CH-3 Trouble Poin.

2547 Kata
Malam ini langit begitu cerah, bintang-bintang juga tampak bertaburan di atas sana, Kennan dan Noora tiba ditempat yang mereka tuju, sebuah taman diperbukitan. Tempat disebuah kawasan pelataran sebuah villa bernama kawasan bukit hati, jika malam hari disini begitu ramai orang bersantai, banyak pedagang yang berjualan di area menuju villa. Noora dan Kennan duduk diluar mobil, semilir angin menerbangkan rambut panjang Noora kewajah Kennan, Kennan menghidu aroma vinila di rambut Noora itu lalu ia mainkan rambut panjang kekasihnya itu. "Kenapa tidak dari dulu seperti ini." Noora tertawa, "Maksudnya dari bayi? atau balita, eh... lucu juga ya." "Enggak sekalian sejak menjadi zigot? Maksudnya setelah besar." Noora menyandarkan kepalanya di pundak Kennan, "Intinya semua itu belum waktunya, saat ini lah waktunya, jika terlalu cepat juga kesan manisnya nggak dapat nggak ada hal yang bisa kita cerirain, terlalu flat..." Kennan mengambil tangan Noora menyatukan dengan jemari tangan miliknya, "Tetap seperti ini, Ra." "Lalu aku akan seperti apa?" "Jangan pernah berubahah." Noora mengangguk, "Kamu juga." "Pasti, eh... lihat indah sekali pemandangan dari sini, kamu tahu? Dulu saat aku kecil kedua orang tuaku suka makan jagung bakar disini, jadi aku sering kesini di mintai beli jagung bakar tapi penjualnya sudah tidak ada lagi." "Jika suka kenapa orang tuamu tidak membangun Villa saja disini?" Kennan tertawa, "Nggak semua hal yang disukai harus di paksa menjadi milik kita, orang tuaku hanya suka datang, tidak suka tinggal." "Hemmm... aku juga menjadi suka tempat ini, pasti jika pagi sangat indah dan dingin, di ujung sana itu laut bukan?" "Mungkin sebuah dermaga, suka tempat ini?" "Ya, jika ini jadi milikku, aku akan tutup untuk umum, penjual cukup dibawah saja dan pengunjung juga batasnya sampai dibawah saja. Nah yang itu itu.. kawasan bukitnya akan aku jadikan kawasan penghijauan. Aku buat banyak ayunan, kolam air pancur, jalanan sepeda—“ Lagi-lagi Kennan mencuri kecupan di pipi Noora membuat Noora berhenti bercerita, Kennan begitu gemas melihat gadis itu berkhayal dengan seserius itu, "Aku akan membuatnya untukmu, nanti saat kembali." "Kennan!" Noora mengusap pipinya kesal. "Ayo turun, beli snack dibawah." "Jauh capek jalan." Noora memajukan bibirnya, segera Kennan berbalik badan memerintah Noora naik ke punggungnya, "Ha naik? aku berat tahu...." "Naik buruan!" Dengan ragu Noora kemudian naik dipunggung Kennan, "Peluk!" ucap Kennan kemudian membuat Noora melingkarkan kedua tanganya pada leher lelaki itu, dengan wajahnya menempel di pipi kanan Kennan. "Aku berat kan?" "Bukan pertanyaan menjebak? Bukankah wanita paling anti disebut berat." Kennan mulai berjalan pelan menggendong kekasihnya itu. "Targantung sih, kamu nggak dingin? Aku yang sudah pakai sweaters aja dingin." "Makanya aku bilang peluk, oh ya... aku minta sweaternya, buat teman tidur." "Ini yang aku pakai?" "Hemm... " "Nggak usah! Jangan! udah seminggu di mobil belum di cuci cuma semprot parfum doang, nanti aku bawain yang bersih dirumah." "Mau yang ini, masih ada bau-bau kamu lebih enak dipeluk saat rindu...." Noora seketika berkaca-kaca, menjadi mellow, "Bisa nggak sih jangan buat aku mewek, aku nggak suka! kan udah dibilang, nggak mau sedih-sedih." Noora menyeka air matanya yang lolos ke pipi. "Yah, salah bicara?" "Salah, aku nggak mau bahas-bahas pergi." Cemberut Noora, "Aku mau turun," Segera ia melompat turun membuat Kennan merasa bersalah. "Iya maaf..." Kennan pun membawa Noora mendekat lalu membawanya kedalam pelukan, "love so much, Ra ..."bisiknya lembut sekali ketelinga gadis yang ia peluk itu, lalu mengusap-usap lembut rambutnya. Noora dan Kennan menghabiskan malam sebelum keberangkatan berduaan mengukir banyak kenangan yang mereka tidak ingin fikirkan bagaimana akan sulitnya nanti jarak membatasi mereka. Bukit hati, menjadi saksi untuk keduanya, duduk sambil bercerita didepan mobil, mengenang masa kecil, berlarian di area teman, menggendong naik turun, berteriak, hingga tertawa lepas. Tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Noora harusnya sudah pulang, Nadilla ibu Noora juga sudah mengirim pesan menanyakan keberadaan anaknya itu. Hingga dengan berat hati malam ini harus di akhiri dengan Noora yang mengantarkan Kennan pulang sebab menggunakan mobil Noora. Kebisuan menyergap keduanya di dalam mobil, Noora memilih menatap diam kejalanan dan Kennan terus mengemudi tidak tahu harus berkata-kata apa, sebab pasti akan memancing rasa sedih. "Jadi besok beneran nggak mengantarkan aku ke bandara?" Noora mengulas senyuman lalu menggelengkan kepalanya, "Nggak kuat...." "Maaf." Lirih Kennan. Noora enggan melihat pada Kennan, ia menahan diri agar tidak menangis, mengusap-usapkan jemarinya ke bibir. "Padahal aku rasa kita baru mulai prolognya tapi keadaan memaksa untuk hiatus, atau mungkinkah sebenarnya ini epilog kita, Kenn?" Kennan menoleh pada Noora tersenyum, "Seperti itu kata-kata perpisahan anak-anak sastra? ucapkan yang baik Ra, ini alurnya kita sedang menjalani bagian-bagian dari cerita itu." "Bagaimana jika kamu yang berubah? Aku bisa apa? Menunggu itu mudah, jujur dan setia saat jauh itu yang sulit." "Satu lagi percaya juga sulit kan?" Sindir Kennan. Noora menarik nafasnya dan kembali diam enggan membahas, entah bagaimana nanti pasti akan banyak sekali pertengakaran. Tidak terasa akhirnya mereka pun tiba di kediaman Kennan, mobil milik Noora berheneti di gerbang besar rumah itu, perpisahan semakin nyata kini bola mata indah Noora semakin dipenuhi kubunagan bening lagi. Sampai dimana harusnya Kennan bisa segera turun dan masuk namun dia masih duduk melihat Noora yang terus melihat ke arah lain itu. "Ra..." Noora mengangguk, "Masuklah!" Noora segera turun siap berpindah ke tempat mengemudi di ikuti Kennan yang turun juga. Kennan memberhentikan Noora disamping mobil mengambil tangannya, "Ra...." "Im okay Kenn, masuklah!" Noora menepis Kennan. "Hati-hati, jaga diri, jaga kesahatan i'm gonna miss you so much." "I'm really sorry, Ra...." Bisik Kennan lagi sungguh tidak tega akan kesedihan Noora, Kennan tidak peduli penolakan Noora segera memeluk Noora erat. Noora yang menahan untuk tidak menangis jadi benar-benar menangis langsung terseduh-seduh, sesaat kemudian Kennan menangkup wajah Noora mengecup matanya itu menangis juga, "Maafin aku...." Rasanya ingin sekali waktu berhenti sejenak membiarkan mereka tetap seperti ini, menyentuh nyata, memeluk erat dan merasakan udara yang sama. "Aku okay Ken, masuklah!" Kennan masih terus menangkup wajah Noora tatapi lamat-lamat, "Aku—" Noora menggelengkan kepalanya, meletakkan jemarinya pada bibir Noora, "Jangan ucapkan apapun, aku hanya minta saat kau kembali kau tetap jadi seperti Kennan yang aku kenal, Kennan satu-satunya untuk aku, dan perasaan kita tetap seperti ini." "Aku janji...aku janji..." Segera Kennan menempelkan bibirnya pada bibir Noora dan langsung memperdalam ciumannya, mengiliri perasaan dan rasa yang mungkin akan di rindukan. Sesaat kemudian mereka diam tidak bergeral membiarkan kening mereka menyatu dengan masih terus berpagut. "You're my first love, my first kiss and i hope to be my last love story, Ken...." Frans ayah dari Kennan yang baru akan pulang mendadak berhenti di ujung rumah, tanpa mereka sadari lelaki 50 tahunan itu melihat mereka. Sedikit terkesiap dia yang tahu mereka tidak pernah akur bisa seperti itu, ia fikir anaknya saja yang bucin ternyata Noora juga bisa, tidak masalah kepergian Kennan baik untuk masa depan mereka. Tidak lama pagutan berganti dengan kecupan di dahi, Kennan lagi-lagi mengecup Noora dan menahannya lama, "Aku pasti akan sangat membutuhkanmu menjalani hari-hari beratku disana nanti." Noora mengangguk mengerti, sampai ia ambil tangan Kennan lalu ia kecup, "Love you...." Segera Noora melepaskan tangan Kennan dan masuk kedalam mobilnya, "Safe flight, Kenn!" Ia melengkungkan senyuman dan segera melajukan mobilnya pergi dari sana. "Love you more than you know, Ra..." Lirih Kennan saat Noora sudah pergi. Di sisi lain mobil BMW i8 coupe berwarna orange gelap milik Kennan tampak di seberang jalan lain. Kennan tidak langsung masuk rumah, ja menunggu mobil miliknya itu menghampiri dia, seorang wanita turun dari sana dan mereka bertukar tempat, Kennan yang masuk untuk mengemudi dan wanita itu masuk di sebelahnya. Frans terkesiap atas apa yang dia lihat, siapa wanita itu? bagaimana bisa Noora menghantarkan Kennan lalu terjadi sebuah drama perpisahan dan tiba-tiba mobil Kennan datang dibawa wanita lain, lalu kemudian wanita lain lalu itu pergi bersama Kennan. Frans ingin mengikuti Kennan tapi dia rasa itu bukan porsinya untuk ikut campur, Kennan sudah dewasa dan dia seorang laki-laki apapun yang dia lakukan dia sendiri yang akan mempertanggung jawabkan. Lagi pula Kennan dan Noora tidak melibatkan orang tua dalam hubungan mereka, tidak ada yang tahu apa hubungan mereka berdua, Frans juga tidak tau yang mana pasangan Kennan, Noora atau gadis tadi. Selama ini Kennan tidak pernah mengatakan apapun hanya saja mereka tahu Kennan sadari lama memang menyukai Noora. "Hallo, Kenn dimana kamu?" Hubungi Frans anaknya ymencoba menyelidiki walau tidak ingin mencampuri. "Hallo iya pi, ini lagi antar temen pulang, tadi pinjam mobil aku, kenapa pi?" "Perempuan?" "Ha--em.... iya, temennya Noora temen aku juga." "Teman Noora?" Frans berkerut dahi. Kenapa Kennan yang mengantar tidak Noora saja? tadi dia membawa mobil, "Ya udah cepat kembali, barang-barang kamu belum selesai packing." "Iya pi." Pagi hari yang cerah, namun tidak secerah hati Noora, semalaman Kennan dan Noora bervideo call'an sampai Noora tidur dan Kennan selesai merapaikan kopernya, namun itu tidak menutupi apapun kesedihannya sebab Kennan tetap akan pergi. *** Hari ini adalah hari keberangkatan Kennan ke Amerika, Noora bergegas memasukan semua perlengkapannya ke dalam tas dan beberapa buku untuk nongkrong di appart Elia. Noora tidak akan ke kampus dan dia juga tidak ingin mengantarkan Kennan, tidak sanggup melihat kekasihnya itu pergi, ia tidak bisa bayangkan betapa beratnya melihat Kennan yang berangkat. "Maaaamah, kakak ke appartemen Elia ya!" Teriak Noora kepada sang Mama yang entah berada dimana. Dimas yang sedang bersantai di depan televisi menoleh, "Eh, nggak ke airport, Ra?" Noora terkesiap, "Hi pagi pa, masih dirumah?" Noora berjalan ke arah sang papa, lalu mengambil potongan kudapan papanya di meja. "Hemm... males...." "Yakin? Dia lama lagi loh pulang 5 tahun." "Iya Noora tahu." "So?" Tatap Dimas anaknya. Noora mengendikkan bahunya, "Ya udah, terus kenapa?" "Ra, mau kemana?" Nadilla datang dari arah dapur, "Raaa, kalung baru? kok cakep?" Mata sang mama melihat leher putrinya dari rambut yang Noora ikat tinggi dan kerah kaus yang rendah, "Kolelsi terbaru Tiffany.co, Kak? cakep ih diamondnya, kamu pakai tabungan? Tumben kamu mau pakai perhiasan?" "Kakak main ke tempat Elia ya, Mam? Bye..." "Mama fikir mau ke airport." "Males, dahh mam... pa! Kakak pergi..." Noora mengecup pipi sang Mama dan segera berlalu pergi. Noora masuk ke dalam mobil miliknya, ia mengelakan nafas berat, masih terbayang-bayang Kennan mengemudi disebelahnya, sweater kotornya juga sudah dibawa Kennan. Noora mengerucuti bibirnya merenung sesaat, ada keinginan yang meronta-ronta memaksanya untuk pergi ke bandara namun ia begitu berat, Ia enggan menangis, sudah bisa ia bayangkan sedrama apa nanti. Menepiskan segala gejolak keinginan itu Noora segera melajukan mobilnya pergi, ia putarkan musik ceria penyemangat di pagi hari agar suasana hatinya ikut ceria walaupun tidak sama sekali sebenarnya. Setiap pemberhentian di lampu merah ia kembali merenung, rasanya sulit sekali fokus, semua yang manis-manis terus berputar tidak berhenti, yang mana juga Kennan baru mengirimkan pesan dia sedang dalam perjalanan ke bandara. Tanpa sadar bulir bening merembes begitu saja, Noora mendesah lelah, ingin sekali ia memaki dirinya sendiri kenapa secengeng ini. Tidak lama kemudian Noora pun sampai dikawasan appartemen milik Elia yang sering sekali ia datangi itu bahkan sudah seperti tempatnya sendiri dia juga punya akses masuk kesana. Noora memarkirkan mobilnya segera dan turun dari sana. Sampai hari ini Elia tidak ada kabar, Noora juga penasaran dengan sahabatnya itu, dia benar-benar sama sekali tidak bisa dihubungi. Sesampainya di unit milik Elia dan Zia, Noora mencoba menekan bel. Tidak lama pintu pun terbuka, Zia dengan piyama tidurnya muncul di sana, "Hi Ra!" "Elia ada? masih tidur?" "Elia?" "Iya kemana dia ngilang gitu aja," Noora menorobos masuk seperti biasa, "Kamu libur Zi?" "Ra, Elia nggak ada!" Noora yang berjalan masuk segera berhenti, "Nggak ada? kemana?" Zia menatap Noora penuh arti, "Elia baru pergi 15 menit lalu." Zia tidak yakin menjelaskan, Elia tidak mengatakan apapun namun karena satu unit dan unit ini tidaklah besar dia mendengar dan tahu semua yang Elia lakukan. "Pergi kemana? tumben pagi?" "Dia nggak ada cerita apapun, lo tahukan dia aneh dan tertutupnya seperti apa, dia cuma nangis dan nangis tapi aku lihat tiket dan semua dokumen keberangkatan di kamarnya, Elia berangkat ke Amerika." Noora begitu terkesiap, "Apa? berangkat ke Amerika? kamu bercanda Zi, ada apa! mau apa?" "Ya nggak tahu, tapi Ra..." "Tapi apa?" Noora menatap Zia serius, "Apa Zi kamu tahu apa?" Sesaat Noora menyamakan, artinya Elia samaan dengan Kennan. "Gue nggak bisa mastiin benar atau tidaknya, tapi beberapa kali kemarin saat gue pulang, gue dengar dia bicara sama orang, Elia manggilnya Ken, gue langsung mikir itu si Kennan anak mobil itu, lo kenal kan? nah jadi gue mikir tespack-tespack yang gue temuin di kamar mandi terus hilang ada kaitannya--" "Zia! jangan bercanda!" Sentak Noora ucapan Zia langsung menancapi pedang tajam ke d**a Noora. "Demi Tuhan swear, Ra! semalam juga kita pas-pasan pulang, Elia di antarkan mobil yang gue ingat punya si Kennan." Seperti tersambar halilintar Noora shock, segera pergi dari sana, Noora merasa lemas, kakinya serasa mati rasa ia berlari-lari bahkan rasanya tidak berpijak, langsung semua terhubung ke dalam otaknya. "Kennan menghamili Elia? L? L... Elia?" Sepanjang berlari-lari air mata Noora keluar tanpa terkontrol, dia memaki dalam hati, betapa telaknya dia, lalu apa maksudnya melamar dia, memberi harapan hingga menunggu, untuk apa? Elia? Dia memang sering ke tempat dimana Kennan dan anak-anak mobil sportnya nongkrong, apakah semuanya terjadi, lalu untuk apa harus aku? “Kau mau mempermainkan ku? membalas dendam menyakitiku? Berengsekkk!!! Noora mengemudi sangat kencang, ia akan segera ke bandara dan melihat jelas keduanya. Malam tadi Kennan mengantarkan Elia? kapan dia keluar? atau orang yang kemarin menghampirinya di kampus bersama Kennan adalah Elia, lalu Elia datang setelah dia pergi dan keduanya keluar lagi mengantarkan Kennan dan barulah setelah pulang dia memvideo call. Noora menggeram kesal memegang stir mobilnya, sepemain hebat itu Kennan dan seberengseek itu Elia, Kennan membawa Elia bersama lalu mereka akan tinggal lama disana demi anak yang Elia kandung. Pantas saja Kennan tidak merespon saat ia ceritakan kehamilan Elia, terkesan seperti mengalihkan namun bersikap sangat tenang sekali. "Terserah jika kalian bersama tapi kenapa harus melibatkan aku, hati aku...lalu meminta aku menunggu! Eliaaa kenapa? kau kenapa? jika kamu mau Kennan ambillah! pergilah bersamanya tidak perlu harus dalam diam dan menusukku, perjanjian apa yang kalian jalani bahkan setelah kamu mengandung anaknya, dia ingin aku menunggu." *** Tidak lama kemudian Noora sampai diterminal keberangkatan, ia memarkirkan mobilnya, segera berlari-lari menuju terminal keberangkatan International, beberapa kali hampir menabraki orang-orang yang sedang berjalan pelan. Noora tidak lagi peduli ia sudah dimarahi karena hampir membuat jatuh orang lain, pantas saja Kennan tidak memaksa untuk dia mengantarkan, dia seolah mengerti keadaan padahal sedang menyembunyikan sesuatu. "Nooraa!!" Noora segera memberhentikan lari-larinya di bandara yang luas itu, suara Frans orang tua Kennan memanggilnya. Noora segera berjalan cepat ke arah Fran, Namcy dan Kenaya adik perempuan Frans, "Frans sudah masuk?" Tanya Noora. "Sudah baru saja beberapa menit lalu." "Sama siapa?" "Sendirian, ada apa, Ra?" Tanya Nancy menatap penuh tanda tanya, begitupu Frans dan Kenaya. "Beneran sendiri?" Noora seakan kurang yakin. "Ya sendiri, dia nggak mau dianter sama Om dan tante, lagian ada Oma sama Aldrick disana dia juga bukan pertama kali kesana kan?" Jelas Nancy. "Tadi kirain kamu ada, tapi kata Kennan kamu nggak mau ikut, sekarang dia sudah masuk yaudah terlambat deh. Ra, ikut kita breakfast dulu ayo! Video call aja sekalian nunggu pesawat Kennan naiki berangkat." Ajak Frans. "Sorry om, tante! Noora harus masuk!" Noora mengangguk hormat lalu menghubungi temannya dengan wajah yang tidak terlihat baik-baik saja. "Hallo Michell, kamu masih tugas di bandara kan?" Noora segera menghubungi temannya. "Hallo Ra, ia masih Ra ada apa? ini aku lagi jaga." "Chell tolong aku please!" Nancy dan Frans menatap curiga, Frans yakin ada yang tidak beres, mereka tidak tahu apapun namun mereka tidak berkata bohong memang Kennan masuk sendirian. .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN