"Heh Aruna, kau itu anak gadis, sudah malam-malam seperti ini masih saja berkeliaran di luar? Ini sudah jam sebelas malam loh. Mau jadi apa kau, anak gadis malam-malam seperti ini tidak berada di dalam rumah nya," ucap salah satu ibu-ibu yang sedang membereskan warung nya yang menegur ku ketika aku sedang berjalan menuju ke rumah. Aku pun langsung saja menghentikan langkah ku.
"Eh? Maaf Bu? Kenapa ya Bu?" Aku bingung. Tiba-tiba saja ibu Rini memanggil ku dan langsung nyerocos seperti itu kepada ku.
"Ya kau itu, sudah malam tapi masih berkeliaran di luar rumah. Ka kan anak gadis, memang nya kau tidak takut diapa-apain sama orang," jawab Bu Rini.
"Saya habis pulang dari kerja Bu, menggantikan ibu saya yang sakit,"
"Sakit apa emang ibu kau?"
"Panas dingin Bu, sudah ya Bu sudah malam, takut nya Aruna di tungguin sama ibu di rumah," ucap ku sambil pamit.
"Yasudah, hati-hati," ucap nya. Aku pun tersenyum menanggapi nya. Aku pun kembali berjalan ke rumah. Tapi, tiba-tiba saja ketika aku sedang berjalan aku merasa ada yang mengikuti diri ku dari belakang. Sekarang posisi ku sudah agak jauh dari warung Bu Rini, aku pun semakin mempercepat langkah ku. Dan aku merasa, orang yang mengikuti ku pun ikut berjalan cepat. Aku pun berlari untuk menghindari dari orang yang mengikuti ku dari belakang. Tiba-tiba saja tangan ku di tarik dari belakang. Dan aku di peluk dengan erat oleh seseorang pria. Aku pun mulai memberontak. Sekarang ada tiga orang pria. Yang satu nya memeluk ku, menahan diri ku agar tidak pergi. Dan dua orang pria lainnya juga berjaga-jaga menghadang ku takut aku akan pergi dari jangkauan mereka.
"LEPASKANNNN!!!!" Aku memberontak keras di dalam pelukan seorang pria berperut buncit itu. Aku mencium bau-bau alkohol yang sangat kuat. Aku yakin, mereka pasti sedang dalam keadaan yang mabu. Keadaan yang tidak sadar apa yang sedang mereka lakukan.
"Hey kawan ada mangsa nih, hmm sepertinya lebih baik kita bawa saja dia ke markas kita gimana? Atau kita lakukan saja di tengah jalan yang sepi ini?" tanya seorang pria yang sedang memeluk ku kepada seorang pria lainnya.
"Lebih baik kita bawa saja ke markas kita dan kita lakukan disana dengan puas," Aku yang mendengar jawaban tersebut pun langsung menangis. Aku memberontak semakin keras agar aku bisa terlepas dari pelukan pria berperut buncit ini.
"TOLONGGGGG!!!! Tolongg jangan berbuat apapun dengan ku, jangan sentuh aku tolong, kumohonnnnn," ucap ku memohon kepada mereka.
"Hey gadis cantik sudah lah diam saja kau, akan merasakan kenikmatan dunia setelah ini, teman ayo bantu aku membawa dia," aku pun langsung di seret paksa oleh mereka. Aku menangis. Aku takut dengan mereka.
"Tuhan tolong aku malam ini, aku sangat takut," ucap batin ku memohon kepada Tuhan.
"Ayo cepat jalan nya, nanti warga ada yang melihat kita gadis cantik," aku pun berpikir dengan keras, bagaimana caranya agar aku bisa lepas dari mereka ini. Aku melihat dua orang pria teman nya si pria berperut buncit ini berjalan di depan. Dan si pria berperut buncit ini melingkar kan lengan nya ke leher ku. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung saja melancarkan aksi ku. Menggigit keras lengan si pria berperut buncit ini.
"ARGHHHHHH!!!!!" teriak pria yang menahan ku dengan lengan nya itu. Lantas, langsung saja pria berperut buncit itu melepaskan tangan nya dari lingkaran leher ku. Aku pun langsung saja berlari dengan sangat kuat. Berlari dengan perasaan yang sangat deg-degan, takut-takut mereka akan menangkap ku. Aku tidak peduli, kaki ku yang sudah lelah.
"Kenapa boss?!"
"Dasar bodoh jangan pikirkan aku, kau cepat kejar anak itu, kejar sampai dapat, CEPATLAHHHHH!!!!!" aku yang mendengar suruhan dari pria berperut buncit itu menyuruh anak buah nya untuk mengejar ku pun, langsung saja aku berlari menambah kecepatan lari ku. Kaki ku sakit, aku rasa kaki ku terluka. Aku berlari terus sampai aku melihat rumah ku. Dan ibu menunggu di depan halaman rumah ku. Aku pun menambah kecepatan lari ku kembali. Tidak peduli, mereka masih mengejar ku atau tidak yang penting aku sampai ke rumah.
"IBUUUUU" teriak ku. Ibu pun menoleh. "Aruna!" Aku pun berlari dan ketika sudah sampai di depan ibu aku langsung menarik ibu untuk masuk ke dalam rumah langsung dan mengunci pintu rumah. Ibu pun kebingungan melihat sikap ku yang seperti ini. Aku pun langsung mengintip keadaan di luar dari jendela. Benar saja, dua orang pria tadi masih mengikuti ku. Mereka sedang mencari ku.
"Ah sial kemana anak gadis itu, bisa habis kita jika tidak membawa gadis itu," ucap salah satu pria tersebut.
"Ayo! Coba kita cari kesana," mereka pun langsung pergi untuk mencari ku kembali. Aku menghela napas. Akhirnya mereka pergi juga. Aku merasa ada yang menyentuh bahu ku.
"Aruna ... Ada apa?" tanya ibu kepada ku.
"Terus ini kenapa kau sangat berkeringat," lanjut ibu sambil mengusap keringat yang ada di kening ku.
"Tidak ada apa-apa ibu," ucap ku berbohong agar ibu tidak khawatir. "Jujur Aruna, ibu tau kau sedang menutupi sesuatu dari ibu,"
"Ibu sudah baikan?" tanya ku mengalihkan pembicaraan.
"Jangan mengalihkan pembicaraan Aruna, ibu tidak suka," ucap ibu.
"Baiklah baiklah, aku akan jujur. Tadi ketika aku sedang berjalan pulang. Tiba-tiba saja ada tiga orang pria yang mengikuti ku dari belakang,"
"Benarkah? Terus kau tidak apa-apa Aruna? Apakah mereka menyakiti kau? Siapa mereka? Kenapa mereka membuntuti kau Aruna?" tanya ibu dengan beruntun. Nahkan benar saja, baru ku ceritakan sedikit saja ibu sudah bertanya tanpa henti nya.
"Ibu aku tidak apa-apa, mereka tidak menyakiti aku. Aku tidak tahu mereka siapa. Mereka tadi itu sedang dalam keadaan mabuk," jawab ku. Ibu pun langsung saja memeluk diri ku. "Syukurlah, jika kau tidak apa-apa, perasaan ibu juga tadi sudah tidak enak, makanya ibu menunggu di luar tadi, yasudah kau cepatlah mandi setelah itu kau langsung beristirahat, kau sudah makan?"
"Iya sudah, aku tadi di kasih nasi kotak oleh mba dini di cafe,"
"Yasudah, kau segera bersihkan tubuh kau ya," aku pun hanya mengangguk. Aku berjalan menuju ke kamar ku. Dan segera saja aku pun langsung membuka semua pakaian ku dan langsung bergegas untuk mandi.
---
"Hah! Akhirnya, segar sekali rasanya setelah mandi," setelah aku menaruh handuk ku, aku langsung berjalan ke arah meja belajar untuk memeriksa apakah hari esok ada tugas. Dan benar saja, ternyata besok ada tugas yang harus di kumpulkan. Aku pun menarik kursi untuk ku duduki. Dan langsung saja aku membuka buku untuk menyelesaikan tugas sekolah ku. Sebenarnya, aku sangat letih sekali setelah dari sore aku bekerja menggantikan ibu di cafe. Rasanya aku ingin sekali langsung tertidur di atas kasur yang empuk itu dan masuk ke dalam alam mimpi ku. Oh ya, ngomong-ngomong aku belum bertemu ayah daritadi. Kemana ayah? Aku berniat ingin meminta maaf kepada ayah setelah perkataan-perkataan ku kemarin yang aku lontarkan kepada ayah. Tapi, sampai saat ini pun aku tak melihat batang hidung ayah.
Tok ... Tok ... Tok ...
Aku yang sedang menulis jawaban dari soal yang di berikan oleh guru ku, mendengar ketukan pintu kamar ku. "Ya, masuk saja Bu," aku yakin pasti itu ibu, karena di rumah ini tidak ada siapa-siapa lagi selain aku dan ibu. Terdengar suara derit pintu yang di dorong. Aku menoleh ke belakang dan melihat ibu yang sedang berjalan ke arah ku sambil membawa segelas s**u di atas nampan yang di pegang oleh kedua tangan nya. Ibu tersenyum melihat ku yang sedang membuka buku untuk belajar.
"Kau sedang belajar Aruna?" tanya ibu basa basi.
"Iya Bu, aku sedang mengerjakan tugas untuk besok," ibu menaruh segelas s**u nya di atas meja belajar ku, dekat dengan ku.
"Nah, ini minumlah, kau pasti lelah setelah bekerja menggantikan ibu di cafe, dan sekarang kau lanjut untuk belajar mengerjakan tugas," aku pun segera meminum s**u yang di berikan oleh ibu sampai habis. Ibu mengelus kepala ku.
"Maafkan ibu ya nak, ibu harus sakit tadi sehingga kau harus menggantikan ibu bekerja," aku yang sudah menghabiskan s**u pemberian dari ibu pun langsung saja menggelengkan kepala ku. Aku memegang kedua tangan ibu.
"Ibu tidak apa-apa, sekali-kali aku membantu ibu untuk mencari uang kan? Dan ibu beristirahat di rumah," ucap ku.
"Ibu merasa tidak becus sekali, sampai-sampai menyuruh anak ibu yang bekerja, seharusnya tugas Aruna itu hanyalah belajar, hanya sekolah,"
"Kan ibu sedang sakit, tidak mungkin juga aku tega membiarkan ibu tetap bekerja, walaupun ibu izin tapi kan cafe sedang ramai jadi tidak mungkin ibu di izinkan untuk tidak bekerja sehari. Jadi, sudahlah ibu, lebih baik ibu beristirahat di kamar dan tidur, dan juga apa ibu malam ini sudah minum obat?" tanya ku.
"Iya, ibu sudah meminum obat nya kok, yasudah kalau begitu ibu masuk kamar ya," ketika ibu ingin beranjak, melangkah untuk keluar. Aku menahan sebelah tangan ibu. "Iya Aruna, ada apa?" tanya ibu. Aku menundukkan kepala ku.
"Ibu apakah hari ini ibu melihat ayah?" tanya ku. Ibu pun kembali duduk di kasur ku. "Itu lah Aruna, ibu juga dari tadi sedang memikirkan ayah kau Aruna, dari pagi ibu juga belum melihat ayah sama sekali,"
"Apa ayah tidak pulang ibu?"
"Tidak, ibu juga sudah menelpon ayah berulang kali dari tadi, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari ayah kau,"
"Kemana ayah ya bu?" tanya ku dengan gumaman pelan. Tapi, ibu masih mendengar nya. "Memang kenapa Aruna? Tidak biasanya kau mencari ayah kau, cerita sama ibu, apa yang terjadi?"
"Aku ... Aku hanya ingin minta maaf sama ayah, Bu," ucap ku sambil menautkan kedua tangan ku. Ibu mengernyit heran mendengar jawaban dari ku.
"Minta maaf?" Beo ibu.
"Iya ibu,"
"Untuk apa? Kau berbuat salah sama ayah kau?" tanya ibu. Aku pun mengangguk menjawab nya.
"Kau berbuat salah apa dengan ayah kau?"
"Sebenarnya, di hari kemarin ketiak dua orang rentenir itu datang ke rumah, dan setelah ibu tertidur di kamar. Aku sempat beradu mulut dengan ayah," jawab ku.
"Kenapa? Kau beradu mulut untuk apa Aruna?"
"Ketika itu aku sudah sangat kesal dengan ayah, ibu. Ketika itu jugaz aku melontarkan ucapan-ucapan yang mungkin menyakitkan untuk hati ayah. Soalnya waktu itu, ayah dengan tega nya mengambil uang tabungan punya ibu. Dan setelah itu, bukannya ayah meminta maaf kepada ibu, tapi ayah malah enak-enakan duduk santai sambil menikmati gorengan panas di depan tv. Sedangkan, ibu sedih melihat uang tabungan ibu yang sudah ludes tidak tersisa," ucap ku menjelaskan kepada ibu.
"Aruna, sekarang dengar ibu. Memang pada saat itu ibu sakit hati sekali dengan ayah kau, tapi, mengingat ayah kau memiliki utang yang cukup banyak dengan dua orang rentenir itu, ibu pikir lebih baik ibu membayarkan utang ayah kau, daripada rumah ini di sita atau di ambil oleh para rentenir itu. Ibu tidak mau sampai itu terjadi. Ibu tidak mau walaupun keadaan kita susah, tapi ibu tidak mau sampai kita itu tak mempunyai rumah untuk kita tinggal. Lagian, ayah kau mau dapat uang dari mana untuk membayar utang itu semua. Gampang kok, nanti ibu akan menabung kembali dari uang hasil kerja keras ibu, jadi kau tidak usah bersikap seperti itu lagi ya Aruna. Ibu tau kau itu peduli sekali dengan ibu, tapi dengan kau melontarkan ucapan-ucapan yang menyakiti hati ayah kau, itu lebih tidak bagus, ibu tidak mau sampai anak ibu ini kualat dengan orang tua, kau berjanji Aruna? Jangan pernah melontarkan ucapan-ucapan yang menyakiti lagi kepada orang tua kau, okee?" ucap ibu sambil menunjukkan jari kelingking nya kehadapan ku. Aku pun menautkan jari kelingking ku dengan jari kelingking nya. Tanda aku menyetujui perjanjian itu.
[]