Harley berlari tergopoh-gopoh memasuki rumah sakit bersama beberapa perawat sedangkan tubuh Arthur sudah terbaring di brankar rumah sakit. Pikirannya seolah kosong setelah melihat Arthur menutup kedua matanya. Perkataan seorang perawat yang terdengar di indera pendengarannya membuat Harley tersadar dengan apa yang ia alami saat ini.
"Sepertinya pasien kehilangan banyak darah," ujar salah satu perawat wanita yang membuat perawat lainnya mengangguk mengiyakan.
"Mohon menunggu di luar, Nona," ujar perawat itu membuat Harley termenung untuk beberapa saat hingga pintu yang ada di hadapan nya tertutup.
Harley melangkahkan kakinya untuk bergerak mundur, mengatur nafasnya yang sempat memburu, bahkan keringat dingin sudah mengalir dari sudut wajahnya. Harley menengok ke kanan dan kiri namun lorong rumah sakit itu terlalu sepi, hanya ada beberapa perawat yang berlalu lalang, tubuhnya seketika meluruh ke lantai mengingat apa yang sudah terjadi beberapa menit yang lalu.
"Kenapa aku sangat panik seperti ini?" tanya Harley pada dirinya sendiri, ia sadar ada yang salah dengan dirinya saat ini.
"Bahkan aku bukan keluarga dari pria itu," lanjut Harley bermonolog. Harley merogoh smartphone yang berdering di saku nya namun bukan smartphone miliknya lah yang berdering, melainkan smartphone milik pria yang baru saja ia tolong.
Harley bersyukur karna ia cukup sigap mengambil smartphone milik Arthur dari balik jas yang dikenakan oleh Arthur saat mereka dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Tertera sebuah nama ‘Daddy’ di layar smartphone tersebut yang membuat Harley segera mengangkat panggilan itu tanpa pikir panjang.
"Hallo, Sir. Saya Harley, putra anda mengalami kecelakaan dan saat ini sedang berada di Belle*** Hospital Center," ucap Harley saat ia mengangkat panggilan tersebut, bahkan ia lupa untuk mengucapkan selamat malam karna rasa panik yang tengah ia rasakan saat ini. Namun beberapa detik ia menunggu ia mengernyitkan keningnya ketika tidak mendengar jawaban dari seberang telepon, sibuk berkutat dengan pemikirannya membuat Harley tersentak ketika melihat seorang dokter keluar dari ruang operasi.
"Kami harus melakukan operasi karna luka yang dialami oleh pasien begitu parah, pergelangan tangan dan kaki pasien mengalami patah tulang serta terjadi pula benturan di kepala, pasien kehilangan banyak darah, kami membutuhkan darah golongan O rhesus negatif.” Tubuh Harley terasa lemas setelah mendengar penjelasan dokter tersebut, pria yang ia tolong memiliki golongan darah O rhesus negatif, seseorang yang memiliki golongan darah ini hanya dapat menerima donor darah dari golongan O rhesus negatif saja.
“Apakah ada pihak dari keluarga yang bisa diperiksa untuk mendonorkan darahnya saat ini karna kami sedang kehabisan stock darah golongan O rhesus negatif?" tanya dokter tersebut membuat Harley semakin lemas.
Bagaimana ini? Keluarganya pun aku tidak tahu, panggilan ayahnya pun terputus begitu saja. Golongan darah ku B, aku tidak mungkin bisa membantunya. Ucap Harley dalam hati. Kecemasan Harley terhenti ketika seorang perawat berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka.
"Dokter, kita bisa melakukan operasi secepatnya, seorang pria baru saja mendonorkan darahnya yang bergolongan O rhesus negatif," ujar perawat itu seraya mengatur nafasnya sedangkan Harley dan sang dokter mendesah lega, dokter itu kemudian mengangguk lalu kembali memasuki ruang operasi. Harley terduduk di kursi rumah sakit, memeluk dirinya sendiri yang masih belum percaya bahwa ia akan berada di situasi seperti ini.
Operasi berjalan selama enam jam, selama itu pula Harley hanya bisa melamun, menggoyangkan kedua kakinya, atau bergerak dengan gelisah kesana kemari di sepanjang lorong rumah sakit itu, ia menahan kantuk nya demi mendapatkan kabar bahwa operasi sudah selesai dan berjalan dengan lancar, bahkan ia lupa jika selama itu pula perutnya tidak terisi oleh makanan apapun. Harley terkantuk-kantuk di kursi tunggu ketika seorang dokter keluar dari ruang operasi.
"Operasi berjalan dengan lancar, saat ini pasien sedang dalam masa pemulihan dan akan dipindahkan ke ruang ICU," ujar dokter itu seraya tersenyum yang membuat Harley bisa bernafas lega.
"Syukurlah, terima kasih dokter," ucap Harley seraya tersenyum.
Pandangan Harley teralihkan ketika pintu ruang operasi kembali dibuka, beberapa orang perawat mendorong brankar tempat Arthur berbaring menuju ruang ICU, Harley menatap wajah Arthur untuk sekilas, merasakan bahwa ia seperti pernah berjumpa dengan Arthur sebelumnya namun Harley kembali menolehkan wajahnya ketika dokter kembali berbicara.
"Pasien belum dapat dikunjungi, nanti saya akan mengecek kembali keadaannya untuk memastikan kondisi pasien apakah sudah bisa dikunjungi atau belum."
Harley menganggukan kepalanya menjawab perkataan dokter tersebut, dokter itu berlalu dari hadapan Harley, setelahnya Harley berjalan mengikuti para perawat yang membawa brankar milik Arthur menuju ruang ICU.
Harley berhenti di depan pintu ruangan, menatap Arthur dari balik pintu kaca, ia menyentuh kaca itu seolah-olah ia ingin menyentuh Arthur dari dekat, entah mengapa ia merasa ada perasaan aneh dalam hatinya saat ini, namun rasa lega lebih dominan, ia sangat bersyukur akhirnya pria itu bisa melewati masa kritis nya.
Harley tersentak ketika mendengar smartphone miliknya berdering, ia lalu menepuk dahinya ketika ia lupa mengabari seorang pria yang sedang menelfon nya saat ini, ia lalu mengangkat panggilan itu.
"Halsey! Where are you?! Why don't you go back to the mansion?! Why don't you tell me where you're going?!" Tubuh Harley seketika membeku mendengar bentakan itu, masih terdengar jelas deru nafas yang memburu dari seberang telefon.
"A-aku ..." Perkataan Harley yang terbata-bata terpotong oleh pertanyaan pria itu dari seberang telefon.
"What?! Kau ingin beralasan apa lagi?!" tanya pria itu dengan berteriak.
"Tony, aku ... ." Ya, pria itu adalah Tony Wilson, seorang pria yang sangat mencintai dan juga menyayangi Harley dan begitupun dengan Harley, ia pun mencintai dan menyayangi pria itu.
"Aku meninggalkan mansion pukul enam sore dan baru dua jam aku pergi kau sudah kabur lagi, huh?! Apa kau lupa jika kau harus berada di mansion selama aku masih marah padamu?!" Lagi-lagi perkataan Harley terpotong.
Ia kembali mengingat segala kenangan ketika pria itu sedang marah padanya, Tony pernah berkata padanya bahwa ia harus berada di mansion sampai pria itu mengajaknya berbicara atau paling tidak sampai pria itu kembali ke mansion, namun perasaan Harley tadi malam mengatakan bahwa ia harus mencari Tony, menyusulnya dan meminta maaf atas segala ulahnya yang membuat pria itu marah besar untuk yang kesekian kali.
"I'm not ... ." Harley mendesah ketika perkataannya kembali terpotong.
"So why?! Kenapa kau pergi dari man ... ,"
"Enough, Tony!" Geram Harley dengan nafas memburu. Harley sengaja memotong perkataan pria itu.
"Bisakah kau tidak memotong perkataan ku?! Aku ingin menjelaskan semuanya padamu!" ketus Harley dengan kesal.
"Ok, so tell me and I'll listen." Harley mengambil nafas panjang dan mulai menjelaskan semua yang terjadi beberapa jam yang lalu.
"Aku ingin mencari mu tadi malam, tapi ketika di jalan ban mobilku kempes, ketika aku ingin menelfon Mike aku melihat kecelakaan tepat di depan mataku dan aku menolong seorang pria yang menjadi korban kecelakaan itu," ujar Harley dengan tenang.
"And then?" tanya Tony.
"Aku belum bisa pulang, keluarga pria itu belum datang," jawab Harley lalu menghela nafasnya dengan panjang.
"Baiklah, aku percaya bahwa kau tidak berbohong padaku, katakan kau sedang berada di rumah sakit mana saat ini?" tanya Tony.
"Aku di Belle*** Hospital Center," jawab Harley.
"Okay, tunggu hingga keluarga pria itu datang, jika sampai nanti siang kau belum pulang juga maka aku akan menyeret mu pulang dengan paksa. Aku tidak bisa menelfon mu lama-lama karna aku harus istirahat, besok pagi ada rapat penting di perusahaan, kau jangan lupa untuk makan, aku akan menyuruh Mike untuk menemani mu saat ini." Harley melebarkan senyumnya mendengar pengertian dan juga kepercayaan dari pria itu.
"Thank you, Tony. Mmuuuach," ucap Harley seraya melempar kecupan jarak jauh, setelah itu panggilan terputus.
***
Saat ini Harley masih terduduk di kursi yang berada di lorong rumah sakit bersama Mike yang berdiri di sampingnya. Keheningan yang melanda mereka terhenti kala seorang dokter keluar dari ruang ICU dan menghampiri keduanya.
"Pasien sudah bisa dijenguk, Nona. Syukurlah pasien sudah siuman, namun saya harap untuk tidak menanyakan hal-hal yang berat karna pasien mengalami benturan yang sangat keras, ditakutkan jika pasien terlalu memikirkan sesuatu yang berat akan terjadi komplikasi saraf di otak pasien." Harley mengangguk menjawab perkataan dokter tersebut, setelahnya ia memakai baju khusus bagi seseorang yang akan menjenguk pasien lalu mencuci tangan terlebih dahulu untuk mencegah penularan infeksi.
Harley melangkahkan kakinya dengan pelan dan juga ragu ke arah pria yang tengah terbaring lemah di atas brankar rumah sakit tersebut. Harley melihat banyak perban yang melilit tubuh pria itu, mulai dari kepala, tangan, d**a dan juga kaki. Hidung pria itu juga terpasang ventilator.
Kedatangan Harley membuat Arthur menoleh, pandangan mata mereka beradu seperkian detik, ada rasa aneh yang mereka rasakan saat mata mereka bertemu pandang. Hampir sepuluh detik mereka tidak melepaskan kontak mata tersebut hingga akhirnya Harley berdehem untuk mengurai rasa gugup yang tiba-tiba merayap di hatinya.
Harley kembali mendekat lalu berdiri tepat di samping Arthur. Harley tersenyum ke arah Arthur sedangkan Arthur yang melihat senyuman Harley seketika merasakan bahwa jantungnya berdetak lebih kencang daripada biasanya, bahkan ia seolah-olah bisa mendengar degup jantungnya sendiri saat ini.
"Aku harap kau segera pulih," ucap Harley kembali membuat jantung Arthur berdegup semakin kencang.
"Thank's." Hanya kata itu yang bisa Arthur ucapkan saat ini. Entahlah, ia sudah menyiapkan rangkaian kalimat terima kasih ketika dokter memeriksanya tadi, ia berniat mengucapkan rangkaian terima kasih itu kepada seorang wanita yang sudah menolongnya, namun ketika mereka bertemu, lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan semua kalimat yang telah ia rangkai sebelumnya.
Harley tersenyum menjawab ucapan terima kasih dari Arthur yang membuat pria itu mengerjapkan mata berulang kali kala melihat senyuman Harley yang mengganggu kinerja jantungnya.
"Siapa nama ... ." Pertanyaan Arthur terhenti ketika mendengar suara pintu yang terbuka.