Bab 8

1007 Kata
Kevin berdecak kesal melihat keadaan Azkil sangat berantakan, kantung mata yang terlihat jelas, rambut seperti tidak di sisir, wajah seperti tidak dicuci dan tubuhnya yang biasa wangi sekarang bau apek, entah sudah berapa lama ia tidak mandi. Keadaan kamarnya tidak kalah berantakan, baju kotor di mana-mana, kertas bertebaran dan badcover jatuh ke lantai. Azkil tidur telentang di atas kasur seperti orang yang tidak punya semangat hidup, ternyata patah hati bisa membuat orang waras jadi gila. Bahkan, Azkil yang notabene lelaki pintar yang rajin belajar sudah tidak masuk kuliah selama seminggu dan melupakan tugas-tugasnya yang menumpuk. "Bang, hidup lo drama amat sih!" Azkil tidak menanggapi ucapan Kevin, ia bahkan sudah tidak mampu berkata-kata. Selama seminggu ini ia hanya diam, kalaupun diajak bicara ia tidak akan menjawab. Lebih parah Azkil daripada orang bisu, kalau orang bisu masih pakai bahasa isyarat sementara Azkil hanya mengangguk atau menggeleng tidak semangat. "Biasanya ya cowok patah hati itu pelampiasannya ke bar, minum alkohol sampai mabuk atau one night stand atau———" Azkil langsung beranjak dari kasurnya lalu masuk ke kamar mandi yang masih satu ruangan dengan kamarnya. "Ide bagus, gue mau ke club sekarang mumpung sudah malam!" Kevin menyesali ucapannya padahal ia tidak maksud menyuruh Azkil untuk melakukan hal semacam itu. "Bang, lo jangan coba ke club. Gue bilang daddy. Besok daddy pulang!" "Bodo amat! Lo nggak usah ngurusin hidup gue. Emangnya lo bisa buat Alana cinta sama gue hah?!" Kevin menghela napas, apalagi sekarang orang tuanya tidak ada di rumah, mereka lagi urus pembangunan resort di Bali dan besok baru pulang. *** Menikah dengan pria yang dicintai memang membahagiakan tapi menikah dengan pria yang tidak mencintai kita sangat menyakitkan. Alana selalu bersikap layaknya seorang istri yang baik. Tapi apa balasannya? Gavril tetap bersikap dingin, bicara seperlunya bahkan sangat irit, tidur seranjang tapi guling yang menjadi pembatas antara mereka. Rasanya Alana ingin sekali menangis dipelukan bundanya, mengadukan semua kesakitan yang ia alami tapi ia tidak mau membebankan bundanya biarlah ia menerima apa yang menjadi takdirnya. Seperti saat ini Gavril dan Alana sedang menikmati makan malam yang dimasak oleh Alana, ia ingin tangannya sendiri yang memasak untuk Gavril biarlah asisten rumah tangga melakukan pekerjaan lain. Mereka makan dalam keheningan, selalu itu yang terjadi, Alana ingin sekali memulai obrolan tapi ia takut diabaikan. Tapi kali Alana akan mencoba. "Kak...," Setelah Gavril meneguk air putih ia menatap Alana yang seperti ingin mengatakan sesuatu. "Apa kakak bahagia menikah denganku?" Gavril menghembuskan napasnya dan memejamkan matanya sejenak. "Tidak!" Alana tersenyum miris mendengar jawaban itu, satu kata sederhana tapi maknanya begitu menyakitkan. "Kalau kamu bertanya apa aku mencintaimu? Bahagia bersamamu? Maka dengan lantang akan aku jawab TIDAK!" Setelah Gavril pergi ke kamar, Alana langsung menangis dalam diam. Menumpahkan semua kesedihannya, ia bodoh karena berpikir ini adalah awal kebahagiaannya padahal nyatanya ini adalah penderitaan yang sesungguhnya. "Lalu kenapa kak Gavril mau menikahiku, kalau pernikahan ini menjadi beban?" Alana memberanikan bertanya seperti setelah masuk kamar dan mendapati Gavril sedang tiduran sambil main ponsel. "Karena kehamilanmu dan karena Saski!" Ia sudah tahu jawabannya mengapa harus bertanya lagi? Itu hanya akan membuat hatinya semakin sakit. "Seharusnya aku sadar kalau cinta aku tidak akan pernah terbalas. Seandainya aku tidak bertemu denganmu waktu kelulusan SMP mungkin aku tidak akan mencintaimu!" Alana sudah terlalu lama memendamnya, seakan hatinya meronta ingin mengungkapan semuanya. "Tahu rasanya luka yang terkena tetesan jeruk nipis? Begitulah rasanya hatiku saat kakak mengabaikanku!" Alana menghapus matanya kasar. "Dalam hal apapun kak Ryn selalu berada di atas aku, kasih sayang ayah dan bunda, cinta kak Gavril dan pendidikan. Kadang aku iri dengan hidup dia. Semua orang menyayanginya sementara aku hanya perempuan lemah yang terabaikan!" Gavril mencerna tiap kata yang Alana ucapkan. "Tujuan kamu cerita itu apa? Ingin aku tersentuh lalu mencintaimu?" Alana tidak menyangka tanggapan Gavril akan seperti itu, ia pikir Gavril adalah pendengar yang baik ternyata ia salah besar. Ia ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya mengadu kepada dunia bahwa saat ini ia benar-benar terluka. *** "Bule yang tampan, bibirmu sangat menggoda," seorang gadis,seksi yang memakai dress merah tanpa lengan 10 cm di atas lutut yang pas di tubuh sehingga membentuk indah bodynya. Hanya pria yang kuat iman yang bisa tahan dengan tubuh seperti ini. Seperti Azkil. Sedari tadi ia hanya memandang tak nafsu sama sekali, ia seperti melihat barang murah yang sedang diobral di pasar, sama sekali tidak menarik. Padahal gadis itu cantik dan seksi. Sudah 1 jam Azkil berada di sini tapi ia sama sekali tidak berniat turun ke dance floor, ia hanya duduk di meja bartender dan baru minum wine satu teguk langsung pusing dan rasa bibirnya pahit jadi ia tidak teruskan. Lalu untuk apa ia jauh-jauh ke club kalau tidak melakukan apa-apa? "Jauh-jauh dari gue b***h!" Azkil risih dengan sikap gadis ini yang bergelayut manja di lengannya sedari tadi. "One night stand?" gadis itu berusaha mempelkan bibirnya ke bibir Azkil tapi Azkil langsung mundur. "Gue nggak ada duit buat bayar lo!" "Tanpa bayaran aku cuma mau kamu puaskan aku dan aku puaskan kamu, bagaimana?" "Nggak minat!" "Aku cantik dan seksi loh dan punyaku so hot, kamu bakal ketagihan tau makanya coba dulu." ucapnya dengan nada mendesah. "Eh perempuan sakit jiwa! lo ngerti bahasa Indonesia nggak sih? Gue bilang enggak ya enggak!" gadis itu langsung berbalik karena mendapat bentakan dari Azkil. Ia kesal karena baru kali ini ia ditolak padahal ia memberikannya secara cuma-cuma tetap ditolak. Gadis tadi sangat penasaran dengan tubuh bule tampan itu tapi apalah daya Azkil tidak tergoda. Azkil merasakan getaran ponselnya kemudian ia membuka chat tersebut ternyata dari Alana. Ia tersenyum miring. Alana : Azkil aku ingin cerita "Sebelumnya lo emang prioritas gue, gue selalu ada di saat lo butuh. Tapi setelah penolakan itu jangan harap gue mau dengarin cerita lo lagi!" "Apalagi seminggu ini lo sama sekali nggak hubungi gue!" "Sorry, Na. Sekarang kita harus menjauh demi menjaga hatiku agar tidak semakin sakit!" Karena bukan hanya perempuan yang punya hati, pria pun bisa galau dan itu hal yang wajar tandanya ia manusia normal. Azkil memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana jeansnya dan segera pulang ke rumah. Ia sudah bertekad akan melupakan Alana serta melupakan persahabatan mereka. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN