95. Merasa Penuh Curiga

2101 Kata
Setelah selesai sarapan, Evelina dan Zafran pun bergegas menuju ke sekolah bersama menggunakan motor besar yang sengaja dibawa pagi itu. Memang sempat terjadi pertengkaran kecil antara Evelina dan Zafran, akibat gadis itu tetap bersikeras untuk berangkat seorang diri menggunakan angkutan umum. Akan tetapi, kedua orang tua Evelina yang sejak tadi mengawasi dari kejauhan pun mulai merasa ada sesuatu terjadi di antara mereka berdua. Sampai Evelina tanpa sengaja melihat kedua orang tuanya itu pun memilih untuk mengalah. Kalau seperti ini terus-menerus kedua orangnya akan menjadi penasaran dan masalah mereka berdua akan diketahui. Tentu saja hal tersebut menjadi momok menakutkan bagi Evelina, karena Wendy akan sangat detail ketika meminta sesuatu diceritakan. Terlebih pertengkaran mereka berdua disebabkan kesalahpahaman. Selama diperjalanan menuju SMA Catur Wulan, tidak ada yang membuka suara. Baik Evelina dan Zafran saling terdiam satu sama lain. Keduanya kompak bergelut dengan pikirannya sendiri. Tepat sampai di depan gerbang, Evelina pun memilih turun lebih dulu. Hal tersebut membuat Zafran mau tidak mau menurutinya, sebab ia masih menjaga perasaan Evelina agar tetap baik dan dirinya bisa mendapatkan sedikit perhatian. Evelina melenggang santai membawa tas bekal dari sang ibu memasuki halaman SMA Catur Wulan yang dipenuhi oleh banyak siswa. Mereka terlihat baru datang dan menongkrong sembari menunggu bel masuk berbunyi. “Pagi, Eve!” sapa Yeoso tersenyum cerah menghampiri Evelina bersama seorang lelaki tampan di belakangnya. Melihat seorang gadis yang dikenal, Evelina tersenyum tipis. “Pagi juga. Dijemput sama Rey?” Yeoso menoleh ke belakang sesaat, lalu mengangguk pelan. “Iya, kemungkinan gara-gara masalah kemarin. Gue jadi diantar-jemput sama dia.” “Lagian lo nekat banget bawa mobil ke mal sendirian. Untung ada gue sama Rey,” sinis Evelina mendesis pelan hampir tidak mempercayai gadis cantik di sampingnya begitu nekat. “Semalam Rey ke rumah lo ngambil motor jam berapa?” tanya Yeoso mencondongkan tubuh penasaran. “Dia cerita katanya di rumah lo ada Zafran.” “Oh, entahlah gue juga enggak tahu. Mungkin Zafran yang nemuin semalam,” jawab Evelina mengangkat bahunya acuh tak acuh. Sedangkan Reyhan yang berada di belakang keduanya pun langsung menyusul langkah sang kekasih dan berdiri berdampingan sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Semalam Zafran ngapain aja di rumah lo?” tanya Reyhan ketika mendengar perbincangan dua gadis cantik di sampingnya. Evelina menoleh sesaat dengan mendapati Reyhan sudah sejajar melangkah bersama Yeoso. Gadis cantik yang menjadi kekasih lelaki tampan The Handsome Guy itu tampak merapatkan tubuhnya samar. “Rusuh. Gue yang baru pulang langsung disambut sama wajah enggak enak. Padahal gue udah niat pas sampai mau langsung tidur, tapi dia datang dengan sikap tidak bersalahnya membuat gue harus merelakan beberapa jam waktu tidur,” jawab Evelina dramatis sembari memeluk kepalan kedua tangannya di depan d**a seakan memohon pada Sang Pencipta segera memberikannya kebahagiaan. Mendengar jawaban tersebut, Yeoso langsung menyadari kantung mata Evelina menjadi sedikit lebih bengkak dan menghitam membuat gadis itu mencebikkan bibirnya prihatin. “Ya ampun, Eve! Kasihan sekali lo wajah bisa sampai selelah ini. Emang harus gue kasih pelajaran dulu si Zafran!” kecam Yeoso menipiskan bibirnya kesal. Evelina tertawa pelan, lalu menggeleng tidak percaya melihat seorang gadis yang awalnya terlihat cuek kini malah menjadi teman terdekatnya di sekolah “Gue enggak apa-apa, nanti bisa tidur di kelas kalau ada jamkos. Lagian sekarang gue juga enggak ada piket OSIS ataupun kelas, jadi bisa santai dikit.” Evelina mengedipkan sebelah matanya genit membuat Yeoso mendadak tersenyum malu-malu, sedangkan Reyhan yang melihatnya hanya mengernyit tidak percaya. “Dasar betina,” gumam Reyhan pelan sembari menggeleng penuh takjub. Ia membayangkan betapa menggelikannya kalau ia dan Zafran bertingkah seperti itu satu sama lain. Kemungkinan kejantanan mereka akan diragukan banyak orang. Sesampainya di lorong kelas yang sama, Yeoso mengembuskan napas panjang menatap Evelina dengan penuh sembari memegang kedua lengan gadis itu lembut. Ia menatap cerah pada sepasang bola mata yang memikat di bawah sinar mentari pagi. “Kita berpisah di sini, Ve. Gue usahain nanti kita istirahat bareng, karena hari ini enggak ada Pak Han,” ungkap Yeoso terdengar optimis dan senang. “Oke, gue juga sepertinya enggak ada mapel penuh. Karena sekarang ada acara di SMP CatuWul. Kemungkinan besar guru-guru yang ada di sini melakukan penyambutan di sana,” balas Evelina tersenyum tipis sembari memeluk pinggang ramping yang dibaluti ikat pinggang mungil berwarna hitam. Setelah itu, Evelina pun melenggang masuk dengan Yeoso kembali melangkah menuju kelasnya bersama Reyhan yang hendak mengantarkan tepat di depan kelas. Membuat banyak anak-anak IPA yang melihat mereka berdua pun terkejut, karena hampir tidak ada yang tahu kalau Reyhan berkencan dengan Yeoso, selain The Handsome Guy dan Evelina. Ketika berada di dalam Evelina melihat beberapa teman kelasnya mulai mengerjakan sesuatu di buku sembari sesekali ikut bercanda dengan golongan penghuni rakyat belakang. Beberapa dari mereka membawa laptop yang kemungkinan digunakan untuk melakukan presentasi. “Eve, lo udah ngerjain tugasnya Pak Han? Pagi ini disuruh kumpulin ke kantor!” seru Syafa selaku penanggung jawab kelas. “Udah, ada di dalam tas!” balas Evelina singkat, lalu menoleh ke arah bangku yang masih kosong. “Jordan belum datang, Sya?” Syafa mengambil buku pemberian Evelina dengan menggeleng pelan, lalu menjawab, “Hari ini Jordan enggak belajar di kelas dulu. Katanya sih, dia ada tugas di SMP Catwul. Ada beberapa guru juga yang enggak ngisi kelas, tapi ninggalin tugas.” “Benarkah?” Evelina melebarkan mata tidak percaya mendapatkan bocoran langsung dari siswi yang selama ini selalu backing guru ketika tidak masuk ataupun lupa terhadap jam mengajar. “Iya, gue lihat di ruang guru enggak banyak orang. Tapi, yang pasti Pak Han juga enggak ada dan ngasih tugas. Nanti kita ngambil tugasnya gantian sama sebelah,” tutur Syafa terlalu jujur mengatakan banyak hal kepada Evelina yang terlihat sedikit lesu. Evelina pun tidak menyembunyikan rasa senangnya. “Bagus. Kalau ini informasi valid, gue percaya. Apalagi lo selama ini selalu keluar-masuk ruang guru.” “Kenapa lo nanya sampai sejauh ini, Ve? Lo sakit? Atau enggak enak badan?” tanya Syafa mengernyit penasaran sembari memegang kening Evelina memastikannya baik-baik saja. Evelina menurunkan tangan gadis itu, lalu menjawab, “Gue enggak sakit sama sekali, Sya. Tapi, ngerasa ngantuk banget akibat ada suatu masalah di tempat lain.” “Tempat lain? Setahu gue, bukankah lo lagi berantem sama Zafran?” Awalnya semua terlihat baik-baik saja sampat kedatangan seseorang uang mengenjutkan membuat kehidupan Evelina benar-benar ditakdirkan oleh tetap curang dan ternistakan entah sampai kapan waktunya selesai. 0o0 “Rafa, lo disuruh ngambil buku di perpus!” Seorang lelaki yang awalnya tengah mencatat itu pun mengangkat kepala menatap Evelina tengah berbincang dengan beberapa murid lainnya. Kemungkinan gadis itu tengah sibuk mempersiapkan sesuatu. “Buku buat apa, Ve?” tanya Rafa bangkit dan tepat berdiri di samping Evelina yang bertubuh mungil, hanya sebatas dadanya saja. Evelina menoleh, lalu mengkode pada salah satu teman kelasnya untuk segera mengerjakan tugas. Kemudian, gadis itu menoleh ke arah Rafa yang terlihat menunggu jawab dari dirinya. “Biar lo belajarnya gampang,” jawab Evelina mulai melenggang keluar membuat Rafa mengikuti dari belakang. “Bukannya Pak Han udah bilang masalah ini sama lo, ya? Rata-rata murid dari program pertukaran pelajar selalu ngambil buku dari perpus.” “Emangnya banyak yang pertukaran di sini?” tanya Rafa penasaran sembari mensejajarkan langkah kakinya dengan Evelina yang terlihat sedang membaca beberapa berkas di tangan. “Enggak juga, tahun kemarin belum ada. Baru-baru ini nerima murid pertukaran pelajar. Soalnya nerima murid pertukaran pelajar itu enggak semua bisa menyesuaikan diri,” jawab Evelina mengembuskan napasnya panjang, lalu mendorong pelan pada pintu kaca yang tertutup rapat memperlihatkan seorang wanita tengah merapikan buku. Sejenak Evelina membawa Rafa menuju rak buku paling dalam dengan rak penuh berisikan berbagai macam tema. Gadis itu menunjuk ke arah jejeran buku yang terlihat sedikit. “Raf, ambil buku itu! Sama yang di sampingnya,” titah Evelina memberikan interupsi beberapa pergerakan ke arah Rafa yang sejak tadi diam. Beberapa lama kemudian, mereka berdua pun selesai mengambil buku yang diperintahkan oleh Pak Handiarto. Kini Evelina terlihat memproses buku tersebut dibagian data administrasi sekolah dengan memberikan tanda pengenal Rafa sementara. Selesai mencatat seluruh buku, akhirnya Evelina kembali mengajak Rafa yang membawa sekitar 15 buku menuju lorong loker milik sekolah. Sudah tiga hari lelaki itu datang menjadi murid pertukaran pelajar, Rafa memang terbilang sangat cepat menerima banyak fasilitas sekolah. “Jadi, ini nanti loker yang lo pakai selama sekolah. Kalau lo keluar ataupun pertukaran pelajar lagi, bisa kembaliin kunci sama kartu akses lo ke bagian Tata Usaha,” tutur Evelina menunjuk ke arah loker kosong dengan kunci yang mulai digunakan untuk membukanya. Rafa mengangguk beberapa kali, lalu membalas, “Fasilitas di sini bagus juga, ya. Gue awalnya sampai heran kalau sekolah ini mirip sekolah internasional.” “Memangnya lo masuk ke sini hasil rekomendasi sekolah atau permintaan diri sendiri?” tanya Evelina bersandar pada pintu loker sembari menatap lelaki di hadapannya mulai meletakkan setumpuk buku di dalam loker. “Awal-awal gue direkomendasiin ke Finlandia, karena pendidikan di sana bagus dan terjamin. Tapi, dipikir lagi orang tua gue asli Indonesia. Kalau misalnya harus pindah ke negara lain buat sekolah doang rasanya terlalu berlebihan. Jadi, gue mengajukan diri ke Indonesia,” jawab Rafa menutup pintu loker, tak lupa menguncinya kembali. “Terus, bisa sampai ke sekolah ini gimana? Yang gue tahu, SMA Catur Wulan enggak seterkenal itu untuk ukuran sekolah pertukaran pelajar.” Rafa tersenyum geli mendengar perkataan Evelina yang menampar fakta. “Sebenarnya gue ke sini hasil rekomendasi teman ayah. Jadi, ada beberapa kolega ayah gue yang kebetulan dari Indo juga.” “Aah, jadi rekomendasi dari orang-orang yang pernah ke sini. Pantas aja tahu dan enggak menyesal. Karena emang enggak semua orang bisa masuk, hanya beberapa dari yang terpilih aja.” Sejenak Rafa memperhatikan sisi wajah Evelina yang begitu cantik. Memang sejak pertama mereka bertemu di malam hari itu, ia tidak bisa melihat dengan jelas. Akan tetapi, Rafa tidak akan pernah lupa dengan suara lembut yang menyambut dengan kasar ketika dirinya melakukan kesalahan. Tepat malam itu terjadi, memang diam-diam Rafa berharap dirinya bisa satu sekolah dengan gadis pernah bertemu untuk pertama kalinya. Namun, siapa sangka kalau ternyata takdir mereka benar-benar tidak terduga. Nyatanya seorang gadis itu benar-benar satu sekolah dengan Rafa. Bahkan mereka bisa satu kelas dengan tempat duduk yang tidak terlalu jauh hanya berjarak satu meja dari depan. Karena dirinya duduk paling belakang untuk mengisi bangku kosong akibat kelebihan muatan. “Eve, lo punya pacar?” tanya Rafa secara mendadak ketika mereka berdua saling terdiam di loker. Evelina tengah memeriksa berkas di tangannya itu pun mengangkat kepala bingung, lalu mengernyitkan keningnya menatap ekspresi datar dari Rafa yang terlihat menatap serius. “Kenapa lo tanya begitu?” Evelina malah bertanya balik dengan alis kanannya menukik menuntut. Tanpa diduga sama sekali Rafa mendekatkan wajahnya membuat Evelina seketika melebarkan mata sembari mengikis jarak kepalanya hingga menempel sempurna di pintu loker. “Gue mau daftar jadi calon,” jawab Rafa tersenyum nakal. Namun, suara dehaman sedikit keras itu pun mengejutkan mereka berdua membuat Evelina spontan mendorong tubuh Rafa yang sedikit terhuyun ke belakang, tetapi dengan cepat ia menyeimbangkannya kembali. Tepat di hadapan mereka berdua terdapat sekolah lelaki berwajah dingin yang menatap ke arah Rafa dengan tajam, kemudian melangkah mendekat menghampiri Evelina. “Kenapa lama banget?” tanya Jordan terdengar seperti seorang pacar yang posesif ketika mengetahui kekasihnya berjalan dengan lelaki laoin. “Gue tadi sekalian nganter Rafa ngambil buku. Karena beberapa kali diambil selalu kelupaan dan Pak Han tahu sendiri selalu mengutamakan buku ketika masuk jadwalnya mengajar,” jawab Evelina mengembuskan napas panjang. Jordan mengangguk singkat, lalu memegang pundak kiri Evelina. Namun, siapa sangka kalau lelaki itu malah menarik Evelina menjauh dari sana. Hal tersebut nyatanya mengecengangkan Rafa yang sejak tadi memperhatikan Evelina dengan tatapan aneh membuat Jordan merasa sedikit terancam. Terlebih Jordan mengetahui tatapan Rafa terhadap Evelina yang menyiratkan sesuatu membuat Jordan merasa perlu melindungi gadis itu. “Balik ke kelas!” titah Jordan menunjuk menggunakan dagunya pada Evelina yang mengernyitkan kening kebingungan. “Ngapain, Jo? Gue belum selesai masih ada beberapa kegiatan OSIS lagi yang harus gue lakuin.” “Biar gue aja,” pungkas Jordan mengambil alih berkas yang ada di Evelina dengan paksa, lalu mendorong tubuh gadis itu menjauhkan. Sedangkan Evelina hanya patuh saja, walaupun perasaannya diliputi banyak pertanyaan. Namun, gadis itu tetap menuruti perkataan Jordan. Entah kenapa ia juga merasa sedikit aneh dengan sikap Jordan. Sepeninggalnya Evelina yang mulai menjauh, Jordan pun mengembuskan napas singkat dan menatap ke arah Rafa yang juga menatap dirinya penuh. Seakan ada sesuatu yang mengganjal hati lelaki itu. “Ayo, gue antar ke Tata Usaha buat ambil seragam!” ajak Jordan melenggang pergi begitu saja. Membuat Rafa sedikit kecewa akibat Evelina yang melenggang pergi lebih dulu. Akan tetapi, ia juga tidak bisa melakukan apa pun, selain menuruti Jordan yang terlihat sedikit menyeramkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN