CH. 5. Pura-pura Kuat.

2521 Kata
Di sore hari yang cerah, setelah seminggu di rawat Noora meminta sang mama untuk membantunya turun dari tempat tidur ia ingin melihat suasana luar dari jendela. Sudah begitu lelah berada diatas pembaringan dia butuh udara segar. Ini lebih baik dan bisa menjadi sedikit refreshing untuknya meski hanya duduk di kursi roda dan menggunakan bantalan sebab masih belum bisa duduk terlalu tegak. Gorden ruangan perawatan kelas vvip di lantai 14 itu Nadlla buka lebar, membuat Noora bisa melihat suasana luar walau hanya pemandangan gedung-gedung lain dan suasana tengah kota yang mulai meredup berganti dengan langit merah dan cahaya lampuan yang mulai tampak bertaburan. Noora tersenyum melihat kondisinya yang dia tidak tahu akan bisa kembali berjalan normal lagi atau tidak, Noora menatapi langit sembari menyentuh kedua lututnya. “Ma, kalau Noora cacat mama malu nggak bawa Noora jalan-jalan?” Nadilla yang sudah terenyuh atas kondisi putrinya semakin terenyuh atas ucapannya itu, ia menarik nafas menjawab pertanyaan anaknya yang mana suaminya juga begitu masih tidak bisa menerima apa yang menimpa putrinya. Sebab Noora nyaris cacat dan tidak bisa jalan lagi. Dia butuh pemulihan yang cukup serius. “Siapa bilang anak mama cacat? Kakak pasti sembuh, pulih seperti sedia kala.” Usap-usap Nadilla punggung putrinya dari belakang. Noora mengulas senyuman dia tahu mamanya sedang berpura-pura tenang, “Mama jangan menolak kemungkinan, sampai sekarang saja kaki aku susah bergerak, rasanya seperti tidak berdaya lagi.” “Nggak sayang, semuanya baik-baik saja,” Nadilla lagi-lagi menanahan dirinya, sampai hari ini Noora tidak menangis padahal kondisinya begitu meprihatinkan. “Ma, aku sudah lebih baik bisa nggak sih kita pulang aja? Oh ya ma, tadi malam Elia menghubungi aku.” “Ra, kamu masih sanggung berbicara dengan dia? Mereka membuat kamu seperti ini Ra!” Lengkungan tipis terbit di bibir Noora, “Elia menjelaskan semuanya ma, tapi aku nggak ingin tahu apapun lagi ma, biarkan Elia dengan kehidupannya. Aku seperti ini karena kelalaian aku sendiri kan? Nyetir sambil bengong.” “Ra… tapi saat itu kondisi kamu saat sedang bertengkar—“ Noora mengambil tangan sang mama mencoba menenangkan. “Mama, aku hanya perlu waktu untuk menenangkan diri dan berfikir jernih, beberapa hari dirumah sakit melewati proses pemulihan membuat aku banyak berfikir. Kecelakaanku ya murni karena kelalaiku, banyak kok yang punya masalah lebih berat, aman-aman aja tuh waktu nyetir. Kennan sudah melakukan sebuah hal yang baik, dia membantu sahabat aku ma, dia menuruti yang Elia mau agar Aldrick pamannya mau bertanggung jawab, kita semua tahu Kennan seperti apa.” “Noora— kamu memaafkan Kennan?” Papa kamu sangat tidak memaafkan dia. Noora menarik nafasnya berat lalu menghembuskan seraya tersenyum, “Nggak ada yang mau di maafin, jangan buat dia tertekan, biarkan dia pergi dengan tenang melanjutkan study-nya, Ma….” “Jadi kamu menganggap semua ini selesai karena kesalahan kamu dan kembali begitu saja?” Noora menggeleng, pegangannya pada lutut berpindah ke perut menautkan kedua tangannya,”Kasus selesai.... tapi bukan berarti kami akan kembali, aku hanya mencoba berdamai dengan rasa dendam. Kennan menyelamatkan orang lain tapi tidak hubungan kami. Biarkan semuanya kembali pada jalannya, mungkin aku lebih nyaman sendiri dan kami menjadi seperti dulu lagi.” Nadilla merendahkan tubuhnya segera memeluk sang putri,”Cepat pulih sayang.” Noora selalu membawa rasa semangat untuk semuanya padahal dia sedang tidak baik-baik saja, bahkan ibunya juga sangat ragu apakah dia bisa kembali normal atau tidak “Doakan aku selalu ya ma…” “Pasti nak…” Noora mengusap pundak sang mama, “Maafin aku ya ma, .menyusahkan mama dan keluarga kita. Dan... sampaikan juga salam aku buat Kennan ya ma, sekalian balikin kalung yang Kennan kasih, bilang sama dia doakan aku agar pulih, biar bisa lari-lari sama dia nanti 5 tahun lagi seperti dulu, kita berantem, kejar-kejaran di halaman rumah.” *** Pagi-pagi sekali di kediaman Kennan, sang ibu membangunkan dia yang masih tidur, sejak kecelakaan Noora, Kennan selalu susah tidur saat malam dia baru bisa tidur saat menjelang pagi. Setiap hari Kennan berusaha mencari Noora namun keluarga Noora menutup aksesnya, bahkan mereka sempat memindahkan Noora ke rumah sakit lain demi ketenangan putri mereka. Nancy menyalakan lampu dikamar Kennan yang gelap lalu membuka separuh gordennya, lelaki itu menggeliat, matanya memicing melihat sang ibu masuk. "Apa sih mi, aku baru tidur." Protes Kennan kembali menarik bantal menutupi wajahnya, hari ini hari terakhirnya juga di rumah sebab sang ayah sudah memerintah keras Kennan harus kembali berangkat. Nancy berjalan mendelat ke ranjang Kennan, "Salam dari Noora, doain dia agar bisa sembuh seperti sedia kala biar nanti saat kamu kembali bisa kejar-kejaran dihalaman rumah seperti dulu, "Nancy berujar dengan lirih dia begitu terenyuh atas keadaan Noora namun juga sedih atas apa yang Kennan dapatkan karena orang lain dia harus seperti ini. "Noora datang?" Kennan mengempas bantalnya ia bangkit segera. Nancy menggelengkan kepalanya, "Tidak, pagi tadi tante Nadilla mampir Noora minta kembaliin ini." Kennan turun dari tempat tidurnya segera, "Noora dimana mi? dia sudah dirumah?" Kennan terburu-buru ke kamar mandi. "Kennan--" "Noora dimana mi?" ulangi Kennan lagi dari dalam kamar mandi. "Hargai keputusan Noora Ken, dia ingin kalian seperti dulu, mami sedih dia nggak nyalahin siapapun atas apa yang menimpanya malah mengaggap semua kelalaiannya, pada mami lihat dia kacau hari itu.” Kennan kembali kedalam kamarnya mengeringkan wajah, "Aku harus temui Noora mi." "Dia masih di rumah sakit tempat biasa mami chek-up, mungkin besok dia juga pulang. Dimas tidak menyukai kehadiranmu, Ken, biarkan mereka tenang dulu. Kennan bergegas bersiap-siap ke tempat Noora berada akhirnya setelah seminggu dia mendapatkan kabar Noora. Terserah apapun yang sang mami sampaikan tadi bagaimanapun caranya dia harus bertemu Noora, memohon ampun atau bersimpuh di kakinya. Bagi Kennan dia adalah manusia terberengsekk telah membuat luka dan celaka untuk Noora. *** Mengemudikan mobilnya terburu-buru akhirnya 1 jam lebih kemudian dia tiba dirumah sakit dimana Noora berada setelah mampir ke beberapa tempat membeli bawaan untuk Noora, beruntung datang disaat jam kunjung sedang berlangsung Kennan segera menanyakan kamar Noora berada. Awalnya pihak rumah sakit menutupi keberadaan pasien bernama Noora disana seperti awal dia pindah kesana ingin tenang tanpa ada yang mengusik, sampai akhirnya mereka mengkonfirmasi kepada ibu Noora dan Nadilla pun mengizinkan Kennan menjenguk tapi hanya sebentar. Membawa sebuah buket bunga dan beberapa cake favorit Noora Kennan segera naik ke lantai di mana Noora berada. Noora didalam ruangan perawatannya baru saja naik kembali ke pembaringan setelah tadi ia terapi berjalan, "Ma, bawa lipstik?" "Lipstik? Kakak mau pakai lipstik, ada di dalam tas mama di mobil sepertinya." "Noora jelek kan ma? seperti mayat hidup, pucat banget, Noora nggak mau dikasihanin." Sebuah lengkungan tipis terbit di bibir Nadilla berjalan mendekat pada anaknya, "Kalau nggak siap jangan temui dia, Papa akan sangat marah jika karena Kennan kamu drop lagi.” Noora tertawa kecil, "Siap kok, kenapa harus nggak siap?" Suara penanda ada tamu datang mengudara, Nadilla dan Noora melihat ke pintu bersamaan, "Itu mungkin dia, mama nyusul papa dan Narend brunch dulu." Nadilla membukakan pintu untuk Kennan, lelaki tampan bertubuh tinggi dengan outfit kaus berkerah itu, ia memegang buket bunga dan menenteng beberapa bungkusan. "Tante," Kennan meletakkan barang bawaannya di lantai lalu menyalimi Nadilla. "Masuklah Ken." Nadilla berbesar hati untuk berdamai dengan kekesalannya pada orang yang sudah membuat anaknya celaka itu. Noora mengulas senyuman di pembaringannya, mengambil sikap tenang melihat Kennan yang masuk. "Hi Kenn!" Wajah pucat itu melambaikan tangannya, "Mau ajak aku main? Aku belum bisa lari-lari tapi kata dokter aku bakalan pulih kok." Noora mencoba bersikap tenang, membuat seolah tidak pernah ada hal buruk yang terjadi. Hancur, itu yang hati Kennan rasakan ucapan Noora membuat langkahnya berhenti, jika bisa memutar keadaan dia ingin berganti tempat. "Ra..." "Bunga buat aku Ken? Aku sukaa...thanks ya, tapi please jangan ejek wajah aku, aku jelek kan? kaya mayat hidup." Bunga seketika jatuh Kennan berhambur kepada Noora merendahkan dirinya di dua kaki Noora lalu memeluk kedua kali yang di perban itu, "Pukuli aku, Ra! Pukuli aku harusnya aku yang disini, aku berengseeek Ra, aku bukan manusia, aku nggak berguna!" Noora mengadahkan wajahnya ke atas melakukan sebuah tarikan nafas yang kuat, ia tersenyum mendapati Kennan di kakinya. "Dari pada peluk kaki kenapa nggak peluk orangnya aja sih?" Kennan masih terseduh-seduh disana ia sangat amat merasa bersalah, "Aku patut kamu benci,Ra...." "Ken, bangkitlah tubuhmu berat tau!" Noora sedikit tertawa ia pukul pelan pundak Kennan," Bawa naik bunganya! sayang tau Ken." Kennan bangkit memperlihatkan wajahnya yang membasah dengan mata yang masih menyisahkan rembesan, ia bingung mendapati Noora bersikap seolah tidak ada apa-apa, kini Kennan justru semakin merasa bersalah. "Ra!" Ambil Kennan tangan Noora ia genggam dan bawa ke pipinya, "Marahi aku Ra! marahi aku, jangan bersikap seperti ini." "Hey kenapa sih?" Noora tertawa ia mengusap pipi Kennan lalu menyeka air matanya, "Im okay!" "Kamu pura-pura,Ra." "Pura-pura?" Noora lagi-lagi merekahkan senyumannya, "Kenapa harus pura-pura? kamu tahu sampai hari ini perkembanganku sudah lebih baik." Kennan menduduki pembaringan Noora masih terus menghadap padanya, "Andai aku nggak perlu mempedulikan mereka ini tidak akan pernah terjadi. Aku nggak akan celakain kamu, aku beruasaha nyelamatin mereka tapi nyelakain kamu. Aku nggak berguna, aku buat kamu kecewa, kamu bahkan berpura-pura tenang padahal kamu sakit, aku tahu kamu benci aku Ra. Kamu bahkan balikin kalung yang aku kasih." Noora terus menatapi Kennan lamat-lamat, lalu dia mengangguk, "Ya, aku ingin kita seperti dulu Ken, itu lebih baik...." "Ra, aku nggak bisa! aku menyesal, Ra...." "Ikhlasin Kenn, kamu sayang aku kan, mengertilah?" Kennan diam beberapa detik kemudian dia mengangguk, ia sangat paham Noora sedang berusaha kuat, sangat amat kuat menenangkan dirinya, menerima keadaan, dia harusnya tidak bisa memaksa keadaan yang akan semakin membebani mental Noora. "Ikhlasin Ken... raih yang sudah didepan mata, buat kedua orang tua kamu bangga, nanti aku juga pasti akan bangga lihat kamu sukses. Aku akan bilang sama semua orang, hey dia... teman aku dari kecil kami sering main bareng, berantem tapi selalu kangen saat jauh dan ketemu ya berantem lagi." Noora tertawa lagi. Sungguh Kennan tidak bisa berkata-kata, usahanya meluluhkan kali ini hancur karenanya sendiri, lalu kini dia diminta berhenti dan mengihklaskan semua keputusan Noora. "Aku nggak kuat, Ra! biarin aku disini minimal sampai kamu bisa jalan, terserah kamu mau anggap kita seperti apa aku ikhlas, aku cuma mau menembus kesalahan aku." "Yang kamu lakuin udah benar Kenn, nggak apa-apa bukan kali ini. Happy ending bukan berarti kedua tokoh harus bahagia bersama, sudah saling ikhlas dan tidak ada lagi yang saling melukai juga akhir bahagia kan?" "Cuma kamu yang terluka, aku nggak, Ra!" Noora teŕtawa, "Kamu lupa aku pernah dorong kamu dari ayunan sampai terkilir? Aku dorong kamu dari sepeda nuruni bukit terus aku tinggal lari karena kamu jatuh. Aku kunciin kamu di gudang sampai malam. Aku buang sandal kamu terus kamu jalan pulang nggak pakai sandal, kamu ingat nggak kita rebutan mainan terus karena kesal aku lempar tu mainan ke kepala kamu, sini mendekat!" Noora meminta Kennan mendekat lalu menepis rambut depan Kennan, "Masih ada tuh bekas jahitannya." "Itu beda cerita, itu nggak ada apa-apanya, aku mau disini Ra, jangan larang aku." Noora menggeleng, "Semua sudah didepan mata, fikirkan kedua orang tua kamu, jangan buat kesalahan lain, kamu udah menyesal dan udah meminta maaf itu sudah cukup.Elia juga udah mendapatkan pertanggung jawaban karena kamu, tugas kamu sekarang pergi lanjuti study doain aku sembuh, ayo, berikan aku pelukan!" Noora merentangkan kedua tangannya. Sungguh sikap Noora membuat Kennan semakin terpuruk, Kennan tidak bergerak namun Noora mendekatkan tubuhnya maju memeluk Kennan, "Sukses ya Ken, nanti kita bisa cerita-cerita bareng pengalaman kamu disana, jangan sombong, jangan lupain aku...." Ini menjadi sebuah hal yang berat dan mau tidak mau Kennan harus menghargai keputusan Noora yang menginginkan mereka menjadi seperti dulu dan biasa saja. Betapa terlihat tegarnya Noora sepanjang dirumah sakit dia tidak membahas perasaan sakitnya, hatinya dia terus tertawa dan membahas hal-hal yang memang semuanya isinya adalah hal bercandaan. *** Hari ini Noora sudah bisa keluar dari rumah sakit, seperti perjanjiannya kemarin kepada Kennan, Noora mengatakan dia akan ikut mengantarkan Kennan ke bandara. Noora bersama sang Mama dari rumah sakit langsung ke bandara sebab Kennan sudah disana. Setelah satu jam lebih perjalanan mereka pun sampai di bandara, Nadilla karena ada kesibukan mendadak memutuskan pulang lebih duluan menggunakan taksi, sementara Noora bersama perawatnya berjalan masuk ke terminal keberangkatan itu. Sebuah kursi Roda masih Noora kenakan dia belum terlalu kuat berjalan, disana Kennan sudah menunggu Noora, lelaki itu segera berlari kepada Noora saat Noora mengabari dia sudah sampai. "Hey!" Lambai Noora pada Kennan yang datang. Kennan berjongkok di hadapan Noora, "Beneran sudah boleh pulang?" "Ehem, aku udah sehat." "Kamu pasti sembuh." Pegang Kennan kedua kaki Noora bersimpuh di hadapannya."Berikan aku semangat Ra, kenapa sulit sekali untuk semangat." "Semangat! nanti kalau kamu wisuda aku datang..." "Janji? Aku akan usahai lulus dalam waktu yang cepat." "Ya, ide bagus! kamu pasti bisa, sudah waktunya chek-in itu announcement maskapai yang kamu naiki kan?" Kennan mengangguk lemah semakin akan pergi dia semakin berat, Kennan yang masih berada di hadapan Noora menjatuhkan wajahnya di lutut Noora, "Sekali lagi maafin aku, Ra...." "Suka banget sih peluk kaki aku, sini peluk aku!" Kennan dengan wajah berkaca-kacanya segera bangkit dab memeluk Noora mendekap lehernya, "Aku butuh semangat dari kamu Ra, sering-sering telepon aku dan balas pesan aku." "Jaga kesehatan Ken, fokus sama study kamu, mau lulus cepat kan? Dan satu lagi, tetap baik sama Elia, jangan dendam dia cuma sendirian Ken, kedua orang tuanya gak peduli sama dia lagi." Kennan mengangguk, "Aku akan sangat merindukanmu." Kennan menaikan wajahnya ia kecup puncak kepala Noora. "Aku juga...." Sekali lagi pemberitahuan keberangkatan sudah mengudara lagi, mengharuskan Kennan segera pergi ia pun dengan berat hati harus pergi. Kata-kata cinta dan permintaan menunggu hanya bisa ia pendam, tidak ingin memaksakan Noora. Langkah pergi Kennan membawa travel bag miliknya berkali-kali menghadap kebelakang, terus menatapi sosok cantik di kursi roda itu yang masih terus melambai dan tersenyum. "I love you, Ra...." ucapan itupun keluar dari Kennan dan Noora bisa baca gerakkan bibir itu dari jauh sana, saat Kennan sudah siap masuk ke dalam area khusus passenger. Tangisan Noora pun akhirnya pecah disana ssat Kennan sudah menghilang masuk, ia meminta susternya berbalik, tangisan yang terus ia tahan akhirnya meledak tidak tertahankan. Hiksss hiksss... "Sus, ada jarum?" "Jarum ada ini dia atas kerudung saya, mau mba?" "Pinjam," ucap Noora menangis dan menghapus semua social media di ponselnya yang sudah ia nonaktifkan sembari berjalan kembali ke mobil, Noora mengeluarkan sim card ponselnya dan segera merusah benda kecil itu. Aku yakin aku dan kamu akan bahagia Kenn, meski tidak bersama dan melangkah dijalan yang berbeda. Aku lumpuh Kenn, kedua orang tuaku pasti sulit menerimamu. Akulah si gadis lumpuh itu, si lumpuh karena kebodohanku melihat kekasih dan sahabatku yang hamil bersama. Aku benci kalian, benci kalian! Kalian berusaha menyelamatkan sesuatu tapi mencelakai aku. Hati mama dan papa juga masa depanku. *** Setengah jam berlalu Kennan yang sudah berada di badan pesawat siap untuk terbang mengabari Noora namun nomor ponsel itu tidak lagi bisa dihubungi, Kennan mencoba cara lain lewat social media namun tidak bisa, seluruh social media Noora tampilannya sudah berganti gambar kosong dan tidak lagi bisa di akses. Kennan menjatuhkan tubuhnya menyandar pasrah, "Aku sudah duga ini pasti akan terjadi, kau menutupi semuanya, Ra dan ini akhirnya, " Kennan pasrah ia terus menatap pada jendela, pada armada besi yang siap membawanya pergi, "Maafkan aku Ra, aku akan kembali, kembali dengan versi yang lebih baik untuk kamu...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN