27. Merasa Dipermainkan

981 Kata
Dua buah bus besar yang mengangkut seluruh murid SMA Catur Wulan pun mulai melaju meninggalkan jalan besar membawa mereka semua pada perjalanan panjang menuju Jakarta. Namun, perjalanan terasa jauh lebih lama dibandingkan ketika berangkat membuat seluruh murid pun menyadari hal tersebut dan mulai saling berpandangan satu sama lain. Bahkan perlintasan hutan terasa sangat jauh sampai hampir terasa seperti memutar dalam jalan yang sama. Hal tersebut nyatanya tidak hanya dirasakan murid SMA Catur Wulan saja, sebab Evelina yang awalnya sibuk mendengarkan musik melalui earphone pun mulai menegakkan tubuh membuat Zafran menoleh bingung. Lelaki itu tengah berbincang dengan Reyhan yang duduk tepat di seberang. “Kenapa, Ve?” tanya Zafran menatap bingung ke arah gadis yang ada di samping. “Gue seperti dengar sesuatu, Zaf,” jawab Evelina pelan, lalu menoleh ke arah luar yang ternyata banyak sekali hantu bertebaran. Pandangan semua hantu di luar sana jelas tertuju pada bus yang ditumpangi oleh Evelina. Entah apa alasannya, tapi hal tersebut jelas menganggu perasaan gadis itu. Namun, Evelina hanya terpaku pada sesosok gaun putih yang terlihat rapuh menatap ke arah seseorang di depan membuat gadis itu tanpa sadar mengikuti arah pandangannya. Kemudian, terpaku pada satu-satunya wanita cantik di depan bersama murid perempuan lain. Bu Liane yang menjadi tempat jatuh pandangan sesosok itu membuat Evelina mengernyit bingung. Lagi-lagi gadis itu hendak memastikan penglihatannya, tetapi tetap saja Bu Liane menjadi target paling akurat dalam pandangan rapuh tersebut. “Gue … ngelihat sesosok wanita rapuh di luar, Zaf,” celetuk Evelina memberanikan diri. Perkataan itu pun sukses membuat Zafran menoleh kembali. Kali ini matanya tampak membulat sempurna dengan arah pandangan sesekali keluar untuk memastikan keadaan. Akan tetapi, tidak ada sesosok apa pun yang dikatakan Evelina. “Yakin, Ve?” Evelina mengangguk mantap. “Gue lihat sesosok itu terus menatap ke arah Bu Liane.” “Gue juga agak ngerasain merinding tadi, karena rute perjalanan yang kita lalui tetap sama,” balas Zafran mendadak suasana semakin tegang. Tentu saja Evelina yang tidak menyadari hal tersebut langsung merasa penasaran. Karena ia memang sejak tadi tidak memperhatikan keadaan, selain sibuk dengan dunianya sendiri agar tidak mendengar suara-suara aneh dari luar. “Apa maksud lo, Zaf? Jangan mengada-ngada,” sungut Evelina berusaha berpikir positif. Zafran mengembuskan napasnya panjang, lalu menunjuk ke arah pohon yang menjadi satu-satunya ikon menarik perhatian dengan sepanduk kecil tampak terpasang lusuh. “Lo lihat spanduk iklan di pohon itu?” tanya Zafran menunjuk dengan dagu. Ia masih mempercayai takhayul yang tidak memperbolehkan menunjuk apa pun menggunakan jari, karena akan menimbulkan malapetaka. Evelina mengikuti arah pandangan sahabatnya, lalu mengangguk kaku. Ia melihat sebuah spanduk iklan badut yang sepertinya sudah sangat lama. Entah siapa yang menaruhnya di sana, tetapi cukup menghibur. Padahal jarang ada yang melintas, namun tetap saja mereka mereka memasang iklan seakan tidak pernah gentar walaupun sudah mengetahui hasilnya. “Hitunglah dari spanduk itu sampai sepuluh dan lihat kembali,” titah Zafran setengah berbisik. Dengan patuh Evelina mulai memperhatikan spanduk tersebut dan tepat sampai pada garis awal, gadis itu menutup matanya sembari tetap menghitung dalam hati. Sedangkan Zafran yang memperhatikan sahabatnya dengan tersenyum geli sembari menggeleng tidak percaya. Tepat pada hitungan terakhir, Evelina membuka matanya kembali dan menoleh ke arah luar memastikan apa yang dilihatnya benar-benar terjadi. Siapa sangka kalau perkataan Zafran memang benar adanya. “Zaf, bagaimana bisa!?” seru Evelina terkejut sampai tidak menyadari perubahan volume suaranya yang meninggi sampai beberapa murid SMA Catur Wulan melirik kesal. Namun, sayang sekali pandangan itu sama sekali tidak memberikan efek bagi Evelina. Bahkan Jordan dan Reyhan yang melihat hal tersebut hanya menatap tanpa minat, lalu kembali memejamkan matanya untuk segera beristirahat. Sedangkan Zafran tampak mengangkat bahunya acuh tak acuh. “Gue juga sempat bingung tadi, tapi setelah dilihat-lihat lagi memang benar. Bahkan tidak ada yang menyadari perjalanan yang semakin aneh.” “Ini enggak bisa dibiarin, Zaf. Bisa-bisa kita terjebak di hutan,” ungkap Evelina panik. “Lo mau bilang ke supir kalau kita berada di rute yang sama?” tanya Zafran mengangkat alisnya menantang. Evelina mengangguk polos. Mendapat jawaban tersebut, Zafran tersenyum miring dan menegakkan tubuh menatap penuh ke arah sahabatnya yang terlihat kebingungan. “Enggak bisa, Ve. Kalau sekarang lo maju ke depan dan bilang dengan perkataan enggak masuk akal jelas mereka semua akan menganggap lo sakit. Bahkan sampai putaran kelima pun supirnya masih belum sadar, jadi kita harus tetap diam dan berpura-pura enggak terjadi apa pun,” papar Zafran dengan nada kesal sekaligus muak. Memang agak sedikit aneh supir yang seharusnya paham perjalanan malah bertindak sangat aneh. Seakan semua murid SMA Catur Wulan tetap patuh pada rute yang semakin membingungkan. “Entah ini hanya pandangan kita aja atau memang yang terjadi seperti ini,” gumam Evelina menatap ke arah sahabatnya dengan embusan napas berat. “Kalau menurut pandangan gue, di sini ada beberapa yang sadar kalau rutenya salah. Tapi, mereka bahkan terlihat santai seakan tidak terjadi apa pun,” ujar Zafran menyandarkan kepalanya menatap luar jendela dengan mata yang semakin menyipit. “Lantas, tujuan mereka melakukan itu?” tanya Evelina merasa tidak percaya penghuni depan seakan menutup penglihatannya. “Dari yang gue dengar dulu, katanya kalau ada gangguan seperti ini memang lebih baik dibiarkan saja. Karena pada kenyataannya mereka melihat, tetapi tetap berpikir positif bahwa apa yang terjadi di depannya hanya sebuah khayalan. Jadi, tetaplah tenang sampai supir mengatasi masalah ini,” jawab Zafran panjang lebar. Terlepas dari kenyataan atau tidak, tetapi masalah ini benar-benar membuat Evelina membuka pandangan lebih besar mengenai permasalahan astral yang terkadang membingungkan. “Gue sama sekali enggak paham tujuan dari perkataan itu, tapi sepertinya memang berfungsi dengan baik. Jadi, memang tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi,” celetuk Evelina tepat setelah mendengar seluruh penuturan lelaki di sampingnya, karena Zafran terkadang menjadi pendengar yang baik dan bisa diandalkan. Jelas saja hal tersebut membawa banuak pengaruh baik dari Evelina yang benar-benar merasa sangat terbantu. Sebab, Zafran akan menjadi pelindung yang jarang sekali bisa ditemui dalam diri orang lain. Memang hanya Zafran seorang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN