11. Semakin Tidak Tahu Diri

1010 Kata
Tepat pukul 08.00 am seluruh murid SMA Catur Wulan pun berkumpul di tanah lapang dengan rumput yang menyelimuti layaknya sebuah karpet tebal. Wajah-wajah mengantuk khas bangun tidur tampak menghiasi sebagian anak perempuan yang mungkin tidak bisa melanjutkan kegiatan tidurnya dengan begadang membicarakan masalah Mesya dan Evelina. Seluruh murid SMA Catur Wulan tampak berbaris membentuk empat banjar yang masing-masing diisi sesuai dengan kelompok. Evelina dan The Handsome Guy pun menempatkan diri tepat di hadapan Pak Handiarto yang masih memperhatikan keadaaan Evelina. Lelaki paruh baya itu tampak sedikit lebih tenang melihat Evelina yang berbincang dengan sahabatnya, The Handsome Guy. Meskipun keadaan gadis itu masih tetap dalam pemulihan akibat kejadian semalam yang menimpanya. “Anak-anak, hari ini kita akan melakukan senam pagi untuk menyegarkan tubuh! Bagaimana dengan kabar kalian pagi ini? Sudah mandi semuanya, bukan?” celetuk Bu Liane terdengar riang seakan tidak pernah terjadi apa pun semalam. “Bu, Jafar belum mandi!” seru sekumpulan lelaki kelas 11 IPS 2 yang berada tepat di samping barisan The Handsome Guy. Sontak perkataan itu pun membuat Zafran menatap tidak percaya ke arah teman kelasnya yang benar-benar memalukan. Sebagai anak kelas 11 IPS 2 yang dikenal dengan ketampanan di atas rata-rata, Zafran sungguh menyesal bisa satu kelas dengan mereka. Membuat lelaki itu menggeleng kepala tidak percaya sekaligus menahan malu. “Govlok! Siapa aja yang belum mandi?” tanya Zafran menatap penuh dendam. Seketika lelaki yang baru saja mengadu itu pun langsung ke arah Jafar secara bersamaan. Mereka tersenyum malu teman sekelompoknya telah mempermalukan diri sendiri. Sedangkan Jafar yang mendapat perlakuan itu pun menatap tidak percaya, lalu menggeleng keras. “Gue udah mandi, Zaf. Seriusan! Astaga, gue juga malu ketemu cewek-cewek belum mandi.” Seketika Reyhan yang mendengar pembelaan itu pun tersenyum geli, kemudian menarik pundak Zafran agar kembali menghadap depan menatap punggung mungil Evelina yang masih tetap setia pada tempatnya. “Udah, jangan diurusin lagi,” ucap Reyhan tersenyum geli dari belakang. Jordan yang melihat interaksi kedua sahabatnya tampak tetap tenang. Lelaki itu berada di barisan paling akhir menjaga agar tetap kondusif, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaannya membuat beberapa perempuan menjadi berlomba-lomba mencari perhatian. “Jordan, gimana tidur kamu semalam?” tanya seorang perempuan centil dari kelas sebelah yang tidak dikenali. Lelaki itu hanya mengabaikan begitu saja. Ia tampak tidak berminat menjawab apa pun, selain tetap memperhatikan setiap perkataan dari Bu Liane yang mengajak seluruh murid SMA Catu Wulan untuk ikut melakukan senam pagi. Tentu saja dua guru yang menjadi penanggung jawab sekaligus wali kelas dari keduanya sudah siap membawa sebuah pengeras suara cukup besar untuk menjadi penghias saat mereka melakukan gerakan penuh irama. Di saat lelaki itu sibuk mendengar perkataan Bu Liane, tiba-tiba telinganya menangkap sebuah perbincangan dari beberapa perempuan yang satu banjar dengan dirinya. Lelaki itu tampak tidak suka membuat keningnya berkerut dan langsung menatap ke arah tiga perempuan berpakaian kaus dengan celana pendek di atas lutut saling berhadapan satu sama lain. “Apa yang sedang kalian bicarakan?” tanya Jordan membuat ketiganya langsung mengalihkan pandangan. Mendapat perhatian yang cukup mengejutkan, mereka pun langsung kembali ke barisan. Akan tetapi, tidak dengan perempuan yang beberapa kali mencari perhatian Jordan. Ia langsung memanfaatkan situasi. “Jo, kamu tahu? Dari tadi mereka membicarakan masalah Eve yang katanya cuma mengada-ngada. Padahal yang aku tahu, Eve sama sekali enggak akan membuat masalah kalau memang bukan dari Mesya sendiri. Tapi, mereka tetap saja membicarakan masalah semalam,” sindir gadis tersebut dengan mendesis sinis. Jordan menatap sesaat, lalu kembali memperhatikan tiga perempuan yang mulai menunduk menahan malu. Membuat Reyhan yang berada tepat di depan Jordan pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sahabatnya. “Benar yang dikatakan dia?” tanya Jordan bernada sinis. “Maaf, Jo,” sesal salah satu dari mereka dengan sangat pelan, seakan benar-benar menyesali perkataannya sendiri. Sedangkan Reyhan yang menyadari situasi pun langsung menyela, “Kalau kalian ada yang mengusik Eve, jangan salahkan kami mulai bertindak kasar. Ini sebuah peringatan untuk teguran jelas!” Tanpa mendengarkan tanggapan apa pun, Jordan dan Reyhan mengikuti langkah Zafran bersama Evelina yang mencari posisi untuk melakukan senam pagi. Kini keempatnya berbaris paling belakang mencari aman sekaligus tempat agar bisa dengan leluasa melakukan gerakan tanpa harus diperhatikan. Sebenarnya Evelina sangat malas untuk berolahraga, karena gadis itu lebih menyukai hal-hal yang bisa dikatakan menenangkan jiwanya dibandingkan harus melelahkan tubuh. Belum lagi ada pandangan para gadis yang hendak menelan dirinya hidup-hidup. “Kalian berdua tadi ngapain ngomong sama cewek-cewek itu?” tanya Zafran di sela kegiatan senamnya. Reyhan menatap sesaat, lalu menjawab, “Biasalah, ngomongin masalah Eve semalam. Gue jadi yakin kalau Mesya ngasih tahu hal-hal yang mungkin keluar dari masalah ini.” “Jangan berburuk sangka dulu, Rey. Meskipun Mesya dikenal jutek, tapi kalau di kelas dia benar-benar menjaga. Karena dari sebanyak perempuan di kelas, cuma dia yang enggak pernah ngusik keberadaan Eve,” sanggah Jordan menggeleng pelan. Mendengar hal tersebut, Zafran menatap dua sahabatnya yang mulai tidak satu pemikiran. Lelaki itu tampak mengembuskan napasnya panjang, bisa dikatakan ini kali pertama mereka tidak satu pemikiran sehingga sedikit mengejutkan. Meskipun begitu, Zafran tidak memihak pada siapa pun. Sebab, pertengkaran mereka berdua mengarah pada kejadian semalam yang benar-benar mengejutkan. Bahkan lelaki itu sedikit tidak mempercayai kenyataan bahwa Evelina hampir terjadi sesuatu yang tidak terduga. “Ve, lo baik-baik aja, ‘kan?” celetuk Zafran menatap sahabat perempuannya yang berada di samping kiri, berbatasan langsung dengan seorang lelaki dari kelas 11 IPA 2. Kebetulan mereka menempatkan posisi yang sama. “Kenapa emangnya?” Evelina bertanya balik dengan kening yang berkerut bingung. “Pagi tadi gue belum lihat lo, padahal kata Jo lo udah keluar dari kamar dari tadi,” jawab Zafran sedikit kecewa. Evelina mengangguk pelan. “Tadi selesai mandi gue langsung ke kamar, tapi emang sempat ketemu Jo. Bukannya kalian berdua tadi sempat bertemu?” “Iya, gue tahu. Makanya gue agak penasaran sama keadaan lo yang kelihatan nyembunyiin diri,” keluh Zafran mengembuskan napasnya kecewa. Sontak hal tersebut membuat Evelina menggeleng tidak percaya, lalu kembali melanjutkan gerakannya yang mulai terasa sulit. Sesekali gadis itu melakukan hal jahil kepada sahabatnya agar tetap ceria. Membuat Zafran mau tidak mau kembali tertawa, walaupun awalnya sedikit kecewa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN