"Kurang ajar, b******n, b******k!" berbagai kata-k********r terucap dari bibir pria blasteran Indo-Kanada itu setelah mendengar cerita Alana tentang kejadian saat ia kecelakaan sampai bertengkar sama Winata.
Alana tidak berkata apa-apa, lagipula Gavril pantas mendapatkan julukan itu karena dia memang berengsek. Hanya orang berengsek yang tega melakukan itu semua.
"Na, lo mau apa? Movie marathon, main ps, makan, jalan-jalan atau apa? Lo tinggal bilang apapun itu."
Perkataan Azkil seakan menghipnotis pikiran Alana dan ia langsung menjawab. "Kalau aku minta kamu antarkan aku ke surga, bisa?"
"Na...,"
"Aku lelah, ada kalanya aku ingin berhenti dari semua penderitaan ini. Ingin benar-benar berhenti, Az."
Azkil membawa Alana ke dalam pelukannya. "Lo harus kuat. Na, gue nggak suka kalau sahabat gue cepat nyerah. Lo harus tetap jadi Alana yang punya hati sekuat baja."
"Pelukable, Alana suka," Alana memejamkan matanya menikmati aroma tubuh Azkil yang begitu menenangkan.
Azkil tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya. "Azkil sayang Alana."
***
Setelah acara peluk-pelukan kini Azkil dan Alana duduk di pinggir kolam dengan kaki di ayunkan ke air dan di tangan Azkil sudah ada gitar kesayangannya.
Bila nanti saatnya t'lah tiba
Ku ingin kau menjadi istriku
Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan
Berlarian kesana-kemari dan tertawa
Petikan gitar dan lagunya terdengar begitu indah, kalau saja lagu itu dinyanyikan oleh seorang pacar akan terdengar sangat romantis tapi ini yang nyanyi adalah Azkil hanya berperan sebagai sahabat Alana, tidak lebih. Apa masih terdengar romantis?
"Harusnya kamu nyanyi itu buat Saski, Az."
Azkil mendelik kesal. "Dia cuma cewek bawel, berisik dan ribet."
"Tapi setidaknya dia pernah menjadi orang spesial di hati kamu."
"Hanya masa lalu!"
Azkil kembali memetik gitarnya dan melanjutkan lagu akad dari payung teguh tersebut.
Namun bila saat berpisah t'lah tiba
Izinkanku menjaga dirimu
Berdua menikmati pelukan diujung waktu
Sudilah kau temani diriku
Alana tidak cukup peka untuk menyadari kalau lagu ini adalah ungkapan perasaan Azkil, secara tidak langsung ia meminta Alana untuk menjadi istrinya.
Azkil menatap wajah Alana yang sedang tersenyum ke arahnya, ia bahagia setidaknya Alana sudah tidak semurung tadi dan ini semua berkat dirinya. Ia memang penghibur yang baik.
"Makasih Azkil, kamu memang the best. Aku sayang kamu."
Azkil terkesiap mendengar ucapan Alana. "Kamu sayang aku?"
Alana mengangguk. "Kamu 'kan sahabatku sudah jelas aku sayang."
Azkil tersenyum tipis lalu berdiri. "Ayo, makan malam. Mommy sama daddy sama adik-adik aku pasti sudah di meja makan."
***
Alexander dan Vania sangat baik kepada Alana, sudah beberapa kali Alana ke sini dan mereka sangat baik. Seperti saat ini mereka bahkan tidak keberatan kalau Alana tinggal di sini. Terkadang Alana iri sama Azkil yang mempunyai keluarga penyayang, menurut Alana kehidupan Azkil cukup sempurna. Punya orang tua lengkap dan adik-adik yang sangat menyayanginya, serta wajah Azkil yang putih, matanya berwarna biru, rambutnya hitam kecokelatan, tinggi, mancung dan dia ini amat tampan, wajahnya lebih dominan bule.
Setelah selesai makan malam mereka berkumpul di ruang tv kecuali Alexander yang sudah tidur terlebih dahulu karena ia lelah bekerja seharian.
Alana memperhatikan wajah Kevin yang mirip Azkil dan wajah Amanda itu Azkil versi perempuan. Wajah mereka lebih mendominasi Alexander daripada Viona yang keturunan Palembang asli.
"Kakak Alana cantik, warna mata kakak biru," ucap Amanda yang berusia 15 tahun, 3 tahun di bawah Azkil.
Alana tahu kalau warna matanya memang warna biru kadang ia heran kenapa warna matanya bisa seperti ini tapi mungkin memang takdir memiliki warna mata yang bagus.
"Memangnya lo keturunan bule?" tanya Kevin. Alana menggeleng. "Bukan, mungkin sudah takdir."
"Mulutnya, Vin. Call her 'kak'...!" tegur Vania.
"Masa sama calon istri masa depan harus panggil kak, lebih enak panggil sayang." Kalau perempuan lain yang mendengar kata-kata itu mungkin akan jungkir balik atau jingkrak-jingrakan tapi Alana hanya tersenyum karena ia tahu itu ucapan Kevin tidak serius.
Azkil menatap tajam adiknya yang hanya beda setahun dengannya ini lalu melempar wajah Kevin dengan bantal sofa yang ada di sebelahnya. "Dasar playboy cap kadal!"
"Gue playboy terhormat!"
"k*****t! mana ada playboy terhormat. Yang ada jomblo terhormat, contohnya gue."
Kevil membalas melempar wajah Azkil dengan bantal tadi.
"Ayo, kak Alana, mom. Sekarang kita tidur, biarin dua cowok i***t ini berantem sampai pagi."
Tiga perempuan itu meninggalkan Azkil dan Kevin yang masih asyik dengan aksi lempar bantal.
***
Jam sudah menunjukkan jam 11 malam tapi Gavril masih betah mengitari kota Jakarta demi mencari Alana untuk Saski.
Kalau bukan karena Saski ia tidak akan mau mencari Alana sampai selarut ini apalagi hasilnya nihil. Ia sudah lelah bukan hanya fisik tapi hatinya, di saat ia sudah mau bertanggung jawab tapi Alana malah pergi.
Setelah dirasa hari sudah semakin larut dan belum ada tanda-tanda keberadaan Alana ia pulang ke rumah mungkin besok ia akan lanjut cari.
Rumahnya sepi, orang tuanya masih menjaga Saski di rumah sakit sedangkan asisten rumah tangga mungkin sudah tidur. Ia merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya dan menatap ke langit-langit kamarnya.
"Aku cinta Airyn tapi aku ditakdirkan untuk nikah sama Alana."
Gavril merasa jadi pria paling jahat di dunia ini, pertama ia menghamili Alana meski hanya kecelakaan, kedua ia meminta Alana menggugurkannya, ketiga ia hampir membunuh Alana, keempat ia ingin menikahi Alana hanya sementara sampai anak itu lahir.
"Aku harap bisa menemukanmu besok."
Sebenarnya Gavril cukup penasaran kenapa Alana bertengkar sama Winata. Ia belum sempat bertemu Airyn atau Winata hari ini untuk bertanya karena fokusnya hanya mencari Alana.
***
"Bunda, jangan gerak-gerak, ayah tidak bisa tidur."
Lisa sedari tadi hanya bergerak ke kiri dan ke kanan ia tidak bisa tidur karena khawatir dengan keadaan Alana di luar sana. Ia merasa bersalah karena belum bisa menjadi bunda yang baik untuknya.
"Andai saja ayah bisa sedikit lebih sabar pasti Alana tidak akan pergi."
Winata tidak menanggapi ia fokus memejamkan matanya agar dirinya segera terlelap.
"Aku tahu Alana memang bukan anak kandungmu. Tapi tolong sayangi dia seperti ayah menyayangi Airyn."
Winata menghela napas dan membuka matanya. "Aku sayang dia meski tidak sebesar sayangku ke Airyn tapi anak itu memancing emosiku."
"Karena aku memikirkannya makanya aku minta dia menikah dengan Gavril tapi dia menolak," lanjut Winata.
"Menikah hanya sampai anak itu lahir? Perempuan manapun tidak akan mau!"
"Itu resiko karena dia menikah dengan pria yang mencintai perempuan lain. Sudah larut ini, ayo tidur!"
Kadang Lisa menyesal mencintai pria keras kepala di sampingnya ini. Jika bisa memilih, ia tidak akan mau jatuh cinta dengan Winata lebih baik mencintai pria yang dipilihkan ayahnya dulu tapi sayangnya Lisa sangat mencintai Winata dari dulu hingga sekarang, hanya saja sikap Winata membuatnya jengkel.
***