“Dalam al-Quran ada 30 jus,Callisa. Ada 114 surah dan enam ribu enam ratus enam puluh enam ayat didalamnya. Ini hanya dasar saja,kamu sudah tau hal ini?”
Jawabanku adalah gelengan,aku memang tak tau menahu soal itu. Yang Callisa tau hanya harga baju,diskon atau tas keluaran terbaru. Aku baru tau jumlah ayat dalam Al-Qur’an sebanyak itu,kirain hanya beberapa saja. entahlah,niatnya kesini untuk belajar bukan memikirkan barang belanjaan.
“Callisa? Kamu sudah hapal atau bagaimana?”
“Hm apa harus dihapal kak?” tanyaku balik yang malah membuat Kak Cahya tertawa kecil. Kepalanya mengangguk beberapa kali menandakan mengerti bagaimana posisiku. Seorang Callisa yang terkenal dengan kecantikannya malah tidak tau apapun soal dasar-dasar agama.
Jujur,sepanjang kuliah aku tidak pernah diajarkan berapa jumlah jus itu,atau surahnya. Membingungkan ya? Kenapa susah sekali mendekatkan diri dengan Allah ya? Banyak banget kendalanya.
“Nah kita berpindah,belajar mengaji kan? Huruf hijaiyah ada 29 huruf. Nah,ada harakatnya. Jika diatas berarti fathah,kalau dibawah berarti kasrah. terus dua tanda Namanya tanwin,dan blabla,” mataku terus melirik kertas yang kak Cahya tempati untuk menulis. Ada banyak huruf yang Kak Cahya tulis,dan memberikan banyak tanda agar aku paham.
Untuk satu ini aku paham sih,palingan yang berbeda adalah menyambungkan satu huruf ke huruf lainnya. Kadang fa tapi aku malah bilang qho. Atau kadang da tapi aku menyebutnya dza. Pokoknya kalau soal tanda-tanda bacanya aku masih paham.
“Nah,coba kamu baca iqra yang ini.”
Dengan jantung berdebar aku memnbacanya,dan benar sekali kawan. Aku mendapatkan banyak teguran dari Kak Cahya. Mulai dari hurufnya yang salah atau penyebutannya yang sama.
“A’ berbeda dengan A,Callisa. Tsa dan Sya jangan kamu samakan menyebutnya. Ada 7 huruf sin yang harus kamu bedakan penyebutannya bukan malah sama. Mulai dari tsa,dza,za,zho,sa,sya dan Shod. Hmm kayaknya jangan kejauhan ke tahzin dulu deh,kamu membedakan huruf aja belum terlalu fasih.”
Sepanjang Kak Cahya menyebutkannya,mataku terpejam lalu terbuka lagi. Begitu terus menerus hingga sejam kemudian. Saat ini aku duduk sendirian diruang tamunya sedang orangnya pamit sebentar ke belakang katanya ada urusan.
Orang yang beragama atau apasih Namanya itu,beda ya. Hiasan rumah mereka bukan berisi foto-foto Bersama tetapi tulisan al-Qur’an yang dibingkai lalu dipasang di dinding. Mana rak bukunya bukan berisi n****+-n****+ lagi,sekilas aku melihat ada banyak buku tentang agama disana,bagaikan langit dan bumi beneran kalau aku dan Pak Aydan Bersama.
Tapi jangan menyerah Callisa,pokoknya jangan menyerah. Kamu harus bisa berjuang dengan segala usahamu,hasilnya belakangan yang penting usaha aja dulu,iyakan? Iyakan? Haha. aku kemari tanpa memakai penutup kepala sama sekali,saat turun dari mobil dua setengah jam yang lalu. Beberapa tetangga Kak Cahya malah mengintipku.
Apa yang salah ya? Aku hanya mengikat asal rambutku ditemani bando hadiah dari Mba Deva di ulang tahunku yang ke 21 kemarin. Terus memakai rok sepanjang mata kaki tapi bagian samping terbelah hingga lutut,baju? Aku memakai baju yang cantic kok. Bagian pundakku yang cantic masih terlihat.
Kak Cahya juga menyambutku dengan senyuman,menuntunku masuk kedalam rumahnya. Tadi ada beberapa anak-anak berjilbab tapi setelah melihatku mereka pamit keluar. Sudahlah,mungkin mereka semua terpesona dengan kecantikan seorang Callisa yang tiada duanya ini.
“Maaf ya lama,ada urusan mendadak soal anak didik. Saya bakal kasi kamu buku panduan baca Al-Qur’an-nya. Kamu cukup baca sesekali aja kalau ada waktu luang. Kalau ada kesempatan bisa kesini sekali seminggu untuk belajar sama saya. Kalau mendadak kamu engga paham dengan isi bukunya,kamu bisa memfotonya lalu menanyakannya lewat room chat. Paham?”
“Paham sedikit,jujur pelajaran hari ini engga begitu masuk kak. Aku bukannya tidak menghargai Kak Cahya tapi memang otak aku yang agak lambat menerimanya.” Jujur padanya adalah jalan pintas,aku mana mungkin mangatakan paham dan pindah ke pelajaran selanjutnya tapi sebelumnya engga ada kemajuan sama sekali bukan?
“Tidak papa,Callisa. Selayaknya belajar pada umumnya maka proses yang ini juga sama tidak ada yang membedakan sama sekali. Dengan kamu mau datang kesini,belajar agama bahkan memberikan waktu luang saja itu sudah sangat luar biasa,Masyaallah sekali.”
Keningku berkerut,”Masyaallah? Itu dipake pas apa?”
“Saya suka saat kamu penasaran begini,penjelasannya panjang tapi intinya setiap kamu menemukan keadaan yang membuat kamu kagum akan sesuatu,maka kamu mungkin bisa menyebutkan kata itu dulu barulah mengatakan kata pujianmu. Semacam,Masyaallah cantiknya Callisa. Atau Masyaallah pakaian kamu sungguh memikat hari ini,begitu.”
“Engga paham aku,”
Kak Cahya tersenyum,tenang banget ya liat senyumannya. Aku setiap kali menatap wanita berjilbab Panjang tersenyum rasanya mereka memberikan kehangatanpada kita,seolah mengatakan ‘tenanglah,Allah selalu ada untukmu maka jangan khawatir.’
“Jadi hari apa janjiannya?”
“Hm aku engga bisa nentuin kak,takutnya malah engga bisa. Aku bakal tanya sama kakak dulu apa sibuk atau engga setelahnya baru datang kesini. Kakak engga keberatan dengan itu kan?”
“Tentu tidak.”
Pamit padanya,barulah aku menuju mobil yang ku pinjam hari ini. Ya,aku tak membawa mobilku karena tak mau ketahuan Papi yang sedang ada dirumah. Aku keluar rumah secara diam-diam agar tak ketahuan,takutnya ditanyain banyak-banyak padahalkan sedang buru-buru takutnya Kak Cahya menunggu lama.
Perempuan bernama lengkap Nur Cahya Cantika itu benar-benar pintar ya? Apa saat begini harus mengatakan Masyaallah kali ya? Kan termasuk kagum juga atau bukan begitu cara pakenya? Tau ah,memikirkan satu kata saja susahnya minta ampun.
Keberangkatan ke Paris bagaimana? Ya ditunda lah,aku bahkan sampai mengurung diri di kamar seharian dan tak mau makan sama sekali. Membuat ketiga kakak tersayangku akhirnya membujuk Papi untuk menunda kepulanganku kesana,berharapnya sih di batalkan aja. Iyakan?
Bukannya langsung pulang,aku malah membawa mobil kak Reika memasuki Kawasan universitas Atmaja. Terlihat dari kejauhan ada Pak Aydan yang sedang berbincang dengan beberapa mahasiswa di Kawasan tempat parkir. Memang jodoh ya? Tidak perlu mencari nanti juga akan terlihat dengan sendirinya.
Dengan menyandarkan punggung ke sandaran kursi,mataku memperhatikan bagaimana seriusnya Pak Aydan di depan sana. Kacamata yang menghiasi wajanhnya makin menambah kadar kegantengannya,ditambah posisi berdirinya yang menghadap kemari membuat seorang Callisa leluasa menatapnya.
Hari ini aku takkan menghampirinya tapi sekedar memandangnya dari jauh saja sebagai penyemangat untuk membujuk Papi agar tak membawaku pulang ke Paris sana. Aku ingin tetap di indo,memperjuangkan Pak Aydan agar menjadi kepala keluargaku dan ayah dari anak-anakku,eaa.
Sangat disayangkan andaikan aku menyerah dalam memperjuangkannya bukan? Sudah capek-capek mencintai dan makan hati beberapa kali,masa iya mau berenti? Sampe belajar agama pula,tau 7 huruf sin yang sangat susah itu. Memikirkan 7 huruf itu malah membuat kepalaku mendadak pening.
Mungkin benar kali ya kabar angin yang aku dengar bahwa belajar agama tidak ada berhentinya,pokoknya harus belajar terus sampai meninggal. Karena bukan perkara ilmu yang kurang tapi umur kita yang belum cukup tau seluk beluk agama dengan detail. Eits! Callisa tau ini bukan karena paham dengan artinya tapi kemarin tak sengaja membacanya di artikel agama.
Mataku langsung jreng saat Pak Aydan menatap mobil ini lama,sangat lama.
“Apa Pak Aydan tau ya?” bisikku pada diri sendiri,tapi semenit kemudian dia kembali fokus pada mahasiswa di sekitarnya.
“Jadi pengen ngampus lagi,kenapa aku lahirnya cepet sih? kan pengen jadi mahasiswanya Pak Aydan juga kayak di n****+ itu loh. Dimana dosen dan mahasiswa ada yang jatuh cinta terus nikah,pernikahannya disembunyikan. Kok seru ya? Apalah dayaku,kami aja beda 5 tahun.” Merasa ikat rambutku makin berantakan,aku membukanya dan menggerainya.
Memperhatikan jam,”Kayaknya aku sudah lama diluar deh,nanti Papi ngamuk.”
“Tapi masih pengen liat Pak Aydan,” lanjutku,mataku menatap damba kearah Pak Aydan. kapan coba tangannya bisa menggenggam tanganku. Khayalanku makin absurd kalau tinggal disini,menyalakan mobil dan mari pulang agar Papi bisa kubujuk.
Apa coba yang menarik di Paris? Di Indonesia ada Pak Aydan yang bisa memanjakan mataku.
Menatap Pak Aydan sekali lagi barulah meninggalkan Kawasan kampus Atmaja. Kayaknya Pak Aydan tercinta sangat sibuk hari ini maka sebaiknya jodohnya ini tidak menganggunya bukan? Mengkhayal terlalu tinggi itu tidak papa,sebagai penyemangat dalam mencintai. Daripada sadar diri terus menerus? Mending lupa diri.
Sesekali ya,cuman sesekali.
Dalam mencintai seseorang dengan sepihak,kita harus bisa merasakan bahagianya. Barulah setelahnya tidak akan menyesali saat berhenti mencintainya. Sudahlah,malas memikirkan mencintai dan dicintai. Kalau memang Allah melihat perjuanganku maka Beliau akan memberikan apa yang kumau. Saat meninggalkan Kawasan kampus,kutatap kaca mobil dan Pak Aydan menatap kepergian mobilku.
Apa Pak Aydan tau ini aku ya? Tapi kan ini mobilnya kak Reika. Jarang ada yang melihatnya karena memang mobil ini hanya dipakai kak Rei saat bersantai atau liburan. Menghela napas beberapa kali,kubuka pintu mobil dan ada mobil kak Akaf juga disini.
Saat ini aku memang pindah ke rumah utama karena Papi pulang. Membuka sepatu hak tinggiku,aku berjalan pelan takutnya malah ketahuan. Tapi baru beberapa langkah,percakapan Papi dengan Kak Akaf malah kudengar dengan jelas.
“Aku akan mengambil bisnis baru yang di semarang asalkan Papi membiarkan Callisa tinggal Bersama kami.”
Ish! Mereka semua pada kenapa sih? suka sekali membuatku tak enak hati.
“Benarkah? Apa keberadaan Callisa sungguh penting untuk kalian? Mami kalian mengatakan Callisa sering belanja jutaan menggunakan uang kalian. Papi dan Mami hanya ingin Callisa mandiri makanya kami memaksanya untuk pulang Ke Paris mengelola perusahaan. Mau jadi apa keluarganya nanti jika Callisa hanya tau belanja saja? makan baju setiap hari?”
Dengan bersembunyi di balik pintu masuk,aku mendengus pelan. Beginilah kalau Papi dan Mami sibuk dengan bisnis,tau anaknya pinter masak aja engga. Mereka kira aku cuman modal makan aja gitu?
“Papi engga tau kalau Callisa bisa masak cuman malas saja.”
“Bukannya sama saja? intinya kami ingin Callisa belajar mandiri dan bisa berdiri dengan kakinya sendiri bukan malah bergantung dengan para kakaknya atau kami.”
Merasa percakapan ini akan lama,aku memilih jongkok di belakang pintu. Menopang dagu menatap pantulan diriku sendiri di jendela mahal yang Mami pilih sendiri untuk interior rumah mewah ini.
“Kami suka Callisa manja pada kami,Papi. Siapa yang akan memberikan Callisa kasih sayang jika bukan kami yang memberikan? Kalian selalu memaksa Callisa mandiri padahal kalian tidak tau bagaimana perasaannya selama ini.”
Duh,kapan percakapan ini selesai? Kaki cantikku sudah mulai kesemutan menunggu. Andaikan yang berbicara dengan Papi adalah Kak Reika maka mungkin suaranya akan menggema atau berdebat sengit. Tapi ini Kak Akaf,pembawaannya selalu tenang dan santai. Suaranya lemah lembut persis seperti istrinya,Mba Deva.
“Aku benar-benar memintanya dengan tulus,Papi. Biarkan Callisa tinggal Bersama kami,kalau memang Papi begitu kukuh ingin melihatnya bekerja maka aku akan meminta Ray memperkerjakannya di restoran seafoodnya. Mungkin menjadi pemantau bekerja di bagian kasir?”
Kerja ya? Memikirkannya saja sudah capek apalagi sampe kerja? Orang kok pada keterlaluan sekali ya? Jahat sekali padaku.
“Tante Call,lagi apa disitu?”
Dengan pelan aku menoleh kebelakang,mendapati keponakan tertuaku menatap tantenya ini dengan pandangan bingung. Disamping Ratu terdapat mamanya yaitu Kak Rasya yang menatapku jengah. Helaan napasnya sangat terdengar sekali.
“Lagi main petak umpet sama Granpa. Kamu jangan ribut nanti tante ketahuan,masuk saja sama Mama kamu. oke?” ujarku dengan bisikan,berdiri dari tempat persembunyian dan mengintip kedalam. Terlihat Papi menjauh dari ruang tamu,untunglah.
“Mama,Ratu pengen main petak umpet sama Tante Call.”
“Jangan deh,Tante capek. Mau bicara dulu sama Om Rakaf. Bentar ya kak,aku pengen memperjelas perbincangan Kak Akaf dengan Papi tadi,waktunya dengan Mba Deva juga Exa bakal dikit banget kalau sampe ambil bisnis baru. Aku punya cara lain kok buat bujuk Mami-Papi,” tanpa memakai sepatuku lagi,aku mendekati Kak Akaf lalu menyapanya dengan ceria.
“Kakak paling tersayangku,aku engga setuju Kak Akaf ambil bisnis baru.” Perkataanku yang terakhir kukatakan dengan bisikan,mengedipkan mata kanan layaknya bintang sinetron yang sedang membujuk orang di depannya.
Bukan sinetron tapi drakor.
“Tidak Sayang,Kakak sudah sepakat dengan Papi. Kakak hanya akan memantaunya,orang kepercayaan kakak yang akan mengelolanya.” Aku makin tidak enak hati kalau begini,mana senyuman Kak Akaf tulus banget.
“Kak,aku pengen coret namaku di kartu keluarga kita terus nantinya bakal merebut kakak dari Mba Deva, menjadikan kakak sebagai suamiku.” Kataku dengan sungguh-sungguh disambut kak Akaf dengan tawa kecil,tangannya dengan sigap mengacak rambutku tanpa mengatakan apapun.
“Kamu mau apakan Pak Dosen itu?”
“Punya dua suami boleh engga?”
“Kamu makin tidak jelas,Callisa.” Bukan kak Akaf yang mengatakannya tapi Kak Rasya yang baru datang membawa makanan ringan di atas piring. Menyimpannya diatas meja dan menikmatinya sendiri,aku memeluk Kak Akaf dari samping dengan sebelah tangan masih menenteng sepatu.
“Kak Akaf aja engga masalah kok Kak Rasya sewot banget sih? kan yang aku tanya kakak yang ini bukan kakak. Kak Akaf gimana? Mau jadi suami pertamaku tidak?” mendongak menatapnya,dia tertawa,dengan pelan melepaskan lilitan tanganku di pinggangnya.
“Kakak pakein sepatunya nanti kaki kamu kedinginan.” Kak Akaf benar-benar melakukannya,mengambil sepatuku lalu memakaikannya untukku.
Aku menatapnya dengan haru,kok kakakku yang satu ini sweet banget ya? Jadi benar-benar ingin melakukan yang ku katakan tadi.
“Dek,memilih pasangan hidup bukan hanya melihat kelebihannya karena setiap orang kadang mempunyai kelebihan yang sama. Seperti tampang,kekayaan,dan sikap. Akan tetapi berbeda dengan kekurangan,setiap orang mempunyai kekurangan yang berbeda dan jarang ada yang memakluminya. Misalnya orang itu kekurangannya tidak kaya,apa kamu siap dengan itu? Kalau kamu bisa memakluminya maka terima,” wejangan yang sangat Panjang,dan aku malah terpaku mendengarnya.
“Atau kekurangannya adalah dari segi wajah. Kalau kamu siap wajanhnya begitu maka terima. Intinya adalah terimalah orang dimana kekurangannya bisa kamu maklumi seumur hidupmu. Karena pernikahan bukan ajang permainan.” Kak Akaf mengacak rambutku lagi lalu duduk di sofa dekat dengan Ratu yang sibuk bermain.
Hari ini Kak Rasya memang sengaja meliburkan diri agar ada waktu luang dengan Papi katanya.
“Kalau orangnya temperamental?”
“Kalau kamu siap dengan kekurangan itu maka terima.”
Aku terkikik,kekurangan ya? Aku belum tau Pak Aydan terlalu jauh. Hanya tau kesempurnaannya tapi kurangnya tidak tau,memangnya Pak Aydan punya kekurangan ya?