"Hai!" sapa ku kepada Duma yang sedang memejamkan mata nya menikmati alunan musik yang sedang ia dengar lewat earphone yang terpasang di kedua telinga nya tersebut. Tapi, sepertinya Duma tak mendengar sapaan dari ku dan juga ia belum menyadari keberadaan ku yang sudah duduk di sebelahnya. Aku menggelengkan kepala ku menatap Duma heran. Malahan sekarang ia menggeleng-gelengkan kepala nya. Astaga! Apa iya volume suara musik nya di besarkan sampai full sampai-sampai tak mendengar suara ku. Aku pun dengan jahil nya langsung menarik salah satu earphone yang terpasang di telinga nya itu sampai-sampai Duma pun terkejut dengan aksi jahil ku yang tiba-tiba seperti ini.
"Eh Aruna?!!" ucap Duma dengan kedua mata yang melebar melihat ke arah ku. Berlebihan sekali respon Duma ini.
"Kapan kau sampai?" tanya nya.
"Lumayan dari tadi sih, kau kan tadi aku panggil, tapi kau malah asik sekali mendengar lagu di earphone kau itu," ucap ku sambil melepaskan tas yang berada di punggung ku. Ku taruh di atas meja ku.
"Hehehe abisnya lagu nya enak sih," ucap nya sambil menyengir. Tak lama bel masuk pun berbunyi. Dan tepat itu juga guru pelajaran di jam pertama di kelas ku pun masuk. Memang guru yang satu ini sangat disiplin sekali dalam mengajar.
"Pagi anak-anak!" sapa ibu guru tersebut dengan tegas. Bisa dikatakan guru yang satu ini cukup killer bagi murid-murid di sekolah ini.
"Pagi Bu!" jawab kami sekelas dengan kompak. Ibu Yulia. Itu adalah namanya. Bu Yulia pun langsung membuka salah satu map yang ia bawa dan mulai mengabsen semua murid di dalam kelas ini. Setelah Bu Yulia mengabsen semua murid di dalam kelas ini. Bu Yulia pun meminta kepada semua murid dalam kelas ini untuk segera mengumpulkan tugas yang telah di berikan kemarin. Aku beruntung kemarin Duma datang ke rumah ku, selain menjenguk ku Duma pun menjelaskan materi kemarin yang di jelaskan oleh Bu Yulia, jadi aku pun cukup memahami materi kemarin yang dijelaskan oleh Duma. Kami semua bangun dari kursi yang di duduki, lalu melangkah ke depan untuk mengumpulkan tugas yang di berikan oleh Bu Yulia di atas meja guru tersebut.
"Baiklah, kita akan melanjutkan materi yang kemarin ya anak-anak," ucap Bu Yulia yang sudah berdiri di samping papan tulis. Lalu, Bu Yulia pun menjelaskan materi nya dan kami pun mendengarkan penjelasan materi dari Bu Yulia dengan suasana yang hening.
---
"Eh Aruna, denger-denger nanti masing-masing kelas ngadain bazar gitu tau," ucap Duma yang sedang berjalan di samping ku. Aku dan Duma akan pergi ke kantin untuk mengisi perut kami yang sudah lapar. Aku menoleh ke arah Duma.
"Kau tau dari siapa?" tanya ku. Karena, aku memang belum mengetahui info ini. Biasanya, ketua kelas akan mengumumkan nya di kelas nanti.
"Denger dari anak-anak kelas aja sih, tapi belum tau benar apa tidak, soalnya Deni juga belum ingin di kelas," aku hanya mengangguk merespon ucapan Duma. Sesampainya kami di kantin. Aku mengedarkan pandangan ku. Mencari sebuah meja yang kosong. Suasana kantin saat ini sangat ramai sekali. Bahkan, meja-meja yang tersedia di kantin ini saja sudah hampir penuh.
"Yaaahhh! penuh semua deh sepertinya Aruna," ucap Duma.
"Itu! Paling pojok. Meja yang pojok itu kosong. Ayo kita kesana," ucap ku sambil menunjuk meja yang berada di paling pojok sebelah kanan kantin. Aku dengan segera menarik tangan Duma untuk berjalan ke arah meja yang aku tunjuk tadi. Sesampainya kami di meja tersebut. Kami pun langsung duduk.
"Kau mau pesan apa? Biar aku yang pesan. Kau tunggu di sini saja, jaga meja ini takutnya nanti ada orang yang menempati lagi," ucap ku yang kembali bangun dari tempat ku duduk.
"Aku mau nasi ayam geprek aja deh, level pedas nya yang level 2 ya Aruna, perut ku sangat lapar soalnya dan minum nya es jeruk aja deh," ucap Duma. Aku hanya mengangguk saja. Kemudian, aku pun pergi melangkah untuk membeli semua pesanan Duma dan punya ku juga.
---
Setelah aku menerima semua pesanan yang aku beli, aku pun melangkah ke meja yang berada di pojok tadi. Dan kebetulan saja aku melihat di sana Duma tidak duduk sendirian melainkan ia di temani oleh murid-murid perempuan lainnya. Dan sepertinya murid-murid tersebut bukan berasal dari kelas ku. Aku pun dengan cepat menghampiri Duma yang duduk di meja pojok itu. Lalu, ketika aku sudah sampai di meja yang akan aku dan Duma gunakan untuk memakan-makanan yang telah ku pesan tadi ternyata kursi yang berada di meja itu pun tidak tersisa. Kursi-kursi yang berada di meja itu sudah terisi oleh 3 orang murid perempuan tersebut. Ketika Duma menyadari keberadaan ku, Duma langsung mengambil alih nampan makanan dari tangan ku.
"Ini ada apa? Kok rame-rame gini?" ucap ku dengan sopan.
"Tidak Aruna, mereka tadi nyari tempat meja yang kosong, tapi ternyata sudah penuh. Dan mereka melihat aku di sini sendirian, jadi mereka ingin gabung dengan kita, boleh kan?" ucap Duma menjelaskan.
"Oh ya boleh, tapi ... Kursi untuk ku tak ada ya?" tanya ku pelan. Duma pun menepuk kening nya pelan dengan satu telapak tangan nya.
"Astaga! iya, kursi nya tak cukup. Sebentar!" ucap Duma dengan mata nya yang mencari-cari kursi yang kosong. Aku pun ikut mencari kursi yang kosong untuk ku juga. Tapi, tidak ada. Semua kursi telah di isi oleh murid-murid yang sedang makan.
"Tapi ... Aruna, kursi nya penuh semua. Bagaimana ya???" tanya Duma dengan bingung. Aku pun melihat ketiga murid perempuan yang duduk di meja bersama Duma tadi. Mereka pun sangat tidak peduli dengan kebingungan aku dan Duma. Mereka malah tetap saja bermain ponsel nya masing-masing, tanpa memikirkan keadaan ku. Aku menoleh kan kepala ku ke arah penjual yang berada di belakang ku. Karena, meja tempat aku dan Duma posisinya dekat sekali dengan salah satu penjual di kantin. Aku berinisiatif untuk meminjam satu kursi di sana. Aku pun melangkahkan kaki ku mendekati salah satu penjual di kantin ini.
"Pak, boleh pinjam satu kursi nya? Soalnya kursi nya tak ada yang kosong pak," ucap ku meminta ijin kepada salah satu penjual yang sedang menyajikan pesanan untuk murid-murid yang memesan. Penjual itu pun menolehkan kepala nya menghadap ke arah ku.
"Oh boleh dek, itu kursi plastik yang di pojok itu tapi adanya, tidak apa-apa?" tanya nya. Aku pun hanya mengangguk.
"Pinjam sebentar ya pak," ucap ku sambil mengambil kursi plastik yang telah di tunjuk oleh nya tadi. Aku pun mengangkat kursi plastik tersebut dan membawanya ke arah samping kursi yang Duma duduki. Ketika aku sudah berada di dekat Duma, salah satu murid perempuan yang duduk bersama Duma tadi pun tidak ada. Aku berpikir mungkin sedang memesan sesuatu. Aku tidak peduli. Sebenarnya aku sedikit kesal dengan mereka yang memiliki sikap acuh terhadap aku dan Duma yang sedang kebingungan mencari kursi untuk ku tadi. Aku pun langsung saja menyantap makanan yang telah ku pesan tadi. Buru-buru untuk menghabiskan makanan nya, karena bel masuk pun seperti nya akan berbunyi.
---
"Teman-teman!" panggil Deni yang baru masuk ke kelas, karena ia tadi habis mengikuti rapat bersama pengurus OSIS untuk membahas suatu hal. Deni sebagai ketua kelas di kelas ku pun menjadi perwakilan dari kelas ku. Aku yang sedang mengobrol dengan Duma pun langsung menghentikan perbincangan kami. Aku langsung memerhatikan Deni yang berdiri di depan kelas, mungkin ia ingin memberikan informasi yang di dapatkan dari hasil rapat nya bersama pengurus OSIS tadi.
"Teman-teman! Diam dulu, saya ingin bicara membahas suatu hal yang tadi telah di bicarakan bersama oleh pengurus OSIS," ucap Deni sedikit keras. Aku pun menghela napas melihat kelakuan-kelakuan anak-anak kelas. Susah sekali untuk mereka diam sebentar.
"Ada apa pak ketua kelas?" tanya salah satu murid laki-laki yang berada di belakang. Karena, suasana kelas masih sedikit berisik. Akhirnya, murid laki-laki yang tadi bertanya itu pun langsung berteriak untuk meminta kepada semua murid yang berada di kelas ini untuk diam terlebih dahulu. Dan ya! Dengan teriakan dari murid laki-laki itu tentu saja suasana di kelas pun hening.
"Perhatikan dulu itu ketua kelas di depan, dia mau ngomong," ucap murid laki-laki tersebut. Semua murid di dalam kelas ini pun langsung memerhatikan Deni yang berada di depan kelas, yang sedang duduk di kursi guru tersebut.
"Oke! Terimakasih Bagas udah bantuin saya. Baiklah, jadi gini teman-teman, tadi kan saya ikut rapat bersama pengurus OSIS di ruang rapat. Dan disana kami membahas tentang acara ulang tahun sekolahan ini. Nah, katanya nanti masing-masing kelas harus bisa ikut berpartisipasi dalam meramaikan perayaan ulang tahun sekolahan ini," ucap Deni menjelaskan.
"Memang kapan Den ulang tahun nya?" tanya Tiwi.
"Nanti Minggu depan, hari senin acara nya akan dilaksanakan," jawab Deni.
"Nah, jadi teman-teman disini saya sebagai ketua kelas di kelas ini ingin meminta pendapat dengan kalian semua. Jadi, kalian sepakat nya kelas ini mau menyumbangkan apa nih buat perayaan ulang tahun nanti?" tanya Deni meminta usul kepada kami semua.
"Ya, kita adakan bazar seperti biasa aja lah Den, memang mau apalagi selain itu," ucap Bagas. Deni pun mengangguk mendengar ucapan dari Bagas.
"Selain bazar Bagas, kalau untuk bazar kan setiap tahun dalam perayaan ulang tahun sekolahan ini juga kita ngadain, dan kelas-kelas lain juga ngadain. Jadi, bazar ini kegiatan wajib yang harus dilakukan ketika perayaan ulang tahun," ucap Deni.
"Yaudah, memang nya mau ngadain apa?" tanya Bagas. "Teman-teman yang lain ayo kasih saran, kelas kita mau nyumbang apa nih?" lanjut Bagas bertanya.
"Mau nampilin dance dong, boleh tidak?" tanya Tiwi. Deni pun menoleh ke arah Tiwi.
"Kau? Sama siapa aja?" tanya Deni.
"Sama Vera dan yang lain," ucap Tiwi. Deni pun mengangguk paham.
"Oke, saya data ya," ucap Deni sambil menuliskan nama Tiwi dan yang lainnya di atas kertas.
"Baiklah, yang lain ada yang mau menampilkan bakat nya?" tanya Deni lagi. "Duma mau nampilin bakat tidak?" tanya Deni kepada Duma yang hanya memerhatikan sedari tadi tanpa berniat ikut berpartisipasi. Duma pun dengan langsung menggelengkan kepala nya.
"Tidak Deni, nanti aku sama Aruna yang menjaga bazar aja," jawab Duma dengan membawa-bawa nama ku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala ku saja. Memang setiap tahun aku ini selalu menjadi pengurus bazar kelas. Karena, anak-anak yang lainnya di kelas ini tidak ada yang mau untuk menjaga bazar kelas. Jadi, sebelum Duma sekolah di sini, aku lah yang menjaga bazar sendirian.
"Oke kalau begitu, Aruna seperti biasa tugas kau yang menjaga bazar ya, dan untuk yang lainnya jika ada yang ingin membantu Aruna dipersilahkan," ucap Deni. "Ini jadi tak ada yang mau nampilin bakat nya lagi? Bagas? Biasanya kau ngeband sama anak lain, Minggu depan mau tampil tidak?"
"Nanti ada anak sekolahan lain tidak yang datang?" tanya Bagas.
"Oh iya teman-teman nanti acara nya juga terbuka untuk umum. Jadi, kalian ingin mengajak teman dari luar juga tidak apa-apa. Dan satu lagi, nanti rencananya sekolahan kita juga akan ngundang bintang tamu,"
"Beneran den?" tanya Bagas.
"Iya, jadi gimana mau tampil tidak?"
"Boleh deh," jawab Bagas. Kemudian, Deni pun langsung menulis nama Bagas dan kawan-kawan untuk tampil minggu depan.
"Oke, ini saya setor ke OSIS ya, dan kalian harus benar-benar tampil minggu depan, tidak boleh ada alasan untuk tidak jadi tampil. Oke?"
"Siap pak ketua!" ucap Bagas semangat sambil tangan nya memeragakan gaya hormat. Kemudian, Deni pun pergi keluar lagi untuk menyetor data-data yang telah ia tulis tadi.
"Jadi, minggu depan kita jaga bazar ya Aruna?" ucap Duma dengan bersemangat.
"Iyaaa Duma," jawab ku. Heran sekali dengan Duma kok menjaga bazar aja dirinya malah senang. Aku pun menggeleng-gelengkan kepala ku heran.
[]