"Dasar polisi bodoh, mau mereka ngikutin atau enggak ini orang bakal tetep kita bunuh haha" orang yang membajak ambulance itu terlihat senang.
Mungkin karena berhasil membodohi polisi.
"Mau di tembak atau kita cemplungin dia ke jurang ?" tanya salah satu penjahat itu.
"Tembak aja, gue suka lihat orang mati langsung" jawab penjahat itu.
"Haha bener juga" penjahat itu tertawa bersama.
"Tapi emang yakin polisi bakal menyerah semudah itu ?" tanya penjahat 1.
"Yah yang penting kita bunuh dia dulu, uangnya udah masuk kan ?" tanya penjahat 2.
"Gue cek dulu di handphone gue" jawab penjahat 1.
"Udah ada email masuk nih, gila 2 miliyar !" penjahat 1 terlihat senang.
"Gue bakal beli rumah" ucap penjahat 1.
"Gue bakal beli mobil" penjahat 2 ikut berbicara.
"Eh tapi yang pengen Wira mati itu siapa ?" tanya penjahat 2.
"Gak tau padahal orangnya baik tahun lalu ngasih sumbangan ke rumah ibu gue" jawab penjahat 1.
Angga yang mendengar itu terlihat marah.
Padahal orang itu sudah di bantu, tapi memang manusia tak tau apa itu balas budi.
Jangankan balas budi, dia malah ingin menghabisi nyawa Wira.
"Kita sikat sekarang aja gimana ? " tanya Angga marah.
"Jangan sekarang nanti tunggu mereka turun, gue takut mereka malah terjunin kita ke jurang" jawab Lisa tenang.
Selain mengancam nyawa Wira, penjahat itu juga mengancam kehidupan mereka berdua.
Walau penjahat itu tidak tau bahwa mereka berdua bersembunyi di bawah Wira.
Lisa yakin Wira akan baik- baik saja, dia hanya pingsan karena shock.
Tak akan butuh waktu lama Wira membuka matanya, ia melihat ke kanan dan ke kiri bingung.
Lisa yang berada di bawah samping kirinya berbisik padanya.
"Pak pura- pura pingsan, kita masih belum aman"
"Tenang aja habis ini kita bakal keluar hidup- hidup dari situasi ini"
Wira yang takutpun menuruti perintah Lisa, dengan cepat ia kembali memejamkan matanya.
Badannya bergetar setengah mati, namun kembali tenang ketika Lisa menenangkannya.
Firasat Lisa tak pernah meleset, mobil ambulance itu berhenti di tengah jalan yang sepi.
Jalan itu berada di tengah hutan sangat mustahil ada orang lain yang melewati jalan ini.
Pintu ambulance di buka dua penjahat itu turun dari mobil dan mengamati keadaan sekitar.
Di sana sangat gelap gulita, bahkan mereka tak bisa melihat wajah satu sama lain saking gelapnya.
Dari kejauhan lebih dari 100 meter Leon menghentikan mobilnya.
"kita jalan disini, di depan sudah jurang dan area persawahan mereka gak bakal jalan lebih dari ini" ucap Leon.
Anwar dan Wisnu pun turun dari mobil.
Keadaan disana gelap gulita, Wisnu ingin menghidupnya ponselnya.
Namun segera di hentikan oleh Anwar.
"Jangan Nu, nih pegang ikat pegang gue lu ikuti gue dari belakang" ucap Anwar melepas ikat pinggangnya.
Celananya sedikit kedodoran membuatnya tak nyaman, namun apa mau di kata ia takut Wisnu tersesat dan panik.
Lalu tak sengaja membuat penjahat itu tau bahwa ada petugas yang mengikuti mereka.
Leon dan Anwar sudah biasa dengan situasi gelap ini, hingga mata merekapun terbiasa melihat dalam gelap.
Saat perang atau dalam penyergapan, penglihatan dalam kegelapan memang sangat di perlukan.
Berbeda dengan Wisnu yang masih asing dengan suasana gelap.
Pria muda itu memang perlu pengalaman yang banyak.
Anwar berjanji setelah ini dia akan melatih Wisnu habis- habisan.
"Ssssttt kayanya mereka berhenti deh" ucap Leon.
Mereka bertiga bersembunyi di semak- semak.
Leon dan Anwar melihat dua orang penjahat itu sedang turun.
Mereka menggunakan senter untuk melihat keadaan disekitar mereka.
"Aman ?" tanya penjahat 1.
"Yess" jawab penjahat 2.
Mereka mulai membuka pintu ambulance.
Dari dalam mobil ambulance Angga dan Lisa bersiap- siap untuk menghajar dua orang itu.
Pintu mulai di buka dan Lisa pun segera menghajar penjahat 1.
Sedangkan penjahat 2 lari karena ketakutan.
Angga ingin mengejar penjahat 2 namun karena keterbatasannya dalam melihat dia berhenti mengejar.
Penjahat 1 itu telah di lucuti senjatanya, tangannya di borgol oleh Lisa.
Wisnu ingin berlari menuju Lisa, namun Leon menghentikannya.
"Tunggu penjahat itu masih ada disana" ucap Leon menunjuk sebuah pohon besar.
Anwar tak membawa pistolnya saat ini.
Sedangan Leon tak mampu menembak dari jarak jauh dengan jenis pistol yang ia bawa.
Jangan harapkan Wisnu, melihat pun ia tak bisa karena terlalu gelap.
Mereka harus tetap bersembunyi dan memantau agar bisa menghindari kesalahan yang sebelumnya.
Mereka harus sabar.
"Kamu dari mana ?"
"Disuruh siapa ?" tanya Angga pada penjahat 1.
Penjahat 1 itu hanya diam, ia tak ingin bicara.
Ia tersenyum meremehkan.
"Jangan senyum- senyum kau !" Ucap Angga marah.
"Haha kalian bakal mati di hutan ini, Heh Yul sini kamu ! Hidupin bomnya" teriak penjahat 1 memanggil temannya.
Penjahat yang di panggil Yul itu keluar, di dadanya terdapat bom waktu dan dia mengenggam pemicunya.
"Haha berani ? nanti kalo mati uangnya gak bisa di nikmati lagi" ucap Lisa memprovikasi.
Penjahat yang gila uang tak akan mungkin mau mati konyol.
Apa lagi kini di atm mereka ada 2 miliyar.
"S-sa-y-yaaa berani" ucap Yul tergagap, pria itu masih muda. Ia tak berani mati.
"Yul pencet aja biar mereka percaya ! Kita mati bareng" teriak penjahat 1 lagi.
Penjahat 1 yakin polisi itu akan melepaskan mereka, karena Wira masih berada di mobil ambulance.
"Lepasin Yuni, saya gak bakal pencet bom ini" ucap Yuli.
Angga menimbang- nimbang permintaan Yuli, ie melihat ke arah Lisa.
"Boleh gue bawa Wira elu bawa temen lu ini" ucap Lisa pada akhirnya.
Lisa bisa menembak tangan mereka nanti jika mereka nekat menekan pemicu bom, saat ini yang terpenting Wira.
Ia tak tau berapa radius kilometer bom itu akan meledak.
Angga membangunkan Wira untuk berdiri dan berjalan bersamanya.
Tak ingin pria itu menjadi korban jika penjahat itu nekat menyalakan pemicu bom, karena Wira tak bisa berjalan dengan normal.
Tak lupa Angga menghubungi atasanya agar membawa banyak personil, dan juga beberapa pemadam kebakaran.
Feeling pria itu mengatakan akan ada kebakaran yang terjadi.
Setelah Lisa memastikan Wira telah berjalan agak jauh darinya.
"Tuker sama pemicu bomnya" ucap Lisa.
"Oke" jawab Yul enteng.
Lisa mendorong Yuni, kini Yuni tepat berada di belakang Yul.
Sedangkan Yul melempar pemicu bom yang ia bawa.
Lisa lantas mengarahkan pistol ke arah mereka.
"Angkat tangan" bentak Lisa.
Yul dan Yuni mengangkat tangan mereka.
"Saya gak sebodoh itu" ucap Yul memperlihatkan tangan kirinya yang menggenggan pemicu bom.
Sial, Lisa di bohongi oleh penjahat kelas teri itu.
"Gue pencet sekarang" Yul akan memencet pemicu itu.
'Dor'
Leon menembak dari balik pohon, ia mendekat agar bisa membidik penjahat itu.
"Yull" Yuni shock.
Ia marah lalu memencet pemicu itu, lalu mulai berlari cepat ke arah jurang.
Pria itu melompat.
Waktu di bom terus berjalan mundur.
10
Lisa berlari bersama Leon.
9
"Thanks" ucap Lisa berterimakasih pada mantan rekannya itu.
Di belakangnya Anwar dan Wisnu berlari mengikuti Lisa.
8
Wisnu terus terjatuh karena gelap, ia tersandung batu dan lubang yang berada di tanah itu.
Anwarpun memaksa Wisnu naik di punggungnya, Wisnu terlalu lambat.
7
"Cepetan gue bisa di penggal sama bapak lo kalo lo mati" ucap Anwar.
Dengan malu Wisnu naik ke punggung Anwar.
Pria kekar itu berlari secepat kilat, mengejar Lisa dan Leon yang juga berlari menghindari batu dan lubang di hutan itu.
6
Lalu mengejar Angga dan Wira yang berlari sedikit lambat.
"Pak naik" Angga tak ingin kalah dengan Anwar, mantan pelatihnya saat baru bergabung menjadi pasukan khusus.
5
Wira yang sudah kelelahanpun naik ke punggung Angga.
"Pegangin senter saya pak" ucap Angga lagi memberikan hpnya yang sudah menyalakan senter.
4
Pria berumur 28 tahun itu mengejar Anwar.
"Duluan ya pak" ucap Angga dengan nada mengejek.
3
"Dasar kekanakan" komentar Wisnu dari punggung Anwar.
2
Anwar hanya tertawa, dalam situasi menegangkan inipun dia masih bisa tertawa .
"Kak lu mau gue gendong juga gak ?" tanya Leon yang berada di samping Lisa.
"Gak per.."
'DUAAAARRRRRRR'
Bom itu meledak menghasilkan ledakan yang cukup besar.
Lisa yakin tak hanya satu bom disana, pasti dua penjahat itu memasang bom lain di mobil ambulance atau tempat yang lain.
Panas dari ledakan itu berasa di kulit Lisa.
"Kita selamat pak" ucap Angga yang telah terduduk lelah.
Mereka duduk di samping Angga, kelelahan.
Satu pesatu mobil polisi datang, memapah mereka satu persatu.
Wisnu yang dipapah teringat sesuatu miliknya yang berharga.
Dia berhenti berjalan, lalu menengok ke arah hutan yang kini telah terbakar karena ledakan.
"MOBIL GUEE" teriakan Wisnu menggema di seluruh hutan, malam itu.