“Pengumuman! Selamat datang di game survival halo para pemain hebat, terima kasih sudah bertahan selama ini. Sebelum lanjut ke misi berikutnya, kami akan menawarkan sebuah kemudahan untuk kalian keluar ke dunia nyata. Pilihannya hanya dua, pilihan pertama adalah membiarkan salah satu teman kalian tetap tinggal di sini untuk selamanya atau menjalankan misi yang bisa terbilang berat. Tentukan pilihanmu dari sekarang dan tuliskan pilihanmu di sebuah kartu yang akan muncul di dekat kalian”
Pengumuman itu pun berakhir membuat ketujuh pemuda yang baru saja bangun terlihat sangat frustasi dengan pilihan tersebut.
“Jadi nyesel tadi bangun, harusnya gue tetap tidur aja biar Andrew gak ngumumin hal ini,” kata Gilang sambil sesekali menguap begitu pun yang lainnya.
Beberapa detik kemudian akhirnya sebuah kartu muncul di lantai. Sean saling pandang dengan teman-temannya membuat mereka sedikit gugup untuk mengambil kartu tersebut.
Sean adalah orang nomor 1 yang mengambil selembar kartu yang bertuliskan “UNTUK KELUAR KE DUNIA NYATA KAMU PILIH MANA MENJALANKAN MISI ATAU MENGORBANKAN SEORANG TEMAN? JIKA MEMILIH MENGORBANKAN SEORANG TEMAN, SEBUTKAN NAMANYA! Pilihan terbanyak akan tinggal di dunia game selamanya”
“Gue rasa Andrew emang udah gila, kita dikasih pilihan kayak gini? Dia gak punya pikiran kali ya? Dia pikir kita akan korbanin teman?” tanya Sean sambil melihat kartu itu dengan tatapan yang tak menyangka.
“Ini kesempatan emas, tapi siapa yang mau kita tulis namanya?” tanya Gilang seolah berpikir keras, Darren memukul lengan Gilang dengan keras. Darren membantu Gilang sadar dengan ucapannya itu.
“Apa sih lo? Lo mau mati hah?” tanya Darren dengan mata yang sudah seperti jengkol membulat sempurna memelototi Gilang.
Gilang tertawa renyah kemudian merebahkan tubuhnya kembali di tempat tidur tersebut, rasanya ia masih baru saja bangun dan tak bisa berpikir apa-apa selain keluar dari dunia game itu.
Sean melihat ke arah teman-temannya, ia memang tidak setuju dengan cara Andrew memberikan pilihan itu. Namun, ia jadi terpikirkan sebuah ide cemerlang yang tak dipikirkan oleh teman-temannya.
“Kalian boleh menuliskan nama gue, karena gue kalian jadi di sini jadi akan lebih baik kalau kalian nulis nama gue. Ini adalah kesempatan emas untuk kalian keluar dengan cara instan karena Andrew gak akan menawarkan kedua kalinya, di sini gue yang bersalah gue harus bertanggung jawab,” kata Sean dengan ikhlas mengatakan itu.
Sean tak bisa membiarkan dirinya selalu merasa bersalah karena melihat teman-temannya yang terkurung dan terancam bahaya di dunia game ini. Bagi Sean saat ini kepentingan teman-temannya lah yang paling penting meskipun ia juga ingin pulang ke dunia nyata, hal itu ia urungkan dan ia gantikan dengan teman-temannya.
Alefukka memukul Sean dengan keras menyadarkan Sean bahwa ucapannya tak bagus, Fendi dan yang lainnya juga tak setuju dengan ide Sean yang membuat mereka merasa berdosa meninggalkan temannya di dunia game.
“Lo lagi hadeh, kayaknya Gilang sama lo udah mulai gila. Sebencinya kita mana bisa ninggalin sahabat kita sendirian di dunia game sementara kita kuliah seperti biasa, udahlah tulis aja kita jalanin misi juga bakal selesai satu-satu,” kata Fendi yang mulai kesal dengan ucapan Sean. Ini adalah pilihan yang sangat tidak menguntungkan siapa pun.
“Gue mohon sama kalian! Jangan biarin gue merasa berdosa karena ngeliat kalian di sini, orang tua kalian pasti nyari. Dengan kalian di sini maka tidak ada satu pun dari kita yang bisa selamat karena bayangkan aja 365 misi bukan misi yang sedikit dan sudah bisa dipastikan kalau kalian di sini maka tidak ada satu pun dari kita yang tersisa. Sementara jika kalian pulang ke dunia nyata, kalian pasti bisa membantu gue keluar dari sini dengan menanyakan pada orang yang tahu tentang hal seperti ini. Jadi, kalian harus tulis nama gue,” kata Sean dengan sungguh-sungguh.
Keenam orang itu melihat Sean dengan ekspresi datar, yang diucapkan Sean memang ada benarnya. Namun, naluri mereka sebagai manusia tentu saja menentang hal ini, sebencinya Gilang pada Sean yang membawa dirinya ke dalam dunia game tetap saja tak membuat Gilang bisa meninggalkan Sean sendiri.
Sekesalnya Darren pada Sean tetap saja hal itu akan membuatnya merasa bersalah sepanjang hidupnya, jika ia melakukan itu pada Sean ia seperti membunuh sahabatnya sendiri di dunia game.
“Itukan kata lo, kalau ternyata di dunia nyata gak ada yang bisa keluarin lo dari dunia game gimana? Kita bisa ngerasa bersalah seumur hidup bro, dahlah jalan terbaik emang Cuma kelarin ini misi aja lagian juga udah dikit lagi kok,” kata Gilang yang langsung melihat ke arah lain, ia sebenarnya gengsi berkata seperti itu, namun ia harus mengatakannya sebelum terlambat.
“Tulis nama gue, gue percaya diluaran sana ada banyak orang yang bisa keluarin gue. Ayolah tolong kerja samanya,” kata Sean dengan wajah memelas.
Semua teman-temannya langsung terdiam mendengar ucapan Sean, sepertinya mereka memang harus melakukan itu demi Sean dan demi diri mereka sendiri.
“Yang dibilang Sean ada benarnya, akan lebih baik kita menulis namanya sebagai korban agar kita bisa mencari bantuan untuk menghancurkan dunia game ini” ucap Alefukka yang sedari tadi sudah memikirkan itu baik-baik.
Fendi sempat terkejut karena Alefukka yang paling dekat dengan Sean tiba-tiba saja menyetujui hal itu. Fendi langsung berdiri menghampiri Alefukka karena satu-satunya yang menyetujui ucapan Sean adalah Alefukka dan mereka tak menyangka jika orang terdekat Sean yang menyerahkan Sean begitu saja.
“Lo udah gila? Lo itu sahabat Sean dari kecil masa ngebiarin Sean sendirian di dunia game ini sementara kita menjalani perkuliahan dengan tenang tanpa ada apa-apa? Kalau kayak gitu sama aja kayak kita biarin Sean meninggal. Gue gak bisa!” ucap Fendi dengan bersikeras. Bagaimana pun Sean adalah sahabatnya walaupun mereka tak mengenal selama seperti Alefukka dan Sean.
“Siapa yang bilang kita bakal kuliah dengan tenang? Gue bilang kita harus keluar dari dunia game ini untuk mencari bantuan untuk menghancurkan dunia game buatan Andrew dan menyelamatkan Sean. Kalau kita di sini semua memangnya kita bisa saling menolong? Lagi pula Sean pasti bisa menjaga dirinya sementara kita mencari bantuan,” kata Alefukka dengan yakin.
Fendi terdiam, kemudian ia melihat Sean dengan wajah sedih. Bagaimana pun juga nalurinya tetap tak bisa menerima itu. Cara itu terlalu kejam baginya.
“Baiklah kalau itu mau kalian, gue akan tulis nama Sean untuk menjadi korban, kalian juga harus menulis nama Sean,” kata Fendi sambil melihat ke teman-temannya yang lain.
Mereka pun akhirnya sepakat untuk menuliskan nama lengkap Sean untuk menjadi korban dan memasukkan kartu-kartu tersebut ke dalam sebuah kotak. Setelah melakukan diskusi panjang akhirnya mereka memutuskan untuk menempuh jalan mengorbankan Sean.
“Baiklah, sekarang kita harus menunggu hasilnya,” ucap Fendi dengan lesu. Alefukka melihat Sean dengan wajah sedih juga, namun ini hanyalah satu cara untuk mereka membantu Sean keluar dari dunia game ini.
Kotak yang berisi kartu-kartu voting pun langsung terhubung ke dalam kotak yang berada di ruangan Andrew. Andrew melihat kartu-kartu tersebut dengan wajah pucat pasi, ia tidak tahu bahwa teman-temannya mengorbankan Sean untuk tetap tinggal di sini.
“Astaga penghianatan macam apa ini? Mereka tega mengorbankan Sean yang notabenenya adalah sahabat mereka? Benar-benar mengejutkan,” ucap Andrew tersenyum miring.