Alasan Dibalik Obsesi

1435 Kata
Belum hilang sepenuhnya rasa kalut di hati Henry, namun dirinya harus menyambut kedatangan seseorang yang paling berharga di dalam hidupnya. Sophia, wanita paruh baya yang membesarkan Henry setelah ibu kandungnya meninggal dunia. “Selamat datang Bibi.” Henry berupaya untuk tidak memperlihatkan kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja kepada Sophia yang tampak tersenyum lebar di ambang pintu. “Aku sangat merindukanmu, Henry.” ucap Sophia langsung memeluk tubuh Henry. Senyuman lebar yang semula tercipta dibibir Sophia seketika memudar tatkala dirinya merasakan ada sedikit getaran ditubuh Henry. “Apa kau minum obatmu secara teratur?” tanya Sophia seraya mengusap wajah Henry dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Ya, Bibi tidak perlu khawatir dengan penyakitku.” jawab Henry sedikit memberikan senyuman kepada Sophia. Henry membawa Sophia masuk ke dalam mansion mewahnya. Tampak para pelayan turut menyambut kedatangannya disana. Dari sekian banyak pelayan yang berjejer menyambut kedatanganya lirikan mata Sophia tertuju pada Paula, si pelayan centil yang sempat melayani Gaby ketika sarapan diruang makan. Henry dan Sophia berbincang sebentar di ruang tengah. Mereka memang sudah lama tidak berjumpa karena Sophia tinggal di negara lain. “Kenapa Bibi tidak bilang padaku terlebih dahulu kalau ingin datang kesini? Aku bisa menjemput Bibi di bandara!” ucap Henry memulai obrolan mereka diruangan itu. “Sesekali aku ingin memberimu kejutan makanya aku tidak bilang, lagipula kau sudah lama tidak datang mengunjungiku, jadi aku pikir kau pasti sedang sibuk… aku tidak ingin membuatmu repot-repot menjemputku di bandara.” sahut Sophia sembari meraih secangkir teh yang disajikan pelayan untuknya. Tak lama setelah itu Lucas datang menghampiri dengan mengatakan bahwa ruang kamar untuk Sophia beristirahat telah disiapkan. Sophia yang merasa lelah setelah melakukan perjalanan selama berjam-jam lantas mengikuti langkah Lucas yang membawanya masuk ke dalam sebuah lift. Saat itu lirikan mata Sophia melihat tangan Lucas yang menekan nomor lantai yang akan mereka tuju. “Lucas, apa kau lupa bahwa ruang kamarku berada di lantai dua?” Sophia berhasil membuat kepala pelayan itu sedikit gugup. “Setiap kali aku berkunjung kesini aku selalu tidur di kamar yang ada di lantai dua dekat dengan kamar Henry, tapi kenapa kau membawaku ke lantai tiga?” tanya Sophia lagi kepada Lucas. “Maaf Nyonya, tuan Henry yang meminta saya menyiapkan kamar yang ada di lantai tiga untuk anda.” jawab Lucas berusaha untuk menyimpan rasa gugupnya di depan Sophia. Sophia akhirnya sampai diruang kamarnya yang ada di lantai tiga, ia memberikan senyuman yang cukup hangat kepada Lucas sebagai tanda terima kasih karena telah mengantarnya. Setelah memastikan Lucas kembali masuk ke dalam lift, Paula yang sedari tadi menunggu di tempat persembunyiannya segera masuk ke dalam kamar Sophia. “Bagaimana keadaan wanita itu?” tanya Sophia kepada si centil Paula yang memiliki tugas utamanya sebagai mata-mata disana. Sophia sengaja mengirimkan Paula agar dirinya mengetahui semua yang dilakukan Henry saat jauh darinya. “Wanita itu masih di kurung tuan Henry di dalam kamar karena sudah berkali-kali mencoba untuk kabur.” jawab Paula blak-blakan karena sudah cukup akrab dengan Sophia. “Artinya wanita itu bukan kekasih Henry.” ucap Sophia lantas merasa gelisah setelah mengetahui bahwa keponakannya sedang menyandera seorang wanita. “Nyonya, ada hal penting yang harus anda ketahui… aku sempat mendengar kalau wanita yang dibawa pulang tuan Henry ternyata sudah menikah!” sambung Paula lagi membuat rasa cemas di hati Sophia semakin menjadi-jadi. Malam harinya Sophia mengetahui bahwa Henry telah pergi mengurusi bisnis kotornya sebagai seorang mafia. Kepergian Henry saat itu lantas dimanfaatkan Sophia untuk melihat siapa wanita yang di sandera oleh keponakannya tersebut. Pergilah Sophia ke lantai dua dengan menaiki lift, sesampainya disana ia melihat beberapa penjaga sedang berjaga di depan pintu ruangan yang diketahui adalah ruang kamar Henry. Sophia yang cukup dihormati sebagai orang yang paling berharga di dalam kehidupan Henry, tak goyah saat menghadapi para penjaga disana. “Buka pintunya!” Sophia langsung memerintahkan para penjaga itu yang tampak ragu untuk melakukannya karena takut melanggar perintah Henry. “Tapi Nyonya, tuan Henry-” “Aku yang akan menanggung semuanya, jadi kalian tenang saja Henry tidak akan menghukum kalian!” sanggahnya membuat para penjaga itu terpaksa melanggar perintah dari majikan mereka. Pintu ruang kamar itu pun dibuka, sosok wanita yang sedang berdiri samping jendela menoleh kearah Sophia yang masih berdiri diambang pintu. Perlahan Sophia melangkah masuk, namun setelah melihat dengan jelas raut wajah wanita yang ada disana membuat langkah kahinya terhenti dan jantungnya berdebar kencang. “Wajah itu! Apakah ini yang menjadi alasan Henry menyandera wanita ini?” tanya Sophia dalam benaknya seraya terus menatap wajah Gaby yang terlihat sembab karena habis menangis. Gaby yang ingin sekali lepas dari tahanan Henry, segera mendekati Sophia dan berlutut dikakinya. “Nyonya, tolong selamatkan aku… aku ingin pulang, suamiku pasti sedang mengkhawatirkanku!” Gaby lantas memohon kepada Sophia agar mau menyelamatkannya meskipun dirinya tidak mengenal sosok Sophia sebelumnya. Sophia yang masih terperanjat hanya menatap wajah Gaby yang tampak memelas kepadanya. Tak lama kemudian Sophia membawa Gaby untuk duduk bersamanya dan berusaha membuatnya tenang. “Aku janji akan mengeluarkanmu dari sini, tapi bisakah kau menungguku mendapatkan waktu yang tepat karena Henry bukanlah orang yang mudah untuk dihadapi.” ucap Sophia kepada Gaby sembari menggenggam tangannya seolah ingin meyakinkan wanita tersebut. “Aku ingin bertemu dengan suamiku, hiks-hiks-hiks.” ucap Gaby menangis membuat Sophia merasa iba. “Tenanglah, aku pasti akan menolongmu.” Sophia mengusap air mata diwajah Gaby dengan sentuhan lembutnya, lalu tanpa sengaja melihat bekas cekikan tangan di leher Gaby. “Anak itu menyiksa wanita ini… lihat saja aku akan memarahinya nanti!” gerutu Sophia dalam hatinya yang merasa kesal terhadap Henry karena telah menyakiti Gaby. “Nyonya, apa kau ibu dari pria gila itu?” pertanyaan yang Gaby lontarkan membuat Sophia tersenyum karena Gaby mengatai Henry sebagai pria gila. “Aku bibinya dan aku yang membesarkan Henry setelah ibunya meninggal.” jawab Sophia menghilangkan rasa penasaran Gaby. “Lalu ayahnya?” tanya Gaby lagi. “Hehehe, kelihatannya kau sangat penasaran dengan pria gila itu.” ucap Sophia sengaja mengalihkan pembicaraan mereka lantaran tak ingin membahas mengenai ayah kandung Henry. Tok! Tok! Tok! Salah satu penjaga muncul diambang pintu membuat Sophia dan Gaby menoleh kearahnya. “Nyonya, tuan Henry sudah kembali.” ucapnya kepada Sophia. Sophia segera keluar dari kamar itu untuk menemui Henry yang baru saja pulang. Sophia meminta waktu Henry sebentar dan mengajaknya bicara empat mata. “Biarkan wanita itu pergi, Henry!” ucap Sophia membuat raut wajah Henry kesal kepada para penjaga yang telah melanggar perintahnya. “Aku akan menghukum mereka-” “Henry!” sergah Sophia menghentikan langkah Henry yang hendak pergi dari ruangan itu. “Aku yang meminta mereka membuka pintu kamarmu!” sambung Sophia lagi. “Jadi kedatangan Bibi kali ini bukan karena merindukanku!” Henry tampak tampak geram setelah menyadari tujuan Sophia datang mengunjunginya. “Ada pengkhianat di kediamanku!!!” teriak Henry tak mampu lagi menahan gejolak emosinya. Prraaang!!! Henry melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan benda yang ada di sekitarnya. Sophia yang sudah mengerti tabiat dari keponakannya tersebut hanya bisa menyaksikan kejadian itu sembari menghela nafas panjang. Semua benda yang ada diruangan itu sudah hancur berantakan. Henry tampak puas setelah melampiaskan amarahnya disana. Sophia segera mendekati keponakannya itu dan memeluknya. “Henry, aku tau alasanmu tidak membiarkan wanita itu pergi… karena wajahnya mirip dengan mendiang ibumu.” ungkap Sophia sembari menatap Henry. “Aku tidak akan melepaskannya!” ucap Henry tak lagi menyembunyikan rasa obsesinya terhadap Gaby di depan Sophia. “Tapi dia sudah menikah, suaminya pasti sedang-” “b******n itu tidak pantas disebut sebagai suami!” sergah Henry membuat Sophia terdiam. “b******n itu mengaku mencintai istrinya, tapi berselingkuh dengan wanita yang tidak lain adalah sepupu istrinya sendiri bahkan dia nekad menjual istrinya pada pria lain… sudah lama aku ingin membunuhnya!” sambung Henry menguak semua perbuatan buruk yang dilakukan Matthew yakni suami Gaby. “Jadi sudah lama kau menguntit Gaby dan keluarganya?” tanya Sophia namun Henry enggan menjawab serta menghindari tatapan mata darinya, namun sikap yang ditunjukkan Henry saat itu membuat dirinya mengerti. Malam itu Henry membeberkan semua yang ia ketahui mengenai Matthew yang telah mengkhianati kepercayaan yang Gaby berikan selama 5 tahun pernikahan mereka. Henry pula memperlihatkan beberapa bukti perselingkuhan yang dilakukan Matthew dan Laura, juga video rekaman Lizzie yang mencampurkan obat ke dalam minuman Gaby di sebuah club malam. “Henry, di mata Gaby kau adalah pria jahat yang menahan dirinya disini, dia tidak akan mempercayaimu walaupun kau menunjukkan semua bukti kecurangan yang dilakukan suaminya.” ucap Sophia kepada keponakannya tersebut yang tampak mendengus kesal. Drrtt…. Drrtt…. Satu panggilan telepon memaksa Henry harus meninggalkan Sophia yang sebenarnya belum selesai berbicara dengannya. Dari sebuah jendela Sophia melihat Henry masuk ke dalam mobil dan pergi bersama Dante serta beberapa pengawal lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN