis dikarate anak itu. Ingat bukan kalau Mark itu overprotect terhadap Mia? Kalau yang mendekat cowok baik-baik saja Martin sudah parno, bayangkan yang model Denny itu?  Sialnya, baru beberapa langkah meninggalkan Denny, Mia berpapasan dengan Lio. Entah kebetulan macam apa yang membuat Mia selalu kepergok oleh Lio saat berada dalam momen yang tidak tepat. Padahal saat ini situasi di antara keduanya sedang kritis. Kalau beberapa bulan terakhir mereka begitu akrab dan hangat, dalam sekejap mata hubungan keduanya jadi dingin dan canggung tanpa diketahui penyebab pastinya. Tiba-tiba saja jadi seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN