Hari ini aku tidak berangkat sekolah. Aku sudah meminta dengan Duma untuk membuatkan surat izin. Lagipula, di sekolah saat ini sedang melaksanakan kegiatan class meeting dengan mengadakan berbagai lomba yang peserta nya itu sendiri masing-masing perwakilan dari kelas. Karena, memang hari ini juga adalah hari kepulangan ibu dari rumah sakit, dan aku pun harus membantu nya. Jika bukan aku, tidak mungkin ayah ingin membantu ibu. Ngomong-ngomong tentang ayah, semenjak malam itu, dimana malam ayah dan ibu bertengkar di rumah sakit, ayah tidak pernah datang lagi ke sini. Di rumah juga, ketika aku pulang ke rumah aku tidak pernah bertemu dengan ayah.
"Ayo Bu, taxi nya udah nunggu di depan," ucap ku sambil menjinjing tas. Ibu pun dengan sigap bangun dari duduk nya. Aku juga tak lupa menuntun ibu. Untuk masalah administrasi ibu di rumah sakit, ibu bilang semuanya sudah lunas. Ibu membayar nya dari uang tabungan nya sendiri, begitulah ibu bilang kepada ku. Aku membukakan pintu mobil untuk ibu, setelah itu aku pun menyusul ibu untuk duduk di sebelah nya. Taxi pun berjalan mengantarkan kami pulang ke rumah.
---
"Terima kasih pak," ucap ku ketika aku dan ibu sudah turun dari mobil. Lalu, aku dan ibu pun langsung saja berjalan menuju pintu masuk. Aku mencoba untuk membuka pintu rumah, namun tidak terbuka. Kalau di kunci seperti ini berarti ayah sedang tidak ada di rumah. Mungkin ia sedang keluyuran tidak jelas menggunakan motor matic nya itu.
"Sebentar ya Bu, aku buka dulu kunci pintu nya," ucap ku. Ibu pun mengangguk. Aku merogoh saku celana ku untuk mengambil sebuah kunci, lalu aku memasukkan kunci tersebut ke lubang pintu dan memutar nya. Aku pun dengan segera membuka pintu tersebut.
"Ayo Bu, masuk," ajak ku kepada ibu yang sedang berdiri menyenderkan badannya ke dinding. Kemudian, ibu pun masuk duluan dengan aku menyusul nya di belakang nya dengan tangan ku menjinjing tas. Aku melihat keadaan rumah masih sangat rapi. Apa mungkin ayah tidak pernah tidur di rumah? Tapi, tidak mungkin. Jika ayah tidak tidur di rumah, lantas dimana ia akan tidur. Sudahlah, aku tidak mau pusing. Masih banyak hal-hal yang lebih penting yang harus aku pikirkan, terutama tentang kesehatan ibu saat ini. Aku menaruh tas yang ku jinjing di atas meja ruang tamu.
"Ibu, ayo ibu harus langsung istirahat," ucap ku. Tanpa banyak omong, ibu mengangguk, menuruti ku. Aku mengantarkan ibu untuk menuju ke kamar nya. Aku langsung membuka pintu kamar ibu, namun lagi-lagi aku terkejut. Aku terkejut melihat ayah yang sedang tidur sambil berpelukan dengan seorang wanita di atas kasur tempat biasa ibu dan ayah tidur.
"ABRAHAM!!!!!!!" teriak ibu dengan suara yang masih serak nya. Dan benar saja ayah dan wanita itu pun langsung terbangun dan langsung terduduk di atas kasur. Tanpa ku sadari, ibu langsung berjalan cepat menuju ayah yang berada di atas kasur.
"APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?!!!!" teriak ibu. Aku dengan segera berjalan menuju ibu. Dan langsung memeluk ibu.
"Ibu.... Ibuu tahan ibu.... Ibu kau masih belum sehat, ayo ibu harus istirahat terlebih dahulu. Ayo ibu istirahat di kamar ku saja," ucap ku yang mencoba untuk menenangkan ibu, walaupun sebenarnya aku pun sangat marah melihat kejadian seperti ini. Astaga! Apa yang ada di pikiran ayah sampai-sampai ayah berani sekali membawa seorang wanita dan mengajak nya tidur bersama di kamar milik ayah dan ibu.
"Tidak bisa Aruna! Ini udah sangat kelewatan! ABRAHAM BANGUN KAU! DASAR SUAMI KURANG AJAR!! INI SIAPA HAH?!! SIAPA WANITA INI ABRAHAM?!!!" ucap ibu sambil menarik-narik tangan ayah dengan tenaga nya yang masih lemah itu.
"Ibu, ini biar aku yang urus. Ibu ayolah, sekarang pikirkan kesehatan ibu. Aku tidak mau sampai ibu jatuh sakit lagi, ibu aku mohon....," ucap ku memohon-mohon dengan ibu, mencoba menarik tubuh ibu untuk segera pergi dari kamar ini.
"Aruna...," Ibu pun menangis sambil memeluk ku.
"Ibu, ayo kita ke kamar ku. Ibu harus istirahat dulu, untuk urusan ini biar aku yang mengurus ayah," ucap ku kepada ibu. Aku pun tanpa banyak omong lagi aku langsung menuntun ibu untuk pergi dari kamar ini.
Aku membuka pintu kamar ku dan langsung mengarahkan ibu untuk berbaring di atas kasur milik ku. Ibu yang masih menangis pun memilih untuk membalikkan badan nya, memunggungi ku ketika ia sudah berbaring di sana. Aku menghela napas ku. Menatap punggung ibu dengan sedih. Aku dengan segera menarik selimut untuk menutupi tubuh ibu.
"Sekarang ibu tidur saja ya," ucap ku kepada ibu. Ibu pun tak merespon ucapan ku. Lantas, aku langsung pergi ke keluar menuju kamar ayah dan ibu. Sesudah aku menutup rapat pintu ku, aku kembali masuk ke dalam kamar ayah. Dan di sana ayah masih duduk bersandar dengan tangan nya memijat kening nya itu. Dan di sebelahnya, seorang wanita yang masih tertidur dengan tangan nya masih memeluk ayah.
"AYAH!" panggil ku dengan suara yang keras sampai ayah pun menolehkan kepala nya ke arah ku. Dan juga seorang wanita yang berada di samping ayah pun ikut terbangun, mungkin ia terkejut mendengar suara teriakan tiba-tiba dari ku. Ayah menatap ku datar.
"Ayah sudah gila ya?!! Apa-apaan ini?!! Bagaimana bisa ayah mengajak seorang wanita yang tidak di kenal untuk tidur bersama ayah di kamar ini!!! Kamar milik ayah dan ibu. Pikiran ayah dimana hah?!!!! Hari ini adalah hari ibu pulang dari rumah sakit dan seharusnya ayah itu sebagai suami yang baik itu menjemput kepulangan ibu ini! Tapi ini???? Apa yang sekarang ayah lakukan. Ayah melakukan perbuatan yang sangat menjijikan tau tidak?!!" ucap ku marah. Aku sudah tidak tahan lagi dengan perbuatan ayah yang seperti ini. Kebiasaan ayah yang berjudi dan minum-minum itu, aku masih bisa mentolerir nya. Tapi untuk hal ini, aku tidak bisa.
"Diam kau!" ucap ayah sambil mengangkat jari telunjuk nya ke arah ku dengan kedua matanya itu terbuka dengan lebar. Memelototi ku.
"Kau tidak tau apa-apa. Sebaiknya kau jaga ucapan kau kepada saya," ucap ayah.
"Apa??? Apa yang tidak ku ketahui?? Dan sekarang aku ingin wanita ini. Wanita yang tidak asal usul nya dari mana, sekarang harus segera pergi meninggalkan rumah ini dan jangan sampai wanita ini datang kembali ke rumah ini!!" ucap ku sambil menunjuk wanita yang berada di sebelah ayah. Ayah tanpa membantah ucapan ku, ia membisikkan sesuatu ke telinga wanita itu. Yang aku pun tak tau apa yang dibisikkan oleh ayah. Tiba-tiba saja wanita itu pun beranjak dari kasur, mengambil tas milik nya dan langsung pergi keluar dari kamar ini dengan tak lupa wanita tadi pun menatap ku dengan tatapan yang sinis. Aku tidak peduli dengan wanita itu. Sekarang ayah. Ayah harus bisa menceritakan bagaimana ini bisa terjadi, walaupun itu sangat mustahil untuk ayah bisa cerita kepada ku.
"Dan sekarang kau mau apa? Kau lihat? Wanita tadi pun sudah pergi. Sekarang kau pun harus keluar dari kamar ini," ucap ayah tanpa ingin memberikan sebuah penjelasan untuk meluruskan masalah ini kepada ku.
"Ayah jelaskan sekarang! Kenapa ayah dengan berani-beraninya membawa wanita tidak dikenal ke rumah ini??" tanya ku kepada nya. Ayah tak menatap ku. Bahkan, ayah seperti tak berniat untuk menjawab pertanyaan dari ku.
"Ayah!" panggil ku ketika ayah tidak kunjung menjawab pertanyaan ku.
"Kau tidak usah ikut campur dengan urusan saya. Kau urus saja ibu kau yang sakit itu," ucap ayah.
"Apa? Hei ayah, sadar Yah. Walaupun ibu sedang sakit, ayah tetap saja membutuhkan ibu kan??? Ayah tidak ingat ketika di rumah sakit kemarin, ayah memaksa-maksa ibu untuk memberikan uang kepada ayah, dan ayah itu tidak mikir jika uang itu sebenarnya adalah uang untuk p********n administrasi ibu di rumah sakit. Apa ayah tidak mikir kesana? Ayah dengan seenaknya minta uang sama ibu," ucap ku mencoba untuk mengingatkan perbuatan ayah ketika di rumah sakit. Setelah aku bilang seperti itu kepada ayah, tiba-tiba saja ayah bangun dari kasur dan langsung menjepit kedua pipi ku dengan jari telunjuk dan jempol nya. Aku mencoba melepaskan tangan ayah dari pipi ku ini.
"Kau itu hanya anak kecil yang tidak berguna, kau itu jangan sok pintar seperti ini. Kau tidak usah banyak omong atau saya akan berbuat suatu hal yang tidak kau duga-duga, dan mungkin saja itu menjafi suatu hal yang fatal dengan diri kau sendiri," ucap ayah mengancam diri ku. Lalu, ayah menghempaskan pipi ku dengan kasar. Setelah nya, ayah mendorong diri ku sampai aku terjatuh ke atas kasur. Ayah pergi keluar dari kamar nya ini. Tanpa ku sadari kedua mata ku pun meneteskan air mata yang mengalir deras di kedua pipi ku.
"Ya Tuhan.... Kenapa aku memiliki ayah yang kejam seperti diri nya, aku sudah cukup kuat untuk menghadapi ayah seperti dirinya sampai hari ini. Tuhan, tolong sadarkan lah ayah ku. Lembutkanlah hatinya tuhan. Berikanlah kesadaran kepada dirinya bahwa perbuatannya selama ini itu tidak baik," ucap ku memohon kepada Tuhan dengan masih menangis.
"Ayah, semoga saja kau tidak berbuat macam-macam dengan wanita tadi. Aku tidak sanggup jika memang benar ayah berbuat hal yang lebih menjijikan dengan wanita tadi. Aruna, sekarang fokus kau itu adalah kesehatan ibu. Sementara untuk ayah, semoga dia tidak melakukan hal yang sama lagi seperti tadi. Semangat Aruna!!!" ucap ku menyemangati diri ku sendiri. Aku mengusap air mata di kedua pipi ku. Setelah itu, aku membuka sprei kasur milik ayah dan ibu, dan segera saja aku bawa sprei ini ke kamar mandi untuk ku cuci bersama pakaian lainnya. Sementara itu, ibu masih berada di kamar ku. Mungkin saat ini ibu masih tertidur, mengistirahatkan tubuh nya.
---
"Ayoo!!! Sebelas IPA satu pasti menang!!!!!" sorak ramai dari siswa-siswi kelas sebelas IPA satu yang duduk di tribun menyaksikan lima orang sebagai perwakilan untuk mengikuti lomba futsal yang diadakan oleh sekolah. Seperti biasa SMA PELITA NUSA ketika setelah melaksanakan ujian, akan ada class meeting dan itu di manfaatkan oleh sekolah untuk mengadakan berbagai lomba yang harus di ikuti oleh masing-masing kelas, baik itu dari jurusan IPA, IPS, maupun bahasa. Semua harus ikut, tanpa terkecuali. Bahkan, perlombaan di SMA PELITA NUSA bukan hanya di ikuti oleh siswa-siswi saja, melainkan guru-guru pun bisa mengikuti perlombaan nya.
Di lapangan sana pertandingan futsal yang dilaksanakan oleh kelas sebelas IPA satu melawan kelas dua belas IPS tiga. Pertandingan cukup sengit, yang dimana skor sebelas IPA satu sekarang lebih unggul dari kelas dua belas IPS tiga. Di sana Robi, pemain dari kelas sebelas IPA satu yang sedang menggiring bola menuju gawang lawan nya itu.
Sementara itu, Duma Calandra. Sekarang ia sedang melaksanakan remedial mata pelajaran fisika di kelas nya. Sebenarnya bukan hanya Duma saja yang remedial mata pelajaran fisika, ada beberapa sekitar 4 orang yang juga ikut remedial pelajaran fisika ini. Dan sisanya semua murid kelas sebelas IPA satu sedang menonton pertandingan futsal di lapangan.
"Ayo anak-anak cepat segera selesaikan remedial nya. Kalian ini bagaimana sih, padahal ibu sudah menjelaskan secara rinci dan jelas tentang semua materi pelajaran fisika ini. Kenapa coba sampai kalian remedial begini. Untung saja hanya empat orang yang remedial pelajaran ini, kalau sampai banyak yang ikut remedial fisika.... Haduhhh!!! Ibu udah tidak tau lagi deh mau gimana mengajar kalian ini. Makanya kalian semua itu belajar yang bener, ini itu adalah ujian kenaikan kelas, memang nya kalian tidak mau naik kelas ke dua belas kalau sering remedial seperti ini, kan sudah ibu bilang belajar, belajar, dan belajar. Jangan main terus," Duma yang mendengar ocehan panjang dari guru mata pelajaran fisika di kelas nya itu pun sampai tidak fokus lagi mengerjakan remedial nya.
"Ya ampun Bu, bisa diam dulu tidak sih. Aduh mana susah sekali lagi ini soal-soal. Harusnya remedial itu di mudahin dong soal-soalnya, ini kok sepertinya nambah dibikin sulit aja. Mana itu guru ngoceh-ngoceh aja lagi, bikin aku tambah pusing. Ya Tuhan .... Bantu Duma si anak yang baik ini dong," gumam Duma yang hanya bisa di dengar oleh nya saja.
[]