93. Permintaan Maaf

1492 Kata
Selesai mengetahui kemarahan Yeoso yang menyangkut-pautkan mengenai masalah perisakan kemarin membuat Zafran menjadi lebih pendiam. Azalia yang sejak tadi melihat keterdiaman lelaki tampan di hadapannya tidak mengatakan apa pun. “Azalia,” panggil Zafran menoleh ke arah gadis yang ada di hadapannya. “Iya, Zaf!” jawab Azalia cepat sembari menegakkan tubuh menatap lelaki di hadapannya dengan penuh. “Apa yang dibilang Yeoso tadi benar?” tanya lelaki itu menatap dengan dingin. Hal tersebut mendadak membuat Azalia menggenggam jemarinya gugup. Gadis itu berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain, tetapi tetap saja terasa sangat menakutkan melihat Zafran yang terasa marah akibat terjadi sesuatu di antara dirinya dan Evelina. “Zaf, gue bisa jelasin!” jawab Yeoso berusaha meminta keringanan dari lelaki yang ada di hadapannya. Namun, sayang sekali wajah Zafran terlihat naik pitam sampai memerah padam mendengar jawaban yang bukan ingin didengarnya. “Gue tanya, BENAR ATAU ENGGAK!?” bentak Zafran menatap penuh berapi-api. Azalia terjengit pelan. Gadis itu memegangi dadanya sendiri sembari menatap Zafran terkejut. “Zaf, bisa enggak lo jangan bentak-bentak gue?” Perkataan lembut dari Azalia sama sekali tidak memberikan efek pada Zafran yang sudah telanjur merasa dibohongin. Lelaki itu nyatanya benar-benar marah akibat perbuatan Azalia yang berada di luar kendalinya. Zafran bangkit dari tempat duduk, lalu berkata, “Gue enggak tahu apa yang sebenarnya menjadi tujuan lo melakukan ini. Tapi, dari gue benar-benar kecewa. Lo emang enggak ada bedanya sama Daneen. Sama-sama mau nyingkirin Eve demi dekat sama gue.” Tepat menyelesaikan perkataan itu, Zafran pun keluar dari ruangan dengan sedikit membanting pintu. Lelaki tampan yang kini sudah kehilangan kesabarannya itu benar-benar merasa sudah tidak lagi memedulikan apa pun. Bahkan ia sudah tidak lagi menginginkan pertanggungjawaban atas apa yang telah Evelina lakukan, sampai berbuat sejauh ini. Sebenarnya keberadaan Zafran di samping Azalia memang hanya untuk menenangkan gadis itu agar tetap tenang tanpa merasa terbebani dengan kesalahan Evelina. Namun, siapa sangka kalau pernyataan fakta dari Yeoso membuka mata Zafran dengan sangat lebar. Lelaki itu menjadi tahu di balik tujuan Azalia melakukan semua pendekatan dengan dirinya. Langkah kaki Zafran mengarah pada parkiran penunggu pasien yang berada di bawah gedung rumah sakit. Ia sengaja membawa mobil agar tidak terlalu sulit ketika hendak bepergian ke mana pun. Akan tetapi, kali ini tujuan Zafran menuju kediaman Evelina. Lelaki itu hendak meluruskan seluruh masalah yang sempat terjadi. Nyatanya Zafran benar-benar menyesal telah memperlakukan Evelina sebagai pendukung sekaligus penikmat dari perisakan yang dilakukan oleh Daneen. Bahkan ia sempat beranggapan bahwa Evelina telah berubah mendukung Daneen yang nyatanya seorang pelaku dari perisakan selama beberapa bulan. Dengan mengendarai mobil mewahnya, Zafran bergerak menuju perumahan tempat tinggalnya sekaligus Evelina yang berdekatan. Walaupun rumah orang tua Evelina berada di depan dibandingkan kedua orang tuanya yang cukup di tengah perumahan. Hanya berbeda beberapa blok saja. Sesampainya di rumah, Zafran melihat seorang lelaki paruh baya tengah berkeliling sembari mengalungkan sarung dengan mengenakan celana selutut. Pak Jafra terlihat hendak mengunci garasi. “Pak Jafra, Eve ada di dalam?” tanya Zafran secara mendadak membuat Pak Jafra langsung berbalik terkejut. “Ya ampun Nak Zafran ngagetin aja,” keluh Pak Jafra mengelus dadanya sendiri, lalu menggeleng pelan. “Nona Eve sedang keluar bersama teman sekolahnya.” “Siapa, ya? Bapak lupa.” Pak Jafra terlihat mengerutkan dahinya dalam-dalam, kemudian melebarkan matanya ketika mengingat sesuatu. “Ah, Bapak ingat! Kalau tidak sadar Nak Reyhan. Karena tadi Nyonya sempat bertanya dengan Nona Eve sebelum berangkat.” “Kok Reyhan? Ngapain dia ngajak Eve pergi?” Belum sempat menjawab, terdengar suara klakson dari luar membuat Pak Jafra langsung berlari mendekati pintu gerbang dan mulai membuka pintu mempersilakan mobil milik majikannya masuk. Sejenak Zafran menepikan tubuhnya dengan berdiri di beberapa anak tangga menuju pintu utama. Lelaki itu terlihat mengerutkan keningnya bingung melihat seorang gadis keluar sendirian dari dalam mobil. Memang sejak dari pusat perbelanjaan tadi, Evelina berpamitan dengan sepasang kekasih yang bertemu tanpa sengaja. Ia jelas saja hendak kembali ke rumah, mengingat hari semakin larut dan takut kedua orang tuanya merasa cemas. Akhirnya, mau tidak mau Evelina pun mengendarai mobil seorang diri tanpa ditemani Reyhan seperti tadi. Untung saja gadis itu telah memiliki surat izin mengemudi, sehingga ketika mendapatkan pemeriksaan bisa lolos dengan mudah. Sesampainya di rumah, Evelina benar-benar tidak menyangka melihat sebuah mobil terpakir di pinggir jalan komplok. Tentu saja ia bisa menebak bahwa mobil itu milik Zafran, karena sering kali membawa dirinya bepergian. Awalnya Evelina ingin sekali berlari pergi, tetapi ia rasa tidak mungkin karena sudah pasti kedua orang tuanya akan mengira bahwa dirinya pergi tanpa mengingat untuk pulang. Alhasil mau tidak mau gadis itu harus tetap kembali dan berusaha meneguhkan hati ketika melihat Zafran yang kemungkinan besar akan membahas masalah Azalia lagi. Seperti ketika berada di sekolah membuat Evelina merasa terkucilkan. Dan benar saja, dugaan Evelina tidak pernah salah. Karena tepat di hadapannya terlihat seorang lelaki tengah berdiri menatap penuh kepolosan. Sedangkan Pak Jafra yang menyadari situasi kedua remaja di hadapannya menegang pun memilih pergi. Memang selama ini bisa dikatakan Evelina dan Zafran jarang sekali bertengkar, sebab apa pun situasnya Zafran selalu memilih untuk mengalah terhadap semua kemauan Evelina. Sampai pada malam di mana Evelina pergi bersama Reyhan, Pak Jafra pun sudah mulai merasakan keanehan yang terjadi. Tentu saja lelaki paruh baya itu tahu betul tipikal Evelina yang tidak akan menerima ajakan siapa pun, kecuali sedang dalam keadaan suntuk. Meskipun beberapa kali menemani Zafran bepergian. Itu pun berkat acara ulang tahun keluarga Zafran yang memang sudah dekat sejak dulu. Sehingga situasi mengejutkan hari ini benar-benar membuat Pak Jafra memutuskan untuk mereka berdua menyelesaikan masalah. “Nona Eve, ada lagi yang bisa Bapak bantu?” tanya Pak Jafra menatap ke arah anak majikannya yang terlihat menatap tanpa ekspresi. “Enggak. Pak Jafra istirahat aja. Eve perlu bicara sama Zafran sebentar,” jawab Evelina tersenyum tipis membuat Zafran yang namanya merasa terpanggil pun langsung menatap ke arah sahabatnya penuh. Pak Jafra mengangguk pelan, lalu melenggang pergi meninggalkan Evelina dan Zafran yang masih berdiri di anak tangga pintu masuk. Keduanya terlihat serius. Sepeninggalnya Pak Jafra yang memberikan waktu berdua. Evelina dan Zafran. Tentu saja keduaya langsung terlibat rasa canggung, tetapi tidak dengan Evelina yang melenggang keluar dari gerbang begitu saja. Sontak hal tersebut membuat Zafran langsung mencekal pergelangan tangan sahabatnya. “Ve, gue mau ngomong sesuatu,” celetuk Zafran yang memberanikan diri membuka mulut lebih dulu. Evelina mengangguk ringan. “Kita keluar gerbang, gue enggak mau semua yang ada di rumah tahu kita bertengkar.” Mendengar penuturan Evelina yang begitu menampar fakta, Zafran pun mengembuskan napasnya panjang dan mulai mengikuti langkah gadis cantik menuju depan gerbang dengan berhadapan pada sebuah mobil milik seorang lelaki tampan yang selama ini menghanyutkan banyak perasaan perempuan. Sejenak Evelina menatap sahabatnya yang terlihat sendu. Ia merasa kasihan sekaligus tidak percaya melihat Zafran yang begitu kasihan sampai tidak tega untuk menghakiminya. “Ngapain lo ke sini?” tanya Evelina menguatkan hatinya menatap lelaki tampan yang selama beberapa hari ini membuat perasaannya mendadak tidak karuan. Semua kemarahan Zafran masih terekam jelas di ingatan Evelina. Bahkan lelaki itu secara terang-terangan membenci dirinya ketika berada di sekolah. Membuat Evelina memilih untuk menjauhi lelaki itu daripada memberikan penjelasan. “Ve, gue udah tahu semuanya. Yeoso cerita, kalau lo diancam sama Azalia. Gue enggak tahu lo masih mau maafin gue atau enggak, tapi gue benar-benar menyesal udah menganggap lo berubah," jawab Zafran menipiskan bibirnya bersusah payah menguatkan hati yang merasa sangat lemah. “Lo tahu apa yang lo bilang sekarang enggak akan mungkin mengembalikan kepercayaan gue. Karena lo benar-benar berpikir gue melakukan hal seperti itu. Dan faktanya, gue kecewa banget sama lo,” tutur Evelina mendesis kesal. “Lo gagal dalam mempertahankan hubungan kita sebagai sahabat sedari kecil, Zaf. Bahkan gue lebih kecewa lagi, lo percaya aja sama perkataan Azalia yang sama sekali enggak ada tindakan pemberontakan apa pun.” Zafran memegang kedua lengan gadis yang ada di hadapannya, kemudian menarik Evelina ke dalam pelukannya. Spontan pergerakan itu pun membuat Evelina menegangkan tubuh, ia tidak membalasnya sama sekali, selain terkejut akan tindakan Zafran sejak mereka beranjak remaja. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Evelina dan Zafran sudah menjaga batasan-batasan persahabatan mereka sejak memasuki sekolah menengah. Keduanya memang sudah tidak lagi bertingkah seperti masih kecil, terlebih perubahan fisik Evelina yang jauh lebih matang. “Gue tahu apa yang gue lakuin kemarin itu keterlaluan, tapi lo juga enggak bisa ngediemin gue terus, Ve. Gue akui semua kesalahan kemarin dan gue bakalan nerima apa pun konsekuensinya,” tutur Zafran sembari mendekap tubuh sahabatnya erat. Evelina di dalam pelukan tampak tersenyum canggung, lalu berusaha melepaskan pelukannya. Akan tetapi, kekuatan Zafran jauh lebih besar dan lelaki itu terlihat tidak ingin melepaskan sama sekali. “Zaf ... lepasin dulu. Gue enggak bisa napas,” keluh Evelina memukul-mukul punggung lebar lelaki di hadapannya yang terlihat sangat tampan. Sontak keluhan itu pun membuat Zafran tersadar dan langsung melonggarkan pelukannya, lalu berdeham pelan menahan kegugupannya melihat ekspresi penuh kelegaan Evelina. Memang tidak dapat dibohongi Evelina nyaris tidak bernapas sama sekali ketika mendapatkan pelukan dari sahabatnya. Bukan karena merasa terlalu kencang, melainkan ia merasa jantungnya berdebar kencang akibat pelukan tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN