Terpisah

1046 Kata
Brak! “Lang, awas!” ucap Sean yang panik saat satu zombie menyergap Gilang dari belakang, mereka seakan tidak dibiarkan istirahat oleh zombie-zombie tersebut. Gilang mencoba menahan tubuh zombie tersebut yang hendak menggigitnya dari atas. “C-cepetan bantuin gue!” teriak Gilang yang tampak kewalahan memegangi tubuh zombie yang mempunyai tenaga yang sangat kuat. Sean mengambil tongkat baseball yang sedari tadi ia bawa-bawa dan memukul sang zombie, namun naas saat Sean memukul zombie tersebut malah berpindah mengarah ke Sean membuat Sean panik. Dor! Suara s*****a api membuat suasana menjadi hening, zombie tersebut juga sudah tergelatak tak berdaya di sebelah Sean. Sean langsung berdiri membersihkan pakaiannya yang sudah kotor dan berlumur cairan merah, napasnya tersengal-sengal. Ini adalah pertama kalinya Sean menghadapi zombie seperti ini padahal dulu ia sering kali menonton film zombie. “Thanks,” ucap Sean sambil menepuk punggung Alefukka, kalau pemuda itu tidak cepat mungkin ia sudah kena gigitan zombie tersebut. “Sepertinya area sini tidak aman, kita harus cari tempat yang agak aman,” ucap Darren sambil melihat sekelilingnya yang tampak mencekam. Bagaimana pun juga keempat anak muda itu tidak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya, jadi tidak paham bagaimana caranya bertahan hidup di tempat aneh ini. Sean mengangguk membenarkan. Namun saat ia akan melangkah ada suara yang menggema di tempat itu seperti sebuah instruksi dari game tersebut. “Selamat datang di game survival, halo para pemain yang bijaksana kami memberitahukan pada para pemain untuk mengambil sebuah misi yang dapat dikerjakan secara berkelompok. Ada 365 misi yang harus dijalankan oleh para pemain, tunggu sampai ada sebuah kartu dijatuhkan dihadapan kalian, terima kasih semoga harimu menyenangkan” Sean dan ketiga temannya mendengarkan pengumuman itu baik-baik, kalimat terakhir dari suara tersebut membuat Gilang jengkel. Emosinya benar-benar membuatnya kehilangan akal. “Misi apa sih sebanyak itu! Pokoknya gue gak mau tahu yaa lo harus tanggungjawab atas hidup kita di dunia game ini!” ucap Gilang sambil menunjuk wajah Sean dengan penuh amarah. Sean menatap sahabatnya itu dengan datar, bagaimana bisa disaat sedang genting seperti ini Gilang malah mengajaknya ribut seperti itu padahal dirinya saja tak berkuasa atas permainan ini. “Lang, lo ini kenapa sih? Sean kan udah bilang kalau dia gak sengaja, lagi pula kita yang harusnya membawa ini secara santai anggaplah ini permainan,” kata Darren menasehati, ia tidak tega juga dengan Sean yang terus ditekan oleh Gilang yang belum paham sepenuhnya. “Santai?? Lo enak banget ngomong gitu, tadi gue hampir aja mati sama ini zombie!” kata Gilang sambil menendang zombie yang berada di kakinya itu. Darren menghirup napasnya dalam-dalam, kesal juga meladeni Gilang yang pemarah seperti ini. “Ya terus lo ada solusi gak buat keluar dari sini? Jangan Cuma ngomong doang, semua orang juga bisa ngomong,” kata Darren dengan ketus. Wajahnya terlihat masam menghadapi Gilang yang sedikit gila itu. Alefukka tahu bahwa tak lama lagi pasti akan ada pertengkaran tak jelas seperti biasa, ia memutuskan untuk melerai dua orang yang egonya paling besar itu. Brak! “Gue gak akan nunggu lagi, gue akan bawa truk itu tanpa kalian ke pintu di mana ada jalan keluarnya,” kata Gilang kemudian hendak pergi, namun Alefukka memegangi lengan pemuda itu mencegah agar Gilang tak pergi. “Masalah akan selesai dengan kepala dingin, coba kurangin ego dan rasa tidak sabaran lo. Bukan Cuma lo yang pengen balik ke dunia nyata, tapi ada tiga orang yang juga nunggu, tapi mereka bisa sabar kenapa lo gak?” tanya Alefukka yang mencoba menenangkan Gilang. Gilang terdiam mendengar ucapan Alefukka, namun ia terlalu takut di tempat seperti ini dengan zombie yang berjalan cepat, cita-citanya masih banyak dan usianya masih muda ia tidak ingin hanya karena ini malah mati muda. “Tapi gue gak mau mati muda, Le. Cita-cita gue masih banyak, gue gak mau Cuma gegara ini gue jadi harus mati muda,” ujar Gilang dengan tegas. “Terus maksud lo kita itu pengen banget mati muda? Cinta banget sama mati muda? Ora waras dasar!” celetuk Darren kemudian meninggalkan mereka bertigga dengan rasa kesal. Darren juga bingung pada dirinya kenapa bisa sahabatan sama Gilang yang selalu bertingkah kekanakan. Gilang menatap Darren gusar kemudian mengejar pemuda itu dan meninjunya, rasa kesalnya terbalas dengan bogeman yang sangat menyakitkan tersebut. Darren yang ditinju langsung meninju balik dan tak ada yang bisa menghentikan mereka saat ini. Sean dan Alefukka menatap mereka dengan pandangan tak senang kemudian meninggalkan mereka berdua yang sedang asik bergelut. “Kita lebih baik mencari solusi dari pada harus mengurusi dua anak itu, gue jadi makin pusing,” ucap Alefukka yang tampak sudah muak. Sesabarnya Alefukka tetaplah manusia yang punya rasa emosi jika melihat lingkup pertemanan seperti itu. “Heem, gue gak tahu juga nasib kita. Dia malah ribut bukannya cari solusi atau menumpas sumber masalahnya malah ribut sendiri,” kata Sean sambil mengusap wajahnya kasar. Hari ini mereka akan mencari basecamp yang tepat, untuk sementara. Darren dan Gilang akhirnya saling melepaskan tinjuan mereka dan meletakkan tubuhnya di lantai mall yang dingin itu. Napasnya tersengal-sengal karena berkelahian yang tak jelas topiknya apa. Mereka menatap langit-langit kemudian berkali-kali meringis karena wajah mereka yang sudah penuh dengan lebam. Memang benar kata Sean bahwa pertengkaran itu tidak ada faedahnya yang ada malah memperkeruh masalah. Gilang melirik ke tempat di mana seharusnya Sean dan Alefukka berada, namun seketika ia langsung berdiri dan terlihat terkejut. “Kita ada di mana ini wey!” tanya Gilang yang mulai panik dan sadar di mana mereka sekarang. Darren juga berdiri dari posisi tidurnya kemudian melihat sekitar yang sudah sangat sepi sekali. Darren sedikit terkejut dengan Sean dan Alefukka yang tampaknya sudah meninggalkan mereka. Sedangkan yang membawa peta tersebut adalah Alefukka dan kalau mereka kehilangan Sean dan Alefukka sudah dipastikan bahwa mereka tidak akan pernah kembali lagi ke dunia manusia. “Tenang, Lang. Sepertinya Sean juga belum jauh dari sini, ayo kita susul ambil tongkat baseball lo,?” ucap Darren dengan mata yang was-was ia melihat sekeliling kemudian berjalan meninggalkan tempat tersebut. Gilang yang berada di belakang Darren tampak sangat ketakutan, beberapa kali ia memegangi Sean karena takut jika dirinya diseret oleh zombie yang berada di sana. “Itu kayaknya Sean,” bisik Darren yang melihat dari kejauhan dua orang yang sedang berjalan pelan. “Jangan main ke sana, siapa tahu itu adalah zombie yang sedang mencari mangsa?” tanya Gilang membuat Darren membenarkan ucapan pemuda tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN