58. Konsekuensi

990 Kata
“Astaga, apa yang kalian lakukan?” Suara keluhan entah sudah keberapa kali dari Bu Liane benar-benar membuat telinga Reyhan dan Zafran berdenging. Keduanya memang langsung dipisahkan dari perkelahian ketika Bu Liane hendak menuju salah satu kelas mengkoordinir masalah perdamaian kelas IPS yang dikenal sebagai kelas tanpa aturan. Reyhan dan Zafran tampak menundukkan kepala menatap sepasang sepatu lusuh penuh debu akibat perkelahian tadi. Sedangkan Jordan yang biasanya tenang pun tampak ikut emosi, karena lelaki itu menyaksikan sendiri bagaimana keempat lelaki tanpa adab melakukan hal paling menjijikkan. Tentu saja bukan pihak perempuan yang disalahkan, melainkan pihak lelaki tidak bisa menjaga pandangannya sebentar. Mereka terlalu dibutakan oleh sesuatu sampai tidak menyadari bahwa hal yang dilakukannya sangat amat tidak dibenarkan. Keempat kakak kelas yang mencari masalah lebih dulu itu pun langsung ditahan di ruang kepsek. Lain halnya dengan The Handsome Guy yang diadili di dalam ruang guru. Membuat mereka mendapat pandangan banyak guru di sana. Namun, para guru jelas tidak bisa menyalahkan mereka yang hanya membela diri. Walaupun apa yang dilakukannya jelas salah, karena tidak perlu menggunakan kekerasan fisik. “Baiklah, kalian bertiga tulis ungkapan bahwa di masa depan tidak akan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah!” titah Bu Liane tegas, lalu menoleh ke arah Jordan yang duduk seorang diri. “Untuk kamu Jordan, sayang sekali akibat tindakan gegabah kamu ini perwakilan sekolah akan jatuh sendirian untuk Lorena Yeoso Kim dan kamu akan mendapatkan pengurangan skor dalam kelulusan.” “Bu, itu enggak adil!” protes Zafran merasa apa yang diberikan untuk Jordan sangat keterlaluan, bahkan mereka hanya menulis penyesalan sampai tidak diberlakukan pengurangan skor. Bagi SMA Catur Wulan, pengurangan skor selama sekolah jelas hal yang sangat menakutkan. Karena masing-masing murid diberikan skor 100 poin selama tiga tahun menimba ilmu. Ketika skor pemberian telah habis, maka dengan sangat terpaksa mereka akan dikeluarkan dari sekolah. Sehingga pengurangan skor bagi Jordan membuat Zafran tidak terima, begitupun Reyhan yang mendengarnya. “Kamu tidak bisa protes sama Ibu, Zafran. Ini semua terjadi akibat kesalahan kalian bertiga sendiri. Dan untuk hukuman Jordan, Ibu hanya menyampaikan pesan dari Pak Han. Kalau kalian mau protes, silakan temui Pak Han dan bukan Ibu,” balas Bu Liane tajam membuat Zafran seketika mengantupkan bibirnya kesal. Jordan mengangguk pelan, lalu berkata, “Baik, Bu.” Setelah itu, The Handsome Guy pun keluar dari ruang guru dengan perasaan benar-benar kesal, terlebih menatap ke arah Jordan yang selalu berekspresi sama. Lelaki itu seakan tidak menyayangkan apa yang dilakukannya berdampak cukup besar. Ketiganya melangkah bersamaan menuju bangku taman sekolah yang terlihat sedikit sepi. Hanya ada beberapa adik kelas tampak menyapu halaman dan membersihkan tempat sampah. Mereka semua terkejut kehadiran The Handsome Guy yang kompak mendudukkan diri dengan memperlihatkan penampilan acaknya. Masih penuh luka-luka dan pakaian seragam yang robek serta lusuh. Satu per satu dari adik kelas itu pun mulai melenggang pergi dari taman. Mereka merasakan aura penuh ancaman dari sekitar tiga lelaki tampan tersebut. Membuat tidak ada satu pun yang berani mendekatinya. Apalagi mereka tahu bahwa perkelahian sengit telah terjadi selama beberapa saat. “Jo, lo enggak apa-apa dapat hukuman begitu?” tanya Zafran merasa tidak enak. “Tenang aja. Orang tua gue juga enggak terlalu kecewa,” jawab Jordan santai. “Maafin gue, Jo. Semua ini akibat kesalahan gue,” sesal Reyhan mengembuskan napasnya kecewa. Ia benar-benar merasa bersalah pada kedua sahabatnya yang sudah terkena masalah akibat Yeoso. “Aish, ini bukan salah lo, Rey. Gue yang tadi terlalu gegabah aja sampai pengen ninju itu orang,” sanggah Reyhan menggeleng pelan sembari memegang tekuk sahabatnya dan menggoyang-goyangkan gemas. Reyhan menepis tangan itu dengan kesal, lalu berkata, “Semua ini bermula dari Yeoso, kalau aja gue lebih berani buat ngadepinnya. Mungkin enggak akan terjadi seperti ini.” “Udah, jangan salahin diri sendiri. Ini kesalahan kita bersama. Lo lupa apa kata Bu Liane tadi?” pungkas Zafran merangkul kedua sahabatnya untuk menghibur. Saat mereka tengah berdebat singkat, seorang gadis tampak berlari menyusuri lorong sembari membawa kotak P3K di tangannya. Rambut Evelina meliuk-liuk cantik seiring dengan tubuh ringan tersebut membelah angin. Matanya terhenti ketika melihat siluet punggung kokoh yang bersandar pada kursi taman. Membuat gadis itu mengembuskan napasnya lega. Ternyata mereka telah keluar dari ruang guru. “Jordan, Reyhan, Zafran! Berdiri kalian!” seru Evelina dari kejauhan membuat ketika lelaki tampan yang duduk di kursi taman itu pun seketika bangkit. Evelina menatap wajah ketiga lelaki di hadapannya yang penuh memar dan luka membuat gadis itu menggeleng tidak percaya. Banyak luka didominasi oleh Zafran, sebab lelaki itu yang lebih dulu memulai pertengkaran. “Jo, lo benar-benar dalam masalah. Pak Han di kelas lagi marah besar dan minta semua anak-anak kelas buat ceritain gimana kalian bertiga bisa berantem tadi,” tutur Evelina sedikit kesal, lalu menggeleng tidak mempercayai bahwa Jordan pun ikut larut dalam pertengkaran tersebut. “Apa kata anak-anak?” tanya Jordan pelan. “Yang jelas, kalau hukuman lo dikurangin harus berterima kasih sama mereka dan jangan dingin lagi. Karena gue yakin mereka lagi belain lo di kelas,” jawab Evelina penuh penekanan, lalu menarik tubuh Reyhan untuk duduk. “Yeoso nanti ke sini! Lo benar-benar … masih enggak ngerti gue sama jalan pikiran kalian berdua.” Reyhan melebarkan matanya terkejut, lalu bertanya, “Yeoso enggak marah, ‘kan?” “Mana gue tahu!” balas Evelina kesal dan menarik kedua pergelangan lelaki tampang yang berada di sampingnya, kemudian bergerak menjauhi Reyhan yang sebentar lagi akan dihampiri gebetannya sendiri. Sejenak Evelina membawa Jordan dan Zafran menuju salah satu pohon rindang yang di bawahnya terdapat lingkaran semen untuk duduk bagi para murid SMA Catur Wulan, kemudian menempatkan keduanya duduk di sana. Sebenarnya gadis itu tidak ingin membawa Jordan dan Zafran duduk di kursi taman, karena benda tersebut sangat kecil sehingga ruang gerak Evelina sangat terbatas. Membuat gadis itu memilih tempat yang jauh lebih luas dan lega. “Gue obatin kalian berdua,” ucap Evelina menatap satu per satu dari dua lelaki yang wajahnya dipenuhi lebam dan luka. “Gue prihatin ngelihat wajah tampan kalian berdua jadi mendadak jelek.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN