7. TENTANG DADDY

1938 Kata
Justin beregagas masuk ke dalam kamar inap tempat majikannya dirawat, ia membungkukkan tubuhnya di hadapan Arthur, Brian, Vallery dan juga seorang pria bernama Vinic Abraham pagi itu. Vinic adalah paman Arthur. “Selamat pagi, Tuan dan Nyonya” sapa Justin dengan sopan, membuat Vallery dan Vinic tersenyum ramah, berbanding terbalik dengan Arthur dan Brian yang memasang wajah datar mereka. “Pagi, Justin,” jawab Vallery. “Ada apa?” tanya Arthur menatap Justin. “Kami sudah menemukan wanita yang anda cari, Tuan.” Ucapan Justin membuat Arthur membelalakkan matanya, ia segera bangkit dari tidur nya namun hal itu membuat nyeri hebat di beberapa bagian tubuhnya. “Arrghh.” Ringis Arthur membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu menjadi panik, Vallery segera menghampiri Arthur dan membantu putranya untuk kembali berbaring. “Kau belum pulih,” ujar Vallery setelah Arthur kembali berbaring. “Tapi aku ingin menemui wanita itu, Mom,” ucap Arthur membuat rahang Brian mengeras. “Kau diijinkan untuk menemuinya jika kau sudah sembuh ... .” ucap Brian dengan lembut meskipun rahangnya terasa kaku untuk saat ini namun Arthur memandangnya dengan tatapan yang begitu tajam ke arah Brian. “Aku tidak meminta ijin darimu, b******k!” ketus Arthur membuat Vallery melotot. “Arthur, jaga ucapan mu!” sentak Vallery membuat Arthur mendengus lalu mengalihkan wajahnya sementara Brian memejamkan matanya kemudian melenggang pergi dari ruangan itu, ia rasa percuma jika memaksa putranya agar hubungan mereka kembali seperti dulu, selama dua puluh tahun ia hanya menerima penolakan dari Arthur, ia juga mempunyai rasa lelah menghadapi putranya yang selalu menolak perhatian yang ia berikan selama ini. “Siapa wanita yang kau cari?” tanya Vinic mencairkan suasana, pertanyaan dari pamannya membuat Arthur menoleh. “Wanita yang menolong ku, uncle,” jawab Arthur lalu kembali menatap Justin yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan. “Aku ingin bertemu dengan wanita itu,” ucap Arthur kepada Justin yang membuat pria itu menganggukkan kepalanya, setelah itu Justin segera pamit undur diri untuk membawa wanita itu kepada Arthur. “Mommy pergi dulu,” ujar Vallery membuat Arthur menoleh. “Kau ingin kemana, Mom?” tanya Arthur yang membuat Vallery menghentikan langkahnya. “Menemui daddy mu,” jawab Vallery membuat Arthur mendengus tidak suka. “Dia bukan daddy ku, Mom,” kata Arthur yang membuat Vallery melotot. “Jangan sampai kau menyesali perkataan mu sendiri, Arthur Stefano Anderson!” Teriak Vallery yang membuat Arthur terdiam, ia begitu terkejut kala ibunya menyebutkan nama lengkapnya karena selama ini ia sudah mengganti nama belakang yang ia miliki sejak lahir, ibunya pun tidak pernah memanggilnya dengan nama itu selama ini. Setelah mengucapkan hal itu Vallery bergegas pergi meninggalkan ruang inap putranya, ia kesal karena Arthur tidak pernah memberikan kesempatan bagi Brian untuk memperbaiki hubungan mereka selama ini, putranya itu selalu saja menghindar bahkan setelah Brian tahu penyebab Arthur menjauhinya sejak dua puluh tahun yang lalu sedangkan Vinic menghela nafasnya melihat ketegangan antara keluarga kecil itu, ia tidak menutup mata dengan apa yang terjadi selama ini. “Bukannya Uncle ingin membela daddy mu. Tapi apa yang kau lakukan tadi tidak baik, Arthur. Kau menyakiti hati daddy mu,” ujar Vinic dengan tenang yang membuat Arthur memalingkan wajahnya, matanya sudah memerah menahan air yang akan menggenang di pelupuk matanya. Bukannya ia cengeng, namun kemarahannya terhadap Brian selama ini membuatnya menanggung rindu yang begitu berat, sejujurnya ia ingin memaafkan ayahnya namun ia terlalu gengsi untuk kembali ke dalam pelukan pria paruh baya tersebut. “Kenapa selama dua puluh tahun kau selalu saja menghindari daddy mu? Katakan pada Uncle apa yang terjadi.” Pinta Vinic membuat Arthur menghela nafasnya kemudian menatap sang paman yang masih duduk di kursi jaga. “Pria itu tidak menginginkan ku, Uncle,” jawab Arthur dengan nada parau yang membuat Vinic mengernyitkan keningnya lalu terkekeh mendengar perkataan konyol yang terlontar dari keponakannya tersebut “Jika dia tidak menginginkan mu, tidak mungkin kau berada di dunia ini,” ucap Vinic. “Tapi pria b******k itu menyuruh mommy untuk menggugurkan ku ketika aku masih berada di kandungan mommy,” ucap Arthur kemudian yang membuat Vinic menghentikan kekehan nya kala mendengar perkataan dari Arthur, ia segera menolehkan wajahnya ke arah Arthur seraya menatap tidak percaya ke arah keponakannya tersebut. “How… How do you know?” tanya Vinic seakan tidak percaya sedangkan Arthur mendengus mendengar pertanyaan dari pamannya, ia kembali memalingkan wajahnya dari tatapan Vinic. “Jadi benar, bukan?” tanya Arthur yang membuat Vinic segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak, Arthur. Kau salah paham,” ucap Vinic membuat Arthur kembali menoleh menatap pria tersebut. “Siapa yang salah pahan, Uncle? Jelas-jelas saat itu dia menyuruh mommy untuk membunuh ku di dalam perut mommy.” Akhirnya air mata Arthur terjatuh walaupun hanya satu tetes dan berhenti di rahangnya yang dipenuhi oleh rambut halus, ia merasakan sesak di dadanya kala ia menyadari bahwa selama ini dirinya tidak diingankan oleh orang yang begitu ia sayangi, ayahnya. “Kau salah paham,” ujar Vinic kembali. “Maaf, Uncle tahu ini permasalahan mu dengan daddy mu, tapi Uncle harus menjelaskannya kepada mu agar kau berhenti melakukan tindakan bodoh seperti yang kau lakukan selama dua puluh tahun ini.” Ucapan Vinic sukses membuat Arthur terdiam. “Uncle tahu semua yang kau lakukan kepada daddy mu, jangan kau kira Uncle tidak mengetahui itu semua. Sejak dua puluh tahun yang lalu daddy mu selalu menceritakan tentang mu kepada Uncle. Ia selalu bertanya-tanya kepada Uncle kenapa kau tidak pernah pulang saat natal? Kenapa kau bersikeras untuk tinggal di asrama selama sekolah dan tidak pernah pulang? Kenapa kau selalu menghindari daddy mu jika mereka datang ke penthouse milikmu?” Vinic menjeda ucapannya setelah melihat reaksi Arthur yang terlihat terkejut, Vinic memejamkan matanya sebelum ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan. “Jika kau bukanlah keponakanku, sungguh, demi Tuhan aku ingin menghajar wajahmu karena telah berani melukai hati kakakku,” ucap Vinic dengan tajam sedangkan Arthur kembali mencerna pertanyaan ayahnya yang ia dengar dari sang paman. “Asal kau tahu saja jika kakakku adalah seorang psikopat.” Ucapan Vinic sukses membuat Arthur kembali terkejut, tubuhnya menegang kala ia mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang psikopat. “Kau tahu? Dia sering menangis kala menanyakan mu kepada ku? Bagaimana psikopat sepertinya bisa menangis jika membunuh seseorang adalah hal yang biasa baginya? Hatinya sudah tertutup untuk siapa pun yang tidak ia kenal tapi bagaimana bisa ia menangisi mu hanya karena kau selalu menghindarinya? Jika ia tidak menginginkan mu tidak mungkin hampir setiap tahun ia selalu bertanya apapun yang menyangkut tentang mu kepada ku, dan terkadang aku merasa tidak suka memberitahukan bagaimana kehidupan mu terhadapnya karena aku bisa merasakan apa yang ia rasakan. Jika aku berada di posisinya mungkin aku akan membuang anak seperti mu dari keluargaku,” ujar Vinic panjang lebar. “Tapi kenapa saat itu ia menyuruh mommy untuk menggugurkan ku?!” tanya Arthur akhirnya membuat Vinic menghela nafas. “Daddy mu diancam oleh seseorang.” Perkataan pamannya membuat Arthur mengerjabkan kedua matanya. “A-apa ... ?” tanya Arthur terbata-bata, ini hal yang mengejutkan yang ia dengar selama ia percaya bahwa Brian tidak menginginkannya. Vinic lalu menceritakan apa yang sudah terjadi antara Brian dan Vallery, ia mengetahui semua hal itu begitu jelas ketika dulu Brian menceritakan semuanya. Arthur termenung setelah mendengar semua cerita dari sang paman mengenai sang ayah yang diancam oleh seseorang agar menggugurkannya yang saat itu masih berada di dalam rahim sang ibu. Tidak mungkin mommy dan uncle Vinic membohongi ku, tapi bagaimana dengan perselingkuhan daddy yang ku lihat saat itu? Tanya Arthur dalam hati, kepalanya hampir pecah memikirkan kepada siapa ia harus percaya, perkataan ibu dan pamannya atau penglihatannya sendiri dan juga perkataan seorang pria yang memberitahunya bahwa Brian tidak mencintai ibunya.   Flashback On.   Seorang pria berjalan menghampiri anak kecil yang tengah duduk sendirian di depan sekolah sembari menunggu ayahnya untuk menjemputnya, anak kecil itu adalah Arthur. Brian selalu menjemput putranya semenjak Arthur menodongkan sebuah pistol kearah anak laki-laki lain yang mengganggu Mathew. Arthur menghentikan gerakan jemarinya di atas layar smartphone kala ia melihat sepasang sepatu fantofel mengkilap di depan kakinya, ia mendongak dan mendapati seorang pria memakai jas mewah tengah tersenyum ke arahnya. Arthur memandang datar ke arah pria itu.             “Ada apa?” tanya Arthur dengan cuek lalu kembali berkutat dengan smartphone miliknya, sedangkan pria yang ada di hadapannya menyeringai.             “Kau belum dijemput ayahmu? Poor you ... Ayahmu lebih sayang kepada adikmu yang sedang sakit ternyata,” ujar pria itu yang membuat Arthur kembali menolehkan wajahnya menatap pria itu.             Bagaimana dia tahu jika Mathew sedang sakit? Siapa orang dewasa ini? Tanya Arthur dalam hati.             “Selain tidak menyayangi mu ternyata ayahmu juga tidak mencintai ibumu,” lanjut pria itu yang membuat Arthur menatapnya dengan tajam, tidak apa jika ayahnya lebih menyayangi sang adik selama ini namun tidak dengan ibunya.             “Apa maksud mu?” tanya Arthur menatap tajam ke arah pria itu, meskipun umurnya baru delapan tahun namun ia tidak takut sama sekali dengan pria yang ada di hadapan nya saat ini.             “Ikut aku dan akan aku tunjukkan bahwa ayahmu tidak menyayangi ibumu,” ucap pria itu dengan tenang yang membuat Arthur menatapnya penuh selidik.             “Kenapa aku harus percaya padamu?” tanya Arthur melipat kedua tangannya di depan d**a.             “Terserah kau saja, namun aku bisa menunjukkan beberapa hal bahwa ayahmu adalah seorang bajingan.”             “Shut up!” teriak Arthur marah saat pria itu menyebut ayahnya begitu keji, semarah apapun Arthur karena sang ayah lebih fokus pada Mathew, namun ia tidak suka jika ada yang menjelekkan ayahnya.             “Maka dari itu ikut dengan ku dan kau akan tahu apakah perkataan ku benar atau tidak.” Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Arthur menigkuti pria dewasa itu, pria dewasa yang tak lain adalah Mario Daniel yang memiliki dendam kepada Brian tersenyum begitu lebar saat ia berhasil menghasut Arthur setelah ia menumbangkan beberapa bodyguard yang memantau Arthur dari jarak sepuluh meter. Mario membukakan pintu mobil untuk Arthur dan segera menuju ke sebuah kafe.             Setelah sampai di kafe tersebut ia segera menuntun Arthur untuk melihat Brian yang sedang berbicara dengan seorang wanita, momen yang begitu pas saat itu ketika sang wanita bergelayut manja di lengan Brian dan Brian tersenyum seraya mengecup puncak kepala wanita itu. Melihat pemandangan yang begitu menyakitkan tersebut membuat Arthur begitu marah, ia ingin menangis ketika apa yang dikatakan oleh pria dewasa yang ada di sampingnya adalah benar. Arthur segera berlari keluar dari kafé tersebut saat sang ayah tertawa bersama wanita itu, ia tidak menyangka jika sang ayah akan mengkhiantai ibunya yang begitu ia sayangi sedangkan  Mario menyeringai puas kala melihat Arthur yang berlari keluar dari kafe. Mario segera berlari mengejar Arthur, ia menghentikan langkahnya di depan Arthur yang tengah terisak.             “Poor you,” ejek Mario yang membuat Arthur menghapus air matanya dengan kasar lalu memalingkan wajahnya, enggan untuk menatap pria dewasa yang ada di hadapannya.             “Ayo aku antarkan pulang, aku akan bercerita tentang ayahmu yang sebenarnya.” Arthur enggan untuk mengikuti pria itu namun ia harus mencari tahu tentang kebenaran yang disembunyikan oleh ayahnya selama ini hingga sang ayah berani mengkhianati ibunya, akhirnya Arthur kembali memasuki mobil pria itu.             “Katakan apa yang kau ketahui,” ujar Arthur seraya memandangi sepatunya ketika ia sudah berada di dalam mobil pria itu sedangkan Mario segera melajukan mobilnya dan bercerita tentang Brian kepada Arthur.             “Kau tahu? Saat kau belum lahir, ayah kebanggaan mu itu berniat untuk membunuh mu,” ujar Pria itu yang membuat Arthur begitu terkejut.             “Maksudmu?” tanya Arthur seraya menatap Mario yang tengah menyetir.             “Intinya saja, ayahmu tidak menginginkan mu. Sebelum kau lahir saja dia ingin membunuh mu, saat kau lahir mungkin dia terpaksa menerima mu, buktinya dia lebih menyayangi adikmu, bukan?” Arthur ingin mengatakan tidak namun apa yang dikatakan oleh pria itu benar adanya, selama ini sang ayah kurang memperhatikannya, justru cenderung lebih perhatian kepada adiknya, Mathew.             “Asal kau tahu, aku tidak berbohong pada mu, buktinya perkataan ku benar bukan jika ayahmu tidak mencintai ibumu? Pria mana yang bilang cinta kepada istrinya tetapi jalan bersama wanita lain tanpa sepengetahuan sang istri?” tanya Mario yang membuat Arthur mengepalkan kedua tangannya erat-erat.             “Turun di sini,” ucap Mario tanpa mempedulikan bahwa mansion milik Brian masih dua blok lagi, ia tidak mungkin mengantar Arthur hingga depan mansion, itu akan membuat Brian dengan mudah melacaknya, alhasil ia menurunkan Arthur di jalan yang tidak terpasang CCTV. Arthur turun dari mobil Mario dengan pemikiran yang berputar dalam otak mungil nya, ada perasaan kecewa, marah dan sedih saat mengetahui bahwa apa yang dikatakan pria dewasa itu benar, ayahnya tidak menginginkannya dan ayahnya tidak mencintai ibunya.   Flashback Off.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN