Penyelidikan pusat kontrol (2)

1059 Kata
Suasana di supermarket itu begitu hening karena hanya ada Darren, Gilang, Fendi, Alefuka dan Stefan yang berada di supermarket tersebut. Darren dan Gilang yang sedang bermusuhan membuat suasana sedikit kaku. Fendi, Stefan dan Alefukka dapat merasakan itu. “Apa kalian akan terus perang dingin seperti ini?” tanya Stefan yang sedikit tidak betah dengan suasana tersebut. Fendi menyenggol Stefan agar tak menanyakan hal-hal aneh pada tim extramers, Fendi tak ingin ada peperangan lagi diantara mereka. Darren melihat Stefan dengan tatapan datar. “Urus saja diri lo sendiri, kita gak ada pengangkatan ketua lagi sehingga lo bisa bertanya seenaknya layaknya ketua tim,” kata Darren dengan nada dingin dan menusuk. Stefan terdiam, ia sedikit malu karena jawaban Darren yang membuat Alefukka dan Fendi melihat ke arahnya sementara Gilang langsung beranjak dari duduknya meninggalkan mereka. Rasanya sulit juga berbaikan dengan Darren karena bagaimana pun Darren adalah pemuda yang egois bahkan bertahun-tahun bersahabat dengan Darren tak membuat pemuda itu paham tentang sifat Darren yang egois dan tak mau kalah. Sementara itu di luaran Sean dan Rezki sedikit was-was karena bisa saja Andrew muncul di hadapan mereka dengan mendadak. “Lo yakin di sini tempatnya?” tanya Sean sambil melihat sebuah menara yang amat tinggi. “Sepertinya begitu, hanya menara ini yang gue curigain, tapi gue gak paham masuknya dari mana," ucap Rezki yang sedikit bingung karena tak ada satu pun terlihat pintu masuk dari menara itu. Sean melihat ke arah menara yang tinggi itu kemudian menghela napasnya panjang. “Kita gak mungkin manjat kan? Pasti ada sebuah pintu di bawah sini,” kata Sean yang mencoba mencari pintu itu dengan teliti. Namun, wajah Sean sedikit berbinar saat melihat sebuah kayu yang ia duga sebagai pintu masuk ruang bawah tanah. “Lihat itu! Sepertinya itu pintu ruang bawah tanah seperti di film-film,” ujar Sean pelan kemudian mendekati benda yang ia duga sebagai pintu ke menara itu. Rezki dan Sean langsung menarik tali untuk membuka pintu tersebut kemudian masuk dan menutup kembali pintu itu. “Astaga apa benar ini ruangan pusat kontrol? Seperti sebuah bar saja, ayo pelan-pelan kita ke atas,” ucap Sean pelan sambil memberikan Rezki kode untuk mengikutinya. Dengan perasaan campur aduk Rezki dan Sean menjelajahi ruangan yang bisa terbilang sangat bagus itu. Sepertinya ruangan tersebut adalah impian dari Andrew yang tak bisa terwujud di dunia nyata karena orang tuanya yang miskin dan tak mampu membeli rumah seperti keinginannya. Sean menaiki tangga, mereka tak memilih lift karena takut jika Andrew datang akan melihat lift yang sedang beroperasi pasti ia akan curiga. “Awas!” ucap Sean dengan jantung yang hampir saja copot karena di lantai 2 terlihat Andrew yang sedang memainkan komputernya. “Bener, itu Andrew. Kita harus sembunyi,” ucap Sean dengan wajah memucat. Mereka pun langsung kembali ke lantai 1 untuk mencari tempat persembunyian. Untung saja Andrew terlihat sedang memakai sebuah headset jadi sudah dipastikan Andrew tak bisa mendengar apa-apa. “Apa kita harus lapor ke yang lain?” tanya Sean dengan wajah khawatir mereka akan terperangkap di tempat itu. Rezki menggeleng cepat. “Gak bisa, kita harus tanganin ini sendiri karena kalau Andrew tahu mungkin ia akan mengubah programnya lagi dan kita mungkin saja akan lebih sulit menjangkau pusat kontrol ini,” kata Rezki yang sudah berpikir lebih jauh dari pada Sean. Sean pun mengangguk, akan lebih baik jika mereka diam dan tetap menyelidiki Andrew. Sudah satu jam mereka menunggu, namun masih belum keluar juga dari lantai 2 membuat Sean dan Rezki sedikit bosan karena menunggu secara lama. “Apa langsung kita grebek aja ya si Andrewnya? Lagi pula kita berdua dia juga pasti kalah,” ucap Rezki yang sudah terlihat putus asa. Sebenarnya Sean ingin saja melakukan cara kasar, hanya saja ia memikirkan benar-benar efeknya kalau ia main menyerbu begitu saja tanpa strategi. “Gak bisa, lagi pula Andrew dipaksa pun gak akan ngaku dan menuntun kita untuk keluar dari tempat ini.” Sean mengatakan itu dengan sangat pelan sambil memperhatikan tangga di mana seharusnya Andrew turun dari tangga tersebut. Tuk..tukk..tuk Suara langkah terdengar nyaring di ruangan tersebut. Sean memberikan kode agar Rezki tak berbicara apapun saat Andrew berada di sana. “Astaga gue harus cari makan dulu nih sebelum nontonin pengumuman selanjutnya,” kata Andrew sambil memegangi perutnya yang sudah keroncongan. Sean dan Rezki mengintip di balik sela-sela tangga yang sangat gelap itu. Begitu Andrew terdengar menutup pintu tersebut, Rezki langsung melangkah cepat ke arah pintu tersebut dan menutupnya dari dalam sehingga tak ada satu pun yang bisa masuk ke sana selain mereka. Sedangkan Sean langsung berlari ke lantai 2 di mana laptop dan alat-alat lainnya berada. “Huft, gue harus bisa ngerecokin programnya Andrew karena kalau tidak kemungkinan gue dan yang lainnya tetap tinggal di sini," ucap Sean dengan wajah bingung karena ia tak begitu mahir dalam pemprograman. Sean kemudian berlari ke arah luar untuk mengajak Rezki ke lantai 2, Sean bergantian memegangi pintu tersebut karena takut saja Andrew kembali dan masuk ke dalam ruangan itu sebelum mereka mengubah semua programnya. “Cepat ke lantai 2, gue gak mahir pemprogaman, lo tolong gantiin gue cepetan,” perintah Sean membuat Rezki langsung meninggalkan Sean untuk mengganti semua program yang sudah disetel oleh Andrew. Rasa was-was benar-benar membuat mereka gugup terutama Sean yang berjaga di balik pintu masuk. “Semoga Rezki bisa bekerja lebih cepat, gue bener-bener takut kalau sampai ketahuan,” kata Sean pelan sambil sesekali memantau pintu yang sedang ia kunci dan ia pegang. Di lain tempat tim extramers dan tim gladiator tampak berdoa agar tak ada hal yang menimpa Sean dan Rezki selama masa penyelidikan itu. “Mereka lagi di mana ya? Apa mereka ketemu di mana pusat kontrolnya?” tanya Gilang pada Alefukka yang sedang merasa khawatir dengan kedua teman mereka yang sedang berjuang. “Mereka pasti kembali, tenang aja,” ucap Fendi yang tahu bagaimana sifat Rezki yang selalu bisa bertahan hidup di mana pun ia berada. Rasa cemas membuat mereka tak bisa tenang, bahkan Darren ingin mencari keberadaan Sean karena takut dengan Rezki yang bisa saja berbuat jahat pada Sean. “Apa lo yakin Rezki bener-bener baik? Apa bener Sean gak akan diapa-apain?” tanya Darren pada Fendi yang menurutnya lebih tahu dari pada mereka semua. “Tentu saja, Rezki gak mungkin jahatin Sean karena gak ada sesuatu dari mereka juga,” kata Fendi dengan yakin, api dibalik itu semua tak memungkiri bahwa Fendi juga khawatir karena Rezki pernah membohonginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN