Mulai dari 0

1299 Kata
Lisa memakai jas rapih, di telinganya terpasang earphone yang terhubung dari satelit ke pasukan khusus pengawal yang ikut bertugas. Sudah 5 bulan berlalu ia di pindah tugaskan menjadi pasukan khusus pengawal para orang penting di negaranya. Setelah peristiwa kematian Ridwan sang bandar n*****a, tim merak di pindah tugaskan atau bahasa lainnya di turunkan jabatannya. Bahkan Raka yang saat itu tidak ikut dalam penyergapan Ridwanpun turut di pindah tugaskan. Mereka berlima berpencar satu sama lain, kecuali Leon dan Wisnu yang berada di devisi yang sama yaitu polantas. Raka dan dirinya pun masih berperan tak jauh berbeda dengan pekerjaan saat di tim merak. Raka berada di satgas n*****a dan dirinya di pasukan pengawal khusus. Anwar, komandannya yang dulu berpangkat letnanpun di turunkan pangkatnya menjadi kapten. Kini ia yang bertanggung jawab melatih para tentara muda yang baru masuk ke militer. "Monitor Lisa, di sini Angga ganti" ht Lisa berbunyi, dari mobil lain Angga teman pertama Lisa di devisi yang baru mengetest sinyal htnya. "Ya di sini Lisa" balas Lisa cuek. Sebenarnya ia sih senang- senang saja di sini. Kerjanya santai, ia memakai baju bersih dan rapih, wangi, jika tak ada kegiatan dia hanya duduk di ruang kerjanya. Ah sungguh hari- hari yang tak membuat ia lelah seperti sebelumnya saat dia di tim merak. Namun darah Lisa mendidih, jantungnya berdetak lebih cepat dan adrenalinnya bergejolak ketika melihat ada kejahatan besar terjadi. Bukan karena ia senang jika ada petinggi atau pegawai pemerintahan yang di culik kok. Sumpah bukan. Tapi ya dia merasa senang saja jika harus menyergap penjahat dan berhasil membuatnya KO. Yaah bukan berarti dia suka jika ada yang di culik, catat ! 'Tuk tuk' Angga mengetuk kaca mobil Lisa. Lisapun menurunkan kaca mobilnya, Angga ingin mengajak Lisa untuk berbicara empat matanya nanti setelah tugas mereka selesai. "Aku tunggu di apartement ku" ucap Angga setelah menyelesaikan perkataannya. "Kenapa harus di apartementmu ?" tanya Lisa curiga. "Yaah karena di apartementku ada hal yang akan membuatmu senang" jawab Angga, pria itu tersenyum lalu senang. "Jangan aneh- aneh" ucap Lisa agak keras karena Angga mulai menjauh dari mobilnya. Angga mengacungkan jempolnya. Lisa pikir Angga mungkin hanya akan mengajaknya makan mie dokdok abang- abang langgangannya di apartementnya seperti yang sudah- sudah. Teman barunya itu memang sangat santai tak seperti dirinya. Waktu telah berlalu selama 10 menit, seorang pria masuk ke mobil yang sama dengannya. Dia kawal oleh beberapa petugas yang sama dengan dirinya yang kini duduk di depan menjadi supir, dan satu orang lainnya di sebelah sopir. "Jadi kamu ya yang kemarin membuat Ridwan mati ?" tanya pria umur 40an itu. Walaupun agak sudah berumur Wira masih gagah dan tampan, kharismanya tak luncur di usia sematang itu. Lisa mengenalnya lebih tepatnya ia tau pria itu. Pengusaha yang juga seorang pejabat. Wira Guna, penguasa batu bara super duper kaya raya dari Katimanta. Orang nomer satu di pulau Katimanta itu merupakan gubernur di sana. Ia merupakan orang yang jujur dan juga selalu membantu sesama. Dari yang Lisa lihat Wira adalah orang yang sangat baik. 'Nging ngung nging ngung' Mobil polisi yang di tugaskan mensterilkan jalan saat mereka di jalan raya sudah mulai bergerak. "Sebenarnya dia telah meninggal di tembak orang yang menjemputnya untuk kabur pak" jawab Lisa tegas. Padahal dia dan timnya sudah memberikan keterangan yang sebenar- benarnya,namun pihak pemerintah tidak ingin tau. Apa lagi atasan di militer yang seakan lepas tangan dan ingin tim merak yang bertanggung jawab sepenuhnya atas insiden yang terjadi. "Tapi gara- gara tindakan gegabah kalian ada warga yang meninggal dan luka berat" ucapan Wira tepat menancap di jantung Lisa. 's**l' umpat Lisa dalam hati. "Iya maafkan saya" Lisa terpaksa meminta maaf agar percakapan menyedihkan itu cepat berakhir. "Apa tak ada cctv di sana ?" tanya Wira kini dengan nada rendah, seperti ada nada bersalah di sana karena tadi ia seperti menyalahkan Lisa. "Ada beberapa namun hilang pak ada yang rusak juga" jawab Lisa. Lisa dan yang lainnya juga bingung karena cctv di sana mendadak tak ada. Benar kata Anwar, pasti ada yang merencanakan semua kejadian itu. "Aku tau ini semua memang mencurigakan, tapi yaah kau tau kan ? tanpa bukti kalian akan selalu di salahkan" ucap Wira lagi. "Ya tapi saya yakin, kebaikan dan kejujuran akan selalu menang pak" Lisa membalas perkataan Wira dengan serius. "Ya aku yakin kau bisa memperbaiki citramu kelak" Wira juga berbicara dengan yakin. Seakan pria itu tau kejadian yang akan terjadi besok. Tiba- tiba ada suara tembakan terdengar, Lisa lantas bersiap- siap karena pasti akan ada hal yang terjadi. Namun hal yang mengejutkan terjadi. Mobil polisi yang berada di depannya tiba- tiba meledak, untung tak ada mobil warga sipil di sana. Di jalan raya itu memang sudah di sterilkan, karena Wira merupakan orang yang sangat penting di pemerintahan. Di gadang- gadangkan ia akan menjadi presiden di pemilihan tahun depan. Mobil mereka kini menjadi berhenti. Dari depan seseorang menembaki mobil yang Lisa tumpangi dengan membabi buta. "Pak turunkan kepala anda" perintah Lisa. Wira seperti tak kaget, tahun ini dia memang sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Ini kedua kalinya dia di tembaki di dalam mobil seperti ini. Mobil mereka anti peluru. Ajudan di depannya tak juga bergerak seperti pasrah saat mereka di tembaki oleh orang tak di kenal itu. Namun orang yang menembaki mereka kini tumbang karena di tembak oleh seseorang di belakang mobil mereka. Wira dan Lisa menghembuskan nafas lega, namun Lisa masih waspada tangannya masih menggenggam pistol yang kapan saja bisa menembak. Di saat semua sudah tenang, ajudan Wira dengan cepat menghunuskan pisau tepat ke badan Wira beberapa kali. Alhasil Wirapun limbung ke depan, badannya penuh dengan darah segar. Lisa memelintir tangan ajudan itu, hingga tangan itu berbunyi. Mungkin patah. Pelipis Lisa menjadi dingin karena logam, pistol ajudan yang menjadi supir pas berada di sebelah pelipis kirinya. Suara pistolpun berbunyi. 'Dor Dor' Kepala dua orang di depannya bolong, dan dua orang itu tewas seketika. Lisa memejamkan matanya, telinganya berdenging karena Angga melepaskan tembakan tepat di belakang telinganya. "Are you oke Lis ?" tanya Angga di jendela mobilnya yang sedikit terbuka. Sesaat setelah orang yang menembaki mereka ambruk, Lisa menurunkan sedikit jendelanya. Dia sudah curiga dengan dua orang di depannya, firasatnya tak pernah meleset. "Im oke" jawab Lisa. Satu detik kemudian ia langsung tenang, ia membuka pintu mobilnya dan menyeret tubuh Wira yang masih hangat. Pria itu hanya tak sadarkan diri, jantung nya masih berdetak. Tusukan di tubuhnya ternyata tak sedalam yang ia kira. Hanya ada banyak goresan di bedannya, mungkin karena terlalu gelap orang tadi tak tau bagian vital dari tubuh Wira. "Padahal dia orang baik, kenapa masih ada yang mau jahatin ya" tanya Angga sambil membantu memapah Wira. "Ada beberapa alasan sih" ucap Lisa, energinya habis karena memapah Wira. "Karena dia calon presiden kan" Angga menyerahkan tubuh Wira ke petugas medis yang berjaga. "Dan juga para elit politik biasanya megang suatu rahasia yang gak boleh orang lain tau" ucap Lisa lagi. "Kita naik mobil gue aja" ajak Angga, namun Lisa menolak. "Gue sama pak Wira di dalem" "Yaudah gue ikut elo" ucap Angga khawatir. Gadis itu hampir menemui maut tadi. "Tapi tolong bilang sama petugas medis Wira cuma sendiri di ambulance" Lisa berbicara dengan nada serendah mungkin, tak ingin ada yang mendengarnya. "Oke" jawab Angga, pria itu tak banyak bertanya dan menurut apa kata Lisa. Angga berbicara pada rekan- rekannya, agar membawa mobilnya. Dia juga bilang pada rekannya untuk bilang pada petugas untuk berhati- hati karena Wira hanya sendiri dalam ambulance. Lisa masuk ke dalam mobil Ambulance, ia sempat melihat petugas medis sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Ia terlihat sangat fokus hingga tak menyadari ada dua orang lagi yang masuk ke dalam ambulance. Angga masuk juga ke dalam, mereka mematikan lampu mobil agar mobil itu terlihat kosong. Petugas ambulance mematikan telepon dan mulai menghidupkan mobil itu. Feeling Lisa mulai tak enak lagi, ia merasa perjalan mereka ke rumah sakit tak akan semulus seperti yang di bayangkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN