DDM 12 – Pertemuan dengan Laki-Laki Demawan

1469 Kata
*** Teruslah berbuat baik karena kita tidak pernah tahu kebaikan mana yang nantinya akan mengantarkan kita ke Surga. IG: Upi1612 ***   Malam pun datang, Angeline, Richie, dan Velyn yang seharian mencari pekerjaan akhirnya menyerah karena semua orang menolak mereka. Rata-rata semua orang menolak dengan alasan mereka bertiga masih dibawah umur sehingga tidak ada yang beanri mempekerjakan anak yang dibawah umur.   “Susah banget ya cari kerja, Bos?” kata Richie.   “Iya, Chie. Ternyata susah banget.” kata Angeline.   “Gue capek..” kata Velyn sambil berjongkok. Angeline dan Richie langsung berhenti.   Richie buru-buru menghampiri Velyn. “Beb, lo gakpapa?” tanya Richie.   “Kita istirahat dulu aja.” kata Angeline.   Angeline mengedarkan pandangan ke segala arah sampai akhirnya dirinya menemukan pot tanaman yang terbuat dari semen yang bisa di duduki di samping jalan.   “Ke situ aja!” kata Angeline sambil menunjuk.   Kedua sahabat Angeline langsung mengangguk dan mereka pun duduk di sana. Mereka bingung harus ke mana lagi. Koper mereka masih ada di pemakaman sengaja mereka tinggal karena berat dan cukup merepotkan.   Velyn memegangi perutnya, Angeline sangat tahu kalau keadaan mereka bertiga sedang kelaparan.   “Gue bakal cari makanan.” kata Richie.   “Gimana caranya?” tanya Angeline.   Richie mendekatkan wajahnya ke arah Angeline dan Velyn, “Ada satu cara yang belum kita coba. Copet. Kita bisa copet dompet orang.” kata Richie.   “Astaga. Kita udah dikatain maling sama orang-orang lho, Chie.” kata Velyn.   “Gini, Beb. Nanti KTP-nya kita tahan kalau udah punya duit kita balikin. Jadi, jatohnya kita bukan nyuri tapi pinjem, pinjem uang orang sebentar.” kata Richie.   “Gue setuju, Chie. Kalo gitu. Gue aja yang ngelakuin. Lo berdua di sini aja.” kata Angeline.   “Enggak, gue aja, Bos.” kata Richie.   “Gue ikut.” kata Velyn.   “Gue juga ikut.” kata Angeline.   Richie langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebagai laki-laki diantara dua perempuan tentu membuat dirinya ingin bisa melindungi sahabat perempuannya itu. Namun, melihat keduanya yang terlihat kekeh dirinya pun mengangguk.   Angeline langsung mengedarkan pandangannya ke segala arah dirinya mencoba mencari mangsa yang menurutnya mudah untuk melancarkan usaha mencopet untuk mereka bertiga.   “Ah, kalian liat itu!” seru Angeline sambil melihat seorang laki-laki berjaket yang sedang memberikan uang kepada pengemis.   Richie dan Velyn langsung mengamati orang tersebut.   “Tunggu, Bos. Jangan cuma satu kan kita bertiga.” kata Richie. “Kalau bertiga susah gitu atur stateginya.” lanjutnya.   “Iya, Bos. Kalau banyak yang kita copetkan kita bisa dapat uang banyak.” kata Velyn.   “Gue sebenernya takut lo berdua kenapa-kenapa.” kata Angeline.   “Gak papa, Bos. Kita bisa, iya kan, Beb?” kata Richie.   “Bab-beb bab-beb aja lo.” kata Velyn kepada Richie. Richie hanya kerkekeh.   Angeline yang melihat Velyn yang marah kepada Richie juga ikut tertawa karena memang Angeline tahu kalau Richie menyukai Velyn namun Velyn tidak pernah merasakan hal serupa hingga Velyn terus menolak Richie. Namun, meski kerap di tolak, Richie selalu saja memanggil Velyn dengan sebutan, “Beb”.   “Yaudah, kalo gitu kita langsung mencar aja, cari target yang menurut kita gampang. Satu jam lagi kita harus sampai di sini. Walaupun nggak dapet tetep kumpul di sini.” kata Angeline.   Mereka bertiga pun berpencar untuk mencari mangsa masing-masing. Angeline pun tetap mengincar laki-laki yang tadi dia sebutkan. Angeline merasa kalau laki-laki itu merupakan benar target yang sangat empuk untuk dicopet.   Alasan Angeline menjadikan laki-laki muda itu sasaran adalah Angeline sempat melihat di dompet laki-laki itu tebal dan laki-laki itu memberikan uang yang cukup banyak kepada pengemis tersebut.   “Gue harus cegat dia, pura-pura tabrak dia trus gue ambil dompetnya.” gumam Angeline.   Angeline menghafalkan baju yang dipakai oleh laki-laki tersebut lalu berjalan memutar, Angeline pun mulai melancarkan aksinya.   Dan di sinilah Angeline yang berjalan dan betapa terkejutnya dirinya melihat wajah laki-laki itu yang ternyata sangat tampan. Namun, Angeline terus fokus untuk berjalan dan melancarkan aksinya.   Laki-laki itu terlihat berhenti di hadapan seorang anak kecil yang seperti tengah terpisah dengan orang tuanya, Angeline tersenyum tipis laki-laki itu terlihat sangat baik dan dermawan. Dalam hati Angeline mulai bertanya-tanya apakah apa yang akan dilakukannya keterlaluan atau tidak karena ingin mencopet orang baik, namun mengingat bagaimana dirinya dan ketiga temannya sedang kesulitan dirinya mengesampingkan rasa itu.   Angeline semakin dekat.   “Aduh!” ringis Angeline saat menabrak laki-laki itu sembari tangannya meraba celana bagian belakang laki-laki tersebut mencoba mencari keberadaan dompet.   Lalu, setelah menemukannya, Angeline pun mencabut dompet tersebut sambil tersenyum. Ini terasa begitu mudah baginya. Angeline memasukkan dalam baju, menjepitnya di perut dengan celananya lalu dia menahan perutnya agar tidak mengembung   “Maaf.” kata Angeline lalu hendak berjalan pergi.   Di luar perkiraan laki-laki itu memegang lengan Angeline yang tetutup jaket. “Tunggu.” katanya.   Angeline menelan ludahnya dengan susah payah.   Jangan-jangan dia tahu gue ngambil dompet dia. Duh, gimana dong? – batin Angeline kini tidak karuan. Dirinya merasa takut.   Angeline sebetulnya sangat ingin berlari namun dirinya takut kalau dirinya lari, laki-laki itu justru akan meneriakinya copet dan dirinya dimasukkan ke kantor polisi. Kalau dia sampai ditahan bagaimana nasib kedua sahabatnya?   Akhirnya, Angeline diam saja. Dirinya berdoa agar laki-laki itu tidak tahu tindakannya.   “Mamanya ke mana, Dik?” tanya laki-laki itu kepada anak kecil yang tengah menangis.   Anak itu hanya menggeleng saja sambil menangis. Tangan laki-laki itu masih memegangi tanganku, aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Angeline juga ingin pergi namun melihat anak kecil tersebut dirinya jadi teringat keadaan dirinya yang tidak punya rumah. Seketika rasa iba itu datang.   “Kita tunggu di sini aja, sampai orang tuanya dateng.” kata laki-laki tersebut. Aku melotot, aku melirik jam tangannya, setengah jam sudah berlalu. Dirinya masih memiliki sisa waktu setengah jam lagi, jadi dia menurut.   Laki-laki tersebut membawa Angeline dan anak kecil tadi untuk duduk di bangku taman yang panjang. Laki-laki itu mengambil jarak seperti menghindari Angeline namun tangan kirinya masih berada di lengan Angeline.   “Lepasin gue..” kataku mencoba memberanikan diri.   “Diam atau gue laporin lo ke polisi,” ancamnya.   Angeline membelalakkan mata, ternyata laki-laki tersebut tahu apa yang telah dilakukannya. Angeline meringis dalam hati, dirinya mengedarkan pandangan ke segala arah. Dirinya ingin pergi namun dirinya takut ditahan di kantor polisi.   Laki-laki itu merogoh kantong jaketnya lalu mengeluarkan permen dan memberikannya kepada anak tersebut. Anak perempuan tersebut pun berhenti menangis dan memakan permen tersebut. Angeline meneguk ludahnya sendiri ketika dirinya melihat anak kecil tersebut memakan permen tersebut dengan bahagia.   Angeline menginginkan permen seperti itu juga. Kini batin Angeline terus mengatakan hal demikian. Anak laki-laki itu memberikannya kepada Angeline dengan tangan kanannya namun tidak mau menatap wajah Angeline.   Angeline menerimanya dengan cepat. Masa bodoh dengan gengsinya. Dirinya mau memakannya. Namun, seketika Angeline teringat kedua sahabatnya. Di tangan laki-laki itu ada dua permen, Angeline pun mengambil dua-duanya. Pas untuk kedua sahabatnya. Angeline kembali mengalah. Baginya kini yang terpenting adalah kedua sahabatnya.   “Kita tunggu di sini dulu ya, sampai mama kamu dateng.” kata laki-laki itu kepada anak kecil itu.   Anak kecil itu mengangguk.   Angeline diam saja. Angeline benar-benar bingung harus mengatakan apa. Lagi pula dirinya merasa tidak memiliki situasi menguntungkan.   Mereka pun menunggu, Angeline melirik tangan laki-laki tersebut yang ada pada tangannya dengan frustasi. Waktu sudah menunjukkan kalau satu jam sudah lewat.   “Maaf, tapi gue harus pergi.. gu-..” ucapan Angeline terpotong saat melihat wanita paruh baya datang menghampiri mereka.   “Mama!” seru anak kecil tersebut.   Angeline pun langsung bersyukur dalam hati, kini anak kecil tersebut sudah bertemu dengan ibunya jadi dirinya bisa pergi dan menyudahi drama bersama laki-laki tersebut saat itu juga.   “Terima kasih ya, sudah jaga anak saya.” kata wanita paruh baya tersebut.   “Iya, Bu. Sama-sama.” kata laki-laki tersebut. Sedangkan Angeline hanya tersenyum dan mengangguk saja.   Lalu wanita paruh baya beserta anak kecil itu langsung pergi meninggalkan Angeline dan laki-laki tersebut. Angeline merasa sudah tidak bisa diam lagi. Dirinya harus segera mengembalikan dompet tersebut lalu pergi menemui kedua sahabatnya. Perasaannya tidak enak. Karena sedari tadi dirinya tidak melihat keberadaan kedua sahabatnya itu sedangkan Angeline tidak jauh dari tempat janjian mereka.   “Maaf. Gue bakal kembaliin dompet lo.” kata Angelin yang langsung berniat untuk membuka bajunya.   “Astgahfirullah aladzim.” kata laki-laki itu langsung melepaskan tangan Angeline dan menutup mukanya sendiri   Angeline awalnya mau protes, namun dirinya merasa ini adalah kesempatan yang bagus untuk dirinya pergi dari laki-laki tersebut. Angeline pun tersenyum dirinya bisa memanfaatkan ini.   “Iya, gue gak pake daleman. Gitu aja terus.” kata Angeline mengompori laki-laki itu agar terus menutup matanya.   Angeline tersenyum licik lalu berlari. Dirinya tidak jadi memberikan dompet tersebut kepada laki-laki tersebut. Angeline merasa keberuntungan bisa lepas begitu saja. Angeline melirik ke kanan dan ke kiri, situasinya terasa sangat sepi, Angeline tersenyum dan menganggap kalau semesta sedang berada di pihaknya.   Mendengar suara langkah orang berlari, laki-laki tersebut membuka matanya dan langsung berlari mengejar Angeline. Angeline yang menyadari kalau laki-laki tersebut mengejarnya langsung mempercepat larinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN