Bab. 45

1831 Kata
       Hari ini adalah hari pertama aku mulai ujian untuk kenaikan kelas. Terlihat murid-murid berjalan masuk ke dalam sekolah dengan ekspresi wajah yang sedikit tegang, ada yang mulut nya sedang komat kamit menghafal materi-materi yang telah di berikan oleh guru-guru. Saat ini aku pun sudah berada di ruangan kelas dengan buku pelajaran yang berada di atas meja ku. Ngomong-ngomong lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, dan aku belum melihat Duma ada di kelas ini.         "Kemana anak itu? Apa dia lupa hari ini ada ujian?" gumam ku. Aku pun berniat untuk menghubungi Duma. Aku merogoh saku seragam ku untuk mengambil ponsel ku. Lalu, aku ketik nama Duma di kontak ponsel ku dan langsung menelpon nya, namun tiba-tiba Duma datang dengan napas yang sudah seperti ngos-ngosan. Duma pun berjalan langsung mencari bangku nya. Tidak lama, pengawas ujian di ruangan ku pun masuk.          "Selamat pagi anak-anak," ucap pak Bagus. Ya, di hari pertama ku ujian ternyata di ruangan ku adalah pak Bagus sebagai pengawas nya.          "Pagi pak," jawab kami semua di dalam kelas. Di ruangan ku ini tidak hanya murid-murid dari kelas sebelas IPA satu aja, melainkan ada dari kelas-kelas lain juga.          "Bagaimana? Apa kalian sudah siap untuk mengerjakan ujian kenaikan kelas kalian di hari ini? Apa kalian semua sudah belajar semalam?" tanya pak Bagus sambil membuka lem amplop yang berisi lembar jawaban dan soal-soal ujian.          "Sudah pak!"         "Wah berarti sudah pada siap semua berarti ya?" tanya pak Bagus lagi sambil merapikan kertas-kertas lembar jawaban dan soal ujian nya.         "Ya... Siap tak siap pak," saut salah satu murid laki-laki yang duduk nya di paling pojok belakang. Pak Bagus pun hanya terkekeh mendengar nya.         "Baiklah anak-anak, semua alat-alat, kecuali pensil penghapus dan papan ujian silakan masukkan ke dalam tas kalian. Ponsel kalian juga jangan lupa di matikan terlebih dahulu agar nanti tidak mengganggu ujian kalian. Ponsel harus masuk ke dalam tas kalian, jangan kalian sumputin ponsel kalian ya... Ingat ya, bapak tau kok kalau kalian nyumputin ponsel kalian. Jadi, daripada nanti ketahuan sama bapak dan ponsel kalian akan bapak ambil langsung dan akan bapak serahkan ke ruangan BK, dan juga kalian tidak akan bisa mengambil ponsel kalian lagi. Jadi, sekarang cepat simpan ponsel kalian di dalam tas. Lalu, tas nya kalian taruh di depan dekat meja bapak itu ya. Oh iya, satu lagi kalau bapak menemukan kertas-kertas kecil atau contekan-contekan yang telah kalian buat maka nanti kalian tidak akan bisa melanjutkan ujian hari ini, dan sebagai gantinya nanti kalian akan mengerjakan ujian nya di ruang guru. Paham anak-anak?!" ucap pak Bagus mengingatkan kepada kami semua.        "Paham pak!" jawab kami semua. Lalu, aku pun berdiri dan menjinjing tas ku untuk ku taruh di depan sana dekat meja pak Bagus.         "Aruna, kok aku deg-degan ya mau ngerjain soal nya," ucap Duma tiba-tiba yang ternyata sudah berada di samping ku. Lalu, Duma menaruh tas seolah nya itu tepat di samping tas ku.         "Udah yakin aja, kalau kau itu pasti bisa mengerjakan nya," ucap ku menenangkan.         "Ngomong-ngomong kok tadi kau datang siang sekali? untung kau tidak telat," ucap ku. Namun, sebelum Duma menjawab pertanyaan dari ku, tiba-tiba pak Bagus pun menegur aku.        "Aruna! Ayo cepat duduk. Kok malah ngobrol, nanti aja kalau ma ngerumpi nya," ucap pak Bagus sedikit bercanda.         "Nanti akan aku ceritakan," ucap Duma sambil berjalan cepat menuju tempat duduk nya yang berada di barisan ketiga. Aku juga langsung berjalan menuju kursi yang akan ku pakai untuk mengerjakan ujian ku. Setelah itu, pak Bagus pun langsung membagikan kertas lembar ujian dan soal-soal ujian kepada kami semua.        "Ingat ya, kerjakan dengan jujur," ucap pak Bagus. Setelah itu, pak Bagus langsung berjalan kembali menuju meja nya dan lanjut mengisi daftar hadir siswa siswi di ruangan ujian ini. Aku pun langsung mengisi biodata ku di lembar jawaban ku menggunakan pensil. Setelah semua biodata ku terisi. Aku langsung saja menjawab soal-soal ujian ku. Suasana di kelas ini hening. Namun, tiba-tiba...        "Ada apa itu dengan meja nomor dua puluh delapan? Kau menoleh ke siapa itu?" tanya pak Bagus tiba-tiba sambil tangan nya masih mengisi daftar nama hadir siswa siswi di ruangan ini. Lalu, pak Bagus mendongakkan kepala nya dengan perlahan dan langsung menatap ke meja nomor dua puluh delapan yang di isi oleh satu orang siswi.         "T ... Tidakk pak! Saya tidak menoleh siapa-siapa kok," ucap siswi tersebut sambil melanjutkan mengerjakan soal-soal ujian nya.        "Hmm... Lanjutkan ujian kau, jangan menoleh-noleh ke teman kau lagi," ucap pak Bagus sambil berdiri dan berjalan menuju meja depan paling pojok dekat pintu sambil tangan nya membawa lembaran yang berisi nama hadir siswa siswi di ruangan ini. Aku pun melanjutkan kembali mengerjakan soal-soal ujian ku. Namun, sebelum itu aku sempat melihat Duma yang seperti sedikit kesulitan dalam mengerjakan ujian nya. Aneh, padahal hari pertama ini mata pelajaran yang di ujikan masih termasuk sangat mudah sekali, karena hari ini adalah mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan bahasa indonesia. Tak lama, pak Bagus pun menghampiri meja ku sambil meletakkan lembaran yang tadi ia bawa. Aku pun langsung mengisi daftar hadir tersebut dengan menandatangani lembaran itu. Pak Bagus pun mengambil lembar jawaban kerja ku dan melihat nya.        "Gimana? Sulit tidak?" tanya pak Bagus sambil menaruh kembali lembar jawaban kerja ku di atas meja ku.        "Tidak terlalu pak," jawab ku. Setelah aku mengisi daftar hadir nya, aku langsung memberikan lembaran itu ke pak Bagus.         "Bagus, lanjutkan ujian nya. Kerjakan dengan jujur ya," ucap pak Bagus sebelum berjalan kembali menuju meja yang berada di samping ku. ---        "Apa itu? Kertas apa itu? Eh! Kau jangan kau ambil kertas nya biarkan kertas itu berada di samping kursi kau. Biar saya yang ambil," ucap pak Bagus tiba-tiba yang sedang berdiri di belakang. Lalu, pak Bagus berjalan menuju kertas yang sudah di gumpal yang berada di samping kursi murid laki-laki entah ia berasal dari kelas apa. Aku menoleh ke belakang, dan kebetulan aku pun sudah menjawab soal ujian ku yang terakhir tadi. Aku melihat pak Bagus membungkukkan badan nya untuk mengambil gumpalan kertas tadi yang di lemparkan, entah oleh siapa. Pak Bagus pun membuka gumpalan kertas itu. Kemudian, pak Bagus langsung merobekkan kertas itu menjadi beberapa bagian, lalu pak Bagus berjalan keluar kelas, mungkin untuk membungkam sampah kertas tadi.         "Siapa yang melempar kertas tadi?" tanya pak Bagus sambil berjalan menuju meja nya.         "Siapa? Kau yang duduk di meja nomor lima belas," ucap pak Bagus sambil mengambil lembaran daftar nama hadir siswa siswi.          "Agus! Kau namanya Agus ya? Tadi siapa yang melempar kertas tadi ke arah meja kau?" tanya pak Bagus lagi. Agus yang dipanggil oleh pak Bagus pun langsung menghentikan tangan nya yang sedang mengisi ujian nya itu.          "Iya pak? Enghh.... Saya tidak tau pak," ucap Agus.          "Jawab yang jujur! Siapa?" tanya pak Bagus lagi. Aku melihat Agus yang mata nya melirik-lirik ke arah belakang.         "I ... Itu pak si Axel yang melempar kertas nya," jawab Agus.         "Eh? Apa-apaan sih gus," ucap Axel tiba-tiba.         "Benar Gus? Axel yang melempar kertas nya?" tanya pak Bagus.         "Iya pak..."          "Berarti kau yang ingin menyontek jawaban punya Axel? Soalnya isi kertas itu adalah jawaban ujian ini," ucap pak Bagus.         "Iya pak... Saya yang ingin menyontek jawaban Axel,"          "Baiklah, kumpulkan sini lembar jawaban ujian kau itu. Nanti minggu depan kau kerjakan ujian kau mata pelajaran bahasa indonesia ini di ruang guru. Dan untuk Axel, karena kau memberikan jawaban ujian kau ke Agus, maka nama kau juga akan bapak tandakan di sini ya,"         "Loh pak kok gitu?" protes Axel.         "Lah iyalah, kan sudah bapak bilang jangan menyontek dan memberikan contekan, jadi yang salah siapa? Kau kan? Kau yang tidak mematuhi peraturan dari bapak," ucap pak Bagus. Axel pun diam dan melanjutkan ujian nya. Dan Agus pun berdiri berjaaln untuk menyerahkan lembar jawaban ujian nya ke pak agus. Aku pun ikut berdiri dari kursi ku dan berjalan ke depan untuk mengumpulkan jawaban ujian ku.         "Udah Aruna?" tanya pak Bagus.         "Udah pak. Terus ini tas nya boleh di ambil?" tanya ku.         "Iya, silakan," aku pun langsung mengambil tas ku dan aku pun berjalan menuju kursi ku untuk membereskan peralatan belajar ku. Aku melihat Duma yang masih serius mengerjakan ujian nya. Aku pun langsung berjalan keluar kelas dan menunggu Duma di depan kelas. ---         Saat ini aku dan Duma sudah berada di kantin. Jam istirahat sudah berbunyi dari lima menit yang lalu.          "Jadi gimana? Tadi kenapa kau datang hampir telat? Untung bel belum bunyi," tanya ku kepada Duma yang sedang memakan bakso nya.         "Iya, tadi tuh ban mobil ayah bocor. Kebetulan di sana bengkel juga jauh banget. Terus tadi juga aku berangkat bareng sama kakak kelas tau," jawab Duma.         "Kok bisa?"          "Iya, tadi tuh dia kebetulan juga lewat. Terus mungkin karena dia liat aku pakai seragam yang sama dengan nya, dia berhenti di dekat mobil ayah. Lalu, dia nanya kenapa? Mobil nya kenapa gitu. Abis itu dia ngajak aku berangkat bareng aja gitu sama dia. Dan karena waktu nya udah mau masuk juga, jadi aku iyain aja ajakan dari dia. Tapi, aku lupa nama dia sama kelas berapa dia. Padahal tadi aku udah tanya," ucap Duma menjelaskan kepada ku.         "Huu! Memang dasarnya kau aja yang pikun," ucap ku meledek nya. ---         Hari ini Emma libur bekerja. Saat ini Emma sedang berada di minimarket yang letak nya tidak jauh dari rumah nya. Ketika Emma sedang berjongkok untuk memilih parfum untuk Aruna. Tiba-tiba saja ada yang terjatuh di samping Emma sedang berjongkok. Emma pun mengambil nya.         "Ini apa?" gumam Emma. Lalu, Emma mendongakkan kepala nya.          "Apa ini punya bapak itu?" tanya Emma dengan mata nya menatap punggung seseorang yang sedang berjalan dan orang tersebut belok berjalan ke arah kasir.          "Pak!" panggil Emma dengan suara yang sedikit keras. Emma pun bangun dari posisi nya yang berjongkok dan ia mengambil asal parfum untuk Aruna. Emma berlari mengejar orang tersebut. Namun, orang tersebut sudah berada di parkiran. Emma pun langsung mengejar orang tersebut dengan tangan nya masih membawa keranjang belanjaan nya. Ketika, Emma ingin membuka pintu minimarket itu, seorang kasir pun memanggil diri nya.         "Eh Bu, bayar dulu dong! masa mau kabur aja!" ucap salah satu pegawai kasir perempuan itu. Emma pun menoleh ke arah kasir itu dan menutup kembali pintu minimarket yang ia buka tadi.         "Eh iya, maaf," ucap Emma sambil berjalan menuju kasir. Dan Emma menaruh barang belanjaan nya itu di meja kasir tersebut.         "Sebentar ya mba, saya keluar dulu," ucap Emma lalu berjalan terburu-buru menuju orang pemilik kartu yang di pegang oleh tangan Emma.          "Pak!" ucap Emma sambil menggedor-gedor pelan jendela mobil tersebut. Tak lama jendela mobil itu pun di buka oleh pemilik nya.         "Ya?"          "Ehm... Ini milik bapak?" tanya Emma sambil menunjukkan kartu yang ia temukan tadi. Orang tersebut pun melihat kartu yang di tunjukkan oleh Emma di hadapan nya.          "Ohh iya... Kok bisa ada di anda?" tanya pria tersebut.         "Tadi jatuh di dekat parfum-parfum itu, kebetulan saya ada di sana dan menemukan nya," jawab Emma.         "Oh terima kasih ya, untuk anda menemukan nya. Soalnya jatuh nya tadi tidak ketahuan juga, terima kasih banyak ya mba," ucap pria tersebut sambil mengambil kartu yang berada di tangan Emma.         "Iya, sama-sama,"         "Oh iya, perkenalkan saya Jogi Maruli," ucap pria itu tersenyum sambil mengulurkan tangan nya kepada Emma. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN