Penghianat

1040 Kata
Mendengar nama Fendi membuat Sean terbelalak, semoga saja apa yang ia pikirkan salah dan Fendi yang dimaksud Alefukka bukanlah Fendi yang menjadi lawannya saat masa SMA. Sean menghampiri Alefukka dengan wajah kebingungan, padahal ia baru satu hari pingsan. Namun, banyak sekali yang membuatnya seperti orang yang baru saja muncul di dunia game. “Fendi? Apa maksud lo Fendi Efendi temen SMA gue yang sering gue ceritain?” tanya Sean yang merasa was-was karena jika memang benar Fendi yang dikatakan Alefukka adalah Fendi temannya saat SMA sudah dipastikan hidup mereka akan sangat terancam. “Andrew dan gue gak tahu Fendi yang dimaksud Fendi yang mana mengingat nama Fendi sangatlah banyak dan bukan hanya dia,” kata Alefukka dengan wajah polos. Sean mengalihkan pandangannya kembali pada Andrew ia memegangi salah satu bahu Andrew dengan cengkraman keras. “Nyawa lo sekarang ada ditangan kita, bukannya ngancem nih gue Cuma pengen kasih info aja. Kalau memang benar ternyata ketua tim lo Fendi Efendi yang merupakan musuh saat gue SMA, maka kerja keras lo menjadi kambing hitam bukanlah sesuatu yang akan dihargai dan akan berjalan sia-sia, jadi lo lebih baik pikir-pikir lagi kalau mau berkhianat,” kata Sean sambil meremas bahu Andrew. Sepertinya hanya Sean yang jika marah akan bermain ancaman seperti itu, sesabarnya Sean masih lebih sabaran Alefukka. Gaya marah Sean memang benar-benar membuat orang yang hanya melihat saja ngeri dan tak ingin ambil resiko. “Gue harus jelasin apa lagi sama lo? Gue udah bilang semua yang gue tahu dan lo masih gak percaya kalau gue gak berkhianat? Gue Cuma butuh teman, selama ini gue menjadi korban bully karena keluarga gue orang gak mampu dan sampailah gue terpikirkan buat game yang bisa nyeret gue dan orang-orang yang jago main game ke sini dan lo tahu kan akhirnya?” tanya Andrew masih bersikeras dengan kata-katanya sejak awal. ‘Dia keliatan yakin banget, apa jangan-jangan sebenarnya dia gak jahat?’ batin Alefukka yang memperhatikan Andrew dengan saksama. Semakin melihat Andrew yang bersikeras semakin membuatnya bingung mengapa orang yang bersalah malah berani berkeyakinan seperti itu. Sean melepaskan cengkramannya dari bahu Andrew kemudian duduk jauh dari Andrew, entah siapa yang harus ia curigai saat ini yang pasti ia tidak akan melepaskan Andrew bila pria itu berbohong dan melindungi orang yang ia benci. “Untuk sementara tidak ada bukti lo akan gue lepaskan, tapi akan terus berada di sini tidak boleh kemana-mana, paham?” tanya Sean dengan tegas. Sean pun memerintahkan Gilang untuk melepaskan Andrew dari ikatannya yang sangat menyakitkan bagi Andrew. “Terima kasih karena lo sudah berpikir matang-matang untuk tiap sikap yang lo ambil gue hargai,” kata Andrew sambil melihat tangannya yang sangat kebas karena sudah diikat beberapa jam dengan posisi tangan dan tali yang sangat tidak mengenakan. Setelah itu Sean dan teman-temannya memutuskan untuk istirahat karena mungkin saja besok adalah hari yang paling lelah untuk menjalankan misi ke 4 yang masih tidak mereka tahu bocorannya. Namun, malam itu hanya Sean yang tak menutup matanya sama sekali. Ia mengawasi Andrew dari kegelapan, Sean tidak ingin melakukan kesalahan karena telah mempercayai Andrew dan membuat Andrew mencelakakan extramers. “Apa? Gue  gak bisa bicara sekarang, berhentilah menelepon!” bisik Andrew dengan suara yang sangat pelan, namun masih bisa didengar oleh Sean yang berada tepat di belakangnya. “Iya, gue akan melaporkan semuanya pada kalian, kalian tidak perlu cemas!” seru Andrew yang tampak kesal dengan perintah yang entah dari Siapa. Sean pun langsung merebut ponsel yang sedang Andrew gunakan dan ia menyalakan lampu ruko tersebut dengan cepat. “Eh anak gak mampu! Pokoknya kalau sampai ketahuan lo malah berbalik baik sama mereka, gue gak akan segan-segan lenyapin lo sekalian dengan extramers menjadi satu paket! Paham lo? Gue gak suka orang yang berkhianat,” ucap seseorang yang suaranya sangat familiar ditelinga Sean. Sekarang Sean tahu apa yang sedang direncanakan extramers dan itu bukanlah hal yang baik untuk mereka. “Fendi? Ini lo bener kan? Apa gak capek lo coba buat hancur extramers? Kita gak akan tumbang begitu saja, silakan rencanain yang jahat-jahat, tapi extramers tidak akan menyerah begitu saja,” ucap Sean dengan tegas kemudian mematikan ponsel tersebut sambil melihat ke arah Andrew. Sean mendekatkan wajahnya ke wajah Andrew kemudian menggebuk leher Andrew dengan cepat tanpa aba-aba sekalipun. “Akan lebih terhormat lo mati ditangan kita dari pada lo mati ditangan 3 penghianat itu. Ponsel lo gue sita!” ucap Sean kemudian membangunkan ketiga temannya itu untuk meninggalkan Andrew dengan napas tersengal-sengal karena pukulan Sean dilehernya yang begitu keras. Mereka berempat pun akhirnya keluar dari ruko tersebut dan mengunci Andrew di ruko. Sean memang jarang sekali marah, namun saat marah ia tidak pernah mengeluarkan suara apapun selain melakukan tindakan k**i. “Tim Gladiator dan Fendi adalah dua nama yang menjadi paket komplit. Sekarang lawan kita bukan Cuma game, tapi tim gladiator menjadi pemanisnya,” kata Sean memberikan ponsel Andrew yang berisi percakapan dengan tim gladiator. Sebenarnya Alefukka terkejut karena Sean telah mengetahui tim gladiator itu, namun itu lebih bagus karena ia tidak perlu susah-susah menjelaskan semua pada Sean. “Bener gue kan kalau si Andrew itu bagaimana pun adalah komplotan dari tim tersebut, lo sih gak percaya,” kata Gilang dengan penuh kemenangan. Sean mengangguk membenarkan, ia percaya pada Gilang hanya saja ia perlu bukti yang ckup untuk menyalahkan orang bukan hanya menyalahkan karena ia membencinya. “Lo bener, tapi kita juga harus punya bukti untuk menyalahkan seseorang bukan hanya berdasarkan ketidaksukaan lo. Gue harap setelah ini gak ada lagi yang namanya penghianat di dekat kita, gue gak akan segan-segan melenyapkan orang yang berkhianat sekali pun dia sahabat gue, paham kalian?” tanya Sean dengan tatapan yang membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. Mereka bertiga mengangguk paham, lagi pula tanpa Sean mengatakan itu mereka bertiga tidak berniat untuk berkhianat karena mereka pun tidak ingin memperkeruh keadaan. Untuk keluar dari dunia game saja sudah termasuk hal yang sulit bagaimana bisa mereka berpikir untuk  berkhianat dan memperkeruh masalah? Sean dan ketiga temannya akhirnya memutuskan untuk tidak beristirahat dan selalu berjaga-jaga. Ketelitian dan mata yang awas sangat berguna dalam keadaan seperti ini, tim gladiator bisa kapan saja mengacaukan misi mereka sehingga mereka lebih lama di dalam dunia game dan mungkin saja sampai angkatan mereka wisuda. Sean tak ingin itu terjadi pada mereka keluar dari dunia game ketika mereka sudah berusia tua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN