Bab. 33

1777 Kata
     "Semuanya sudah siap Aruna? Tak ada yang ketinggalan?" tanya ibu yang berjalan menghampiri ku. Aku yang sedang mengecek semua barang-barang persiapan untuk mendekor tenda bazar hari ini di sekolah pun langsung menoleh.      "Ini sedang aku cek ibu," jawab ku. Setelah ku cek semua barang-barang yang ada di dalam tas ku itu lengkap semua. Aku pun kembali menarik resleting tas ku untuk menutup nya.       "Kau berangkat pesan ojek saja Aruna jangan naik bus. Kau bawa banyak barang itu, akan susah nanti jika kau naik bus," ucap ibu. Aku yang sedang makan sambil menonton tv pun hanya mengangguk saja.       "Baiklah, ibu mau ke pasar dulu ya. Nanti, klaau kau mau berangkat, jangan lupa untuk kunci pintu rumah nya ya .... karena, ayah kau juga tak ada di rumah dan belum pulang sejak tadi malam," ucap ibu berpesan kepada ku.       "Iya ibu, nnati kunci nya aku taruh di bawah pot bunga seperti biasa ya,"       "Iya," kemudian ibu pun langsung berjalan keluar sambil membawa tas keranjang untuk menaruh barang-barang yang ia beli di pasar nanti. Karena, kata Deni mulai mendekor di sekolah jam sembilan pagi dan ini baru saja jam delapan pagi. Aku memutuskan untuk kembali melanjutkan nonton tv terlebih dahulu. ---       Emma berjalan ke depan gang untuk menunggu angkutan umum yang akan mengantar nya ke pasar. Sambil berjalan Emma berpikir kemana suami nya itu. Kenapa belum juga pulang. Biasanya, walaupun suami nya tidak tidur di rumah, tapi setiap pagi sekitar jam lima subuh atau jam enam pagi itu suami nya kembali ke rumah. Tapi, sampai sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, suaminya itu belum juga pulang. Ketika di perjalanan, Emma pun bertemu dengan Bonar salah satu teman dekat nya Abraham.       "Bang Bonar!" teriak Emma memanggil Bonar yang sedang berjalan dengan sebelah tangan nya membawa sebuah plastik yang berwarna hitam entah isinya itu apa dan sebelah tangan nya lagi di sela-sela jari antara jari telunjuk dan jari jempol yang sedang mengapit sebuah rokok menoleh ke arah Emma yang memanggil nya dari belakang. Cukup jauh posisi Emma dengan Bonar. Emma pun langsung saja berlari kecil untuk menghampiri Bonar yang berada di depan sana. Ketika Emma sudah berada di hadapan Bonar. Bonar langsung bertanya kepada Emma.        "Ada apa Emma?" tanya Bonar kepada Emma.         "Kau tau dimana Abraham saat ini?" tanya Emma. Bonar yang bingung pun hanya menggaruk kening nya itu pelan.         "Lah saya tidak tau Emma, kan itu suami kau, kok malah tanya saya," ucap Bonar.         "Kira saya Abraham bersama bang Bonar, soalnya saya hanya tau teman Abraham di sini itu hanya bang Bonar," ucap Emma.        "Coba kau cek saja di warung pojok sana, siapatau Abraham masih ada di sana. Soalnya saya juga tidak tahu, semalam saya tidak kesana soalnya dan juga saya tidak bertemu dengan Abraham sejak hari kemarin," ucap Bonar memberikan saran kepada Emma.         "Baiklah, terimakasih ya bang Bonar,"        "Oke," saut Bonar. Setelah itu, Bonar pun pergi meninggalkan Emma. Emma menghela napas nya. Sudah bingung, kemana ia akan mencari suami nya itu. Emma pun melanjutkan langkah nya kembali menuju keluar gang. Tepat saja ketika Emma sudah berada di depan gang rumah nya, angkutan umum pun sudah berada di sana. Emma pun langsung saja naik angkutan umum tersebut dan pergi menuju ke pasar. --- Aruna         "Halo Duma? Iya ada apa?" tanya Aruna yang sedang memakai sepatu.         "Kau ada dimana? Aku udah ada di sekolahan ini," ucap Duma di seberang sana.          "Iya nanti Duma, aku sedang memakai sepatu ini. Bentar lagi aku berangkat kok, sekalian aku juga lagi nunggu Abang ojek yang aku pesan," ucap ku menjelaskan kepada nya. Ketika aku sedang menjelaskan kepada Duma, terdengar suara entah dari siapa yang memanggil Duma.         "Oh iya Duma, kata Deni jangan ada yang kelupaan barang nya. Semuanya harus kau bawa," ucap Duma yang menyampaikan pesan dari Deni. Aku berdehem. Paham apa yang diucapkan oleh Duma. Ketika aku dan Duma sedang mengobrol di telepon. Kebetulan juga pintu rumah ku masih tertutup. Tiba-tiba saja pintu tersebut terbuka dengan sangat kasar. Aku pun terkejut. Karena, posisi ku berada di belakang pintu utama rumah. Aku pun menunggu siapa orang yang membanting pintu rumah ku itu dengan sangat kasar nya. Tidak ku sangka itu adalah ayah. Dengan wajah nya yang sudah teler, dengan posisi yang sepertinya tidak sanggup untuk berdiri. Lalu, tidak lupa kedua tangan nya yang memegang dua botol minuman alkohol.         "Halo Duma? Itu ada apa? Kok berisik sekali? Seperti ada yang membanting barang?" Terdengar suara Duma yang bertanya tiba-tiba. Aku lupa, kalau sekarang aku sedang bertelponan dengan Duma.         "Hah? Iya Duma? Nanti ku telpon lagi ya," ucap ku dengan langsung menekan tombol berwarna merah untuk mematikan sambungan telepon. Setelah itu, aku langsung memasukkan ponsel ku ke dalam kantong celana jeans yang ku pakai. Lalu, aku langsung berlari ke arah ayah yang sudah terkapar di bawah lantai dekat pintu rumah.          "Astaga ayah!" Aku pun menepuk-nepuk pelan pipi ayah agar ayah bangun. Sebelum itu, aku mengambil kedua botol minuman alkohol yang ayah bawa dan ku letakkan kedua botol tersebut ke kotak sampah yang ada di depan rumah. Setelah itu, aku berjongkok kembali di samping ayah yang terkapar.          "Astaga ... Bagaimana aku membawa ayah untuk masuk ke dalam. Badan ayah sangat besar sekali," gumam ku. Lalu, aku menggoyang-goyangkan badan ayah tersebut.         "Ayah! Ayah! Ayah! Bangunlah!" ucap ku memanggil ayah. Tapi, ayah tetap saja tidak bangun. Bergerak sedikit saja, tidak.         "Apa aku harus menyeret ayah?" ucap ku berpikir sebentar. Mengingat, Abang ojek yang tela ku pesan tadi sudah berjalan menuju ke rumah ku. Aku langsung bergegas menarik kedua tangan ayah. Lalu, aku langsung menyeret pelan badan ayah ke kursi ruang tamu. Yah! Itu adalah tempat yang terdekat sekaligus terbaik untuk ayah saat ini.          "Hufft! Lelah sekali!" ucap ku sambil mengusap keringat yang ada di kening ku dengan punggung tangan ku. Aku pun duduk sebentar di kursi. Menatap ayah. Tak lama, bunyi klakson motor pun terdengar.            Tinn! Tinn! Tinn!             Aku pun langsung menengok ke arah pintu rumah yang terbuka lebar. Benar saja, itu adalah Abang ojek yang aku pesan tadi. Pun aku langsung bangun dari posisi ku duduk di kursi dan segera beranjak mengambil tas yang sudah tergeletak di lantai.         "Ayah aku berangkat," pamit ku kepada ayah yang sedang tidur dengan suara dengkuran yang sedikit keras. Aku menyampirkan tas ku di punggung ku. Lalu, aku berjalan keluar rumah, tak lupa aku menutup pintu rumah tersebut dengan rapat dan juga aku mengunci pintu rumah tersebut. Biarkanlah, ayah terkunci di dalam. Mungkin ibu sebentar lagi juga akan pulang dari pasar. Aku berjalan menghampiri Abang ojek yang sudah menunggu ku di luar pagar rumah ku yang terbuat dari bambu.          "Maaf ya om, agak lama tadi," ucap ku sambil menerima helm yang di berikan oleh Abang ojek tersebut.         "Iya neng tidak apa-apa. Ini kita langsung ke sekolah ya?" tanya Abang ojek tersebut.         "Iya om," aku pun langsung naik ke jok belakang motor Abang ojek tersebut. Setelah itu, motor pun langsung berjalan meninggalkan rumah ku. Di motor pula aku tak lupa mengirimi ibu pesan kalau ayah sudah pulang dengan kondisi mabuk berat. Dan aku juga memberitahu ibu, kalau aku sudah memindahkan ayah ke kursi panjang ruang tamu. ---          Saat ini Emma sedang berada di pasar. Emma sedang memilih-milih ikan segar yang akan ia olah di rumah nanti.         "Bang ini berapa?" tanya Emma sambil menunjuk ikan gurame yang berada di hadapan nya. Sebelum Abang yang menjual ikan itu menjawab. Ponsel yang berada di dalam tas keranjang belanjaan ny situ pun berbunyi. Emma langsung membuka tas keranjang belanjaan nya dan melihat siapa yang mengirim pesan ke ponsel nya itu. Ternyata itu pesan dari anak nya, Aruna. Emma pun langsung membuka pesan dari Aruna. Ternyata Aruna memberitahu kalau Abraham sudah pulang ke rumah. Emma menghela napas membaca pesan dari Aruna, kalau Abraham itu pulang dengan masih keadaan yang sedang sangat mabuk. Emma capek sekali rasanya. Bosan sekali rasanya Emma melihat suaminya itu setiap pulang ke rumah dengan keadaan mabuk. Emma pun tak membalas pesan dari Aruna. Emma hanya membacanya saja. Lalu, Emma langsung menaruh kembali ponsel nya itu ke dalam tas keranjang belanjaan nya tersebut.         "Bang, saya ambil ikan ini ya," ucap Emma dengan menunjuk ikan gurame yang segar itu. Setelah, Emma menerima ikan yang sudah di bungkus oleh penjual nya. Emma membayar ikan tersebut. Kemudian, Emma langsung pergi untuk segera pulang ke rumah. --- Aruna         "Terimakasih ya om," ucap ku setelah aku turun dari motor. Lalu, aku pun langsung membuka kaitan helm nya dan langsung memberikan helm itu ke Abang ojek nya tersebut. Tak lupa, aku langsung membayar tarif ojek nya. Setelah aku memberikan uang pas keapda Abang ojek tersebut. Aku langsung berlari kecil ke dalam gerbang sekolahan. Karena, daritadi aku sudah di telponin terus sama Duma sejak aku di masih di jalan. Aku tau kalau aku sudah pasti sangat telat sekali datang nya. Jika saja ayah tadi tidak pulang dengan keadaan yang mabuk berat, aku pasti tidak akan telat datang ke sekolah. Sudahlah, saat ini bukan waktunya aku harus menyalahkan ayah. Lagipula, itu kan memang kebiasaan ayah. Walaupun ayah sudah diberikan nasehat oleh ibu, tapi ayah tetap saja mengulang kesalahan nya itu kembali. Aku pun berlari menuju ke lapangan. Dan benar saja, disana semua anak kelas sudah pada kumpul. Dan aku melihat Deni pun sepertinya sedang memberikan arahan kepada anak-anak kelas. Aku pun melihat Duma yang duduk sendirian dengan kepala yang menunduk melihat ponsel nya. Mungkin saja Duma sedang menunggu kabar dari ku.           "Nah itu dia! Si miskin itu udah datang! Woi! Cepatlah! Disini kami sudah lelah daritadi menunggu kau datang," ucap salah satu murid perempuan yang melihat ku berdiri di belakang mereka. Aku yang diteriaki oleh temen sekelas ku pun langsung berlari menuju mereka dengan banyaknya barang-barang yang ku bawa untuk keperluan dalam mendekor tenda bazar. Setelah aku berada di depan mereka, aku pun langsung menurunkan tas yang berada di punggung ku. Duma pun bangun dari posisi duduk nya dan langsung membantu ku untuk membereskan barang-barang yang ku bawa.           "Maaf Deni, aku sedikit telat," ucap ku sambil menatap ke arah nya.           "Apa? Sedikit?? Sedikit telat kau bilang??? Lihatlah jam kau itu. Sekarang sudah pukul berapa? Kami disini dari jam sembilan kau tau?!!" ucap Tiwi dengan tangan nya yang sedang mengipas-ngipasj wajah nya dengan kipas angin portabel yang dipegang nya itu.          "Maaf teman-teman, tadi ada urusan sedikit. Sekali lagi maaf ya teman-teman," ucap ku sambil menundukkan kepala ku.          "Udahlah teman-teman, Aruna juga udah minta maaf kan. Lagian daripada nyalahin Aruna, mendingan kita langsung mendekor tenda nya," ucap Duma yang sudah jengah kepada anak-anak kelas yang menyalahi diriku terus-terusan.          "Iya, yang dikatakan oleh Duma benar. Lebih baik kita langsung mendekor tenda nya. Yok teman-teman kita mulai sekarang, nanti selesai nya takut kesorean," ucap Deni kepada teman-teman yang lain. Lalu, anak-anak kelas pun bangun dari posisi duduk nya dan langsung bergegas untuk mendekor tenda bazar yang akan digunakan nanti. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN