31. Tentang Layangan

2130 Kata

Aku merasa disidang, padahal Mas Davka masih diam. Tatapannya tajam, tak peduli kini anaknya sudah gelendotan di badanku. Mas Dhika di sebelahku tampak santai. Tadi dia hanya sedikit kaget karena tiba-tiba kakak dan kakak iparku datang. “Ngomong, sih, Mas!” ujarku akhirnya. Bakso yang Mas Davka dan Mbak Ara pesan baru saja diantar. “Bagaimana penelitian Desya? Progresnya bagus?” pertanyaan itu jelas ditujukan untuk Mas Dhika. Mas Davka ini memang sulit ditebak. Dia malah menanyakan tesisku alih-alih yang lain. “Bagus, Pak. Sudah lima puluh persen lebih.” “Jangan panggil suami saya Pak. Dia belum setua itu.” Mbak Ara tersenyum. “Desya bilang, kakak pertamanya dosen. Saya harus menghormati profesinya.” Mas Dhika membalas sopan. “Lalu ada acara apa kalian keluar berdua? Tidak mungkin ka

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN