Andrew membanting komputer yang ia gunakan untuk memantau Klara dan mendengarkan apa saja yang dikatakan oleh Sean juga teman-temannya. Alat yang ia tempeli di pakaian Klara dilepaskan begitu saja tanpa izin darinya.
“Apa-apaan ini?! Dia mau macam-macam sama gue? Gue gak bisa biarin Klara bebas begitu aja, dasar cewek kurang ajar!” ucap Andrew yang langsung keluar dari rumah tersebut mencari ke mana perginya Klara dan Sean.
Namun, Andrew kalah cepat dengan Sean dan juga teman-temannya yang lain. Mereka sudah pergi jauh dari tempat di mana seharusnya mereka berada, sedangkan dunia game itu sama seperti dunia sungguhan yang memiliki luas seluas Bumi.
“Seharusnya kita ke pusat kontrol itu untuk mengakhiri semuanya dan kita bisa terbebas,” ucap Gilang yang langsung protes karena Klara membawa mereka pergi jauh dari tempat itu.
“Gak bisa, karena sebenarnya itu hanya pengalihan saja agar kalian berpikir bahwa itu adalah pusat kontrol game ini, itu bukan pusatnya,” kata Klara yang duduk di sebelah Sean.
Sean dan yang lainnya merasa bingung dengan hal tersebut padahal ia melihat bahwa itu adalah pusat kontrol yang selama ini mereka cari-cari.
“Kalau begitu, pusatnya di mana? Lo pasti tahu kan?” tanya Gilang yang langsung antusias dengan hal tersebut. Namun, sayang ekspetasinya tak sesuai harapan karena Klara langsung menggeleng pelan.
“Satu yang jelas gue tahu, kalian akan dijadikan pengganti zombie yang sudah usang. Kalian akan dijadikan penghuni dunia game ini selamanya bersama Andrew dan tidak ada satu pun orang yang tahu di mana pusat kontrol game ini selain Andrew sendiri.” Klara mengatakan itu dengan tatapan kosong.
Mengingat bahwa mereka tidak punya peluang bagus untuk keluar dari dunia game tersebut membuat Sean dan yang lainnya langsung melemas. Namun, tidak dengan Gilang ia malah mencekik Sean dari arah belakang membuat mobil yang mereka tumpangi hilang kendali.
“Argh! Lo udah gila! Lepasin gue, kita bisa ketabrakan kalau begini!” teriak Sean yang masih mencoba mengendalikan mobil tersebut. Alefukka dan Darren juga Rei membantu melepaskan cekikan Gilang. Cukup lama Gilang mencengkram leher Sean kemudian akhirnya melepaskan cekikan itu juga.
“Kenapa harus lo? Kalau aja gak gara-gara lo pasti kita gak akan kembali ke sini dengan masa depan suram seperti Andrew! Lo bener-bener merugikan orang lain tau gak!” teriak Gilang yang benar-benar sudah kesal dengan keadaan yang selalu lebih mengutamakan Sean dari pada yang lainnya.
Plak!
Tamparan keras membuat Gilang dan yang lainnya terkejut apalagi Sean yang sedang menyetir membuat fokusnya sedikit buyar.
“Kalau lo gak ikut juga gak akan jadi masalah, gak ada yang nyuruh lo buat masuk lagi ke dalam game. Kita Cuma kasih pilihan lo masuk penjara karena dilaporin tante Anjani atau lo masuk ke game lagi dan hidup akan lebih aman tanpa cacian? Lo kan yang pengecut dan milih untuk masuk ke sini? So, apa lagi yang harus diperdebatkan?” tanya Darren yang selalu mengambil tindakan di luar dugaan mereka.
Tidak ada jawaban dari mulut Gilang karena ia sudah benar-benar merasa sangat sakit hati terhadap teman-temannya yang selalu lebih memihak pada Sean yang padahal tidak pernah menguntungkan mereka dalam hal ini.
Mobil jadi sangat hening membuat suasana menjadi kaku dan menegangkan apalagi Klara yang tak biasa dengan hal tersebut.
Beberapa kali Sean memegangi tangan Klara agar tidak merasa takut atau sungkan berada di dalam perjalanan yang terasa sangat panjang itu.
“Gue berhenti di sini aja!” ucap Gilang yang sudah mantap mengambil keputusan bahkan Gilang bersedia jika ia harus menjadi makanan Zombie di dunia game ini.
“Please, jangan mulai. Apa lo gak kasihan sama Klara? Dia udah stres dan lo nambahin pikiran orang aja,” kata Sean yang langsung merasa kesal karena ia tahu bahwa Klara sedari tadi sudah merasa sangat tertekan dengan keadaan yang tak mengenakan itu.
Gilang tertawa renyah kemudian menatap Sean dengan tatapan datar dari kaca spiin.
“Gue gak peduli, gue juga stres bukan Klara aja! Turunin gue sekarang!” teriak Gilang yang sudah merasa kesal dengan teman-temannya ini. Ia tidak peduli lagi kalau ia harus mati hari ini tanpa diketahui oleh keluarganya karena ia tahu sudah tidak ada lagi harapan bagi mereka untuk pulang.
Ciiitt!
Sean mengerem mobil tersebut dan langsung menyeret Gilang keluar dari mobil tersebut. Setelah membiarkan Gilang di luar, Sean langsung masuk lagi ke mobil dan mengendarai mobil tersebut sejauh-jauhnya.
“Bagi gue sekarang kalau kalian memang ingin memutuskan jalan kalian sendiri itu adalah hak kalian, kalian tidak perlu lagi memikirkan gimana hidup gue atau bagaimana tanggapan orang tua gue kalau ternyata Cuma gue yang belum keluar. Kalian juga punya hak hidup masing-masing jadi jangan pernah jadikan gue sebagai beban hidup kalian. Kalau ada kesempatan untuk keluar lagi dari dunia game ini, silakan keluar meskipun itu mengorbankan gue,” kata Sean dengan serius membuat semua yang berada di dalam mobil tersebut terdiam.
Sean memang sangat realistis dan bisa diandalkan, Sean memang sudah berjiwa pemimpin dari dulu dan itu membuat semua temannya mengandalkan Sean dalam hal apa pun.
“Bagaimana dengan Gilang? Gimana nasibnya? Apa gak sebaiknya kita putar arah?” tanya Alefukka yang masih cemas dengan keberadaan sang sahabat yang ditinggal begitu saja.
“Gue kan udah bilang kalau itu terserah kalian dan gue akan turutin aja keinginan kalian apa, dan keinginan Gilang adalah turun dari mobil ini. Lalu apa yang salah?” tanya Sean dengan wajah serius hingga membuat Klara sedikit takut melihat hal tersebut.
Alefukka terdiam mendengar itu semua kemudian di dalam mobil kembali hening. Mulai saat itu Sean memutuskan untuk tegas kepada semua temannya, ia tidak peduli bahwa jika nanti mereka pulang akan lengkap atau kehilangan salah satu dari mereka karena Sean juga sudah lelah mengingatkan setiap temannya yang berada di dunia game.
Sesuai nama game itu, bahwa semua orang benar-benar harus bisa survival alias bertahan hidup dengan otak yang mereka punya. Tidak ada lagi rasa kasihan yang membuat mereka harus saling menempel satu sama lain, Sean tidak ingin ada seorang parasit lagi yang selalu mengeluh di hidupnya.
Semua orang yang sudah masuk ke dunia game itu sudah seharusnya memikirkan nasibnnya masing-masing bukan hanya menerima keluhan dari teman-temannya yang lain.
“Gue percaya bahwa kita semua punya otak ketika ada disituasi sulit seperti ini, jadi gue yakin jika kita bisa menggunakan otak kita sepenuhnya untuk menaklukkan game setan ini!” ucap Sean dengan tatapannya yang seperti hantu lapar.