Tekad Yang Baru

1476 Kata
Dalam kondisi seperti ini tentu saja seorang pria pun akan sulit menahan diri bahkan mungkin tak akan bisa menahan diri. Itulah yang terjadi pada Algren, pria itu tak kuasa menahan kesedihannya sehingga dia kini sedang berlutut di depan makam orang tuanya disertai suara isak tangisnya yang terdengar memilukan bagi siapa pun yang mendengarnya. Dia terus meneriakkan ayah dan ibu, seolah sulit baginya mempercayai orang tuanya telah tiada dan kini sedang terbujur kaku di dalam gundukan tanah tersebut. Edrea yang merasa iba melihat kesedihan Algren pun ikut berlutut di samping pria itu. Dia mengusap-usap punggung Algren dengan maksud menenangkan dan menguatkan. Namun, tak mengatakan apa pun karena ingin membiarkan Algren mengeluarkan semua kesedihannya. Saat mendengar kabar kematian Drew, Algren masih bisa menahan diri untuk tak menangis seperti ini, tapi kehilangan orang tuanya … dia benar-benar tak mampu lagi membendung air matanya. Lama mereka dalam posisi itu hingga kondisi Algren akhirnya membaik. Dia sudah bisa menghentikan air matanya. Namun, mereka berdua masih dalam posisi berlutut di depan makam orang tua Algren. "Kau tahu Edrea, kenapa aku sangat bersedih seperti ini?" tanya Algren, tiba-tiba mengajak Edrea bicara. "Kurasa semua orang pun pasti akan bersedih sepertimu jika mengalami kejadian begini. Kau baru saja kehilangan orang tua yang sangat kau sayangi, jadi sangat wajar jika kau sangat sedih. Tidak apa-apa, dalam kondisi seperti ini seorang pria pun tidak perlu menahan air mata." Algren mendengus pelan mendengar Jawaban Edrea tersebut, terdengar bijak membuatnya nyaris tak percaya gadis arogan dan sombong seperti Edrea kini bisa bersikap seperti ini dan mengeluarkan nasihat-nasihat bijak seperti itu. "Ya, mungkin kau benar semua orang akan bersedih saat kehilangan orang tuanya, tapi aku ada alasan lain bisa bersedih seperti ini." "Oh, ya? Apa itu alasannya?" Algren tersenyum miris, menatap lekat makam kedua orang tuanya, sorot matanya terlihat menyiratkan penyesalan yang mendalam. "Karena aku sangat berdosa pada orang tuaku. Ayah selalu memintaku untuk membantunya bertani. Aku sudah cerita kan bahwa orang tuaku seorang petani?" Edrea mengangguk. "Ya, kau sudah cerita." "Ya, setiap hari ayahku bertani di sawah milik orang lain. Dia menggarap padi dan jika panen baru dia akan mendapatkan gaji. Pemilik sawah itu sangat kikir, aku tidak suka padanya. Tapi ayah terpaksa bekerja padanya karena tidak ada lagi pekerjaan lain selain itu." Edrea hanya diam mendengarkan cerita Algren, tak sedikit pun menyela. "Aku selalu menolak setiap kali ayah memintaku untuk membantunya bertani. Dan lebih memilih bermalas-malasan di rumah. Hampir setiap hari ayah memarahiku sehingga aku terpaksa mengikutinya. Tapi saat di perjalanan, aku selalu berhasil meloloskan diri." "Kau kabur?" tanya Edrea. Dan Algren menyahut dengan anggukan. "Ya, aku kabur. Aku malah pergi untuk menghabiskan waktu bersama teman-temanku." "Ya ampun kasihan sekali ayahmu." Algren menundukkan kepala, rasa penyesalannya semakin kuat dia rasakan setelah mendengar tanggapan Edrea tersebut. "Lalu apa lagi? Kau tidak melanjutkan ceritamu? Ceritakan saja semua agar kau merasa lega. Aku siap mendengarkannya." Algren pun kembali mengangkat kepala, lalu melanjutkan ceritanya yang memang belum selesai. "Hal yang sama aku lakukan pada ibuku. Ibu juga sering memintaku untuk membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, tapi …" Algren mengembuskan napas berat seolah dia merutuki sikap malasnya di masa lalu. "... aku tidak pernah menurut walau ibuku berteriak-teriak di rumah memanggil namaku karena dia membutuhkan bantuanku dan aku justru bermalas-malasan di kamar, berbaring di ranjang sambil membaca buku bergambar seperti yang kau temukan tadi." Air mata Algren yang sempat mengering kini kembali berjatuhan. "Aku sangat berdosa pada orang tuaku karena aku tidak pernah membantu mereka. Aku selalu bermalas-malasan. Aku juga tidak pernah menuruti nasihat mereka, aku sangat keras kepala dan egois, tidak pernah sekali pun memikirkan kondisi orang tuaku. Padahal mereka sudah tidak muda lagi, aku juga sering mendengar ayah mengeluhkan tubuhnya sakit, tapi aku tidak pernah peduli. Akhirnya ibu sering pergi ke sawah untuk membantu ayah bertani karena ayah yang semakin sakit-sakitan. Sedangkan aku … " Algren terisak kencang, dia menutup wajahnya dengan kedua tangan untuk menutupi air matanya yang mengalir deras agar Edrea tak bisa melihatnya. "... dengan bodohnya malah terus bermalas-malasan di rumah. Aku ini beban untuk orang tuaku." Edrea tak mengatakan apa pun karena tangisan Algren terdengar sangat memilukan dan menyayat hati. "Lalu ketika hari pemilihan penunggang wyvern itu. Entah kenapa Eldron datang ke rumahku. Dia berdiri di atap rumahku karena itu tanda dia memilihku sebagai penunggangnya. Aku heran sekali kenapa dia bisa memilihku. Orang tuaku saat itu sangat senang karena aku yang terpilih, pasti mereka berpikir jika aku pergi, tak akan ada beban lagi untuk mereka. Benar, kan? " Edrea mendengus mendengar ucapan Algren tersebut. "Mana mungkin orang tuamu berpikir begitu. Semalas apa pun kau, tidak akan ada orang tua yang membenci anaknya sendiri, termasuk orang tuamu. Alasan mereka sangat senang karena kau terpilih menjadi penunggang wyvern karena itu hal yang membanggakan bukan? Mereka senang karena bangga padamu, Algren. " Algren terbelalak. "Mereka bangga padaku? Rasanya itu mustahil." Edrea berdecak kali ini. "Ya, tidak salah lagi mereka sangat bangga padamu karena itu mereka sangat senang saat kau terpilih. Coba kau ingat-ingat lagi apa yang mereka katakan saat kau akan berangkat ke RKA." Algren tertegun dalam diam, kepalanya tertunduk dalam karena dia tengah mengingat-ingat ucapan orang tuanya yang jika dipikir-pikir itu menjadi pesan terakhir dari mereka untuknya. Algren pun mengulas senyum setelah itu. "Mereka mengatakan aku harus menjalankan tugasku dengan baik. Jadilah seorang kesatria hebat dan pahlawan yang dihormati semua orang. Mereka menyuruhku untuk melindungi kerajaan Regnum bersama Eldron." Edrea pun ikut mengulas senyum. "Nah, benar kan yang aku katakan, mereka bangga padamu. Karena itu mereka berharap kau bisa menjadi seorang kesatria yang hebat dan pahlawan yang dihormati semua orang. Mereka bangga karena kau berhasil menaikkan derajatmu dari seorang rakyat biasa menjadi seorang kesatria dan pahlawan." Algren memejamkan mata, ucapan Edrea tak dia pungkiri memang sebuah kebenaran. Dia pun bangkit berdiri dari posisi berlututnya. Dengan punggung tangan menghapus jejak air mata di wajahnya dengan gerakan cepat. Edrea ikut bangkit berdiri. "Jika sekarang aku menjalankan tugasku untuk menyelamatkan raja yang diculik, mengembalikan para wyvern yang sedang dikendalikan coven kerajaan Centrum seperti sediakala, dan mengembalikan kedamaian di wilayah kerajaan Regnum seperti sebelum p*********n para wyvern terjadi, jika aku berhasil menjalankan semua tugas itu dengan baik, apa orang tuaku akan bangga padaku, Edrea?" Edrea tersenyum tipis. "Itu sudah pasti, kan? Memang itu yang mereka harapkan. Kau menjalankan tugasmu dengan baik dan sukses." Algren kembali memejamkan mata beberapa saat, dan saat kedua matanya kembali terbuka ... sorot matanya terlihat berbeda. Tak ada lagi Algren yang sering kehilangan kepercayaan diri. Tak ada lagi Algren yang malas dan tak ada lagi Algren yang penakut karena yang terlihat dalam sorot matanya yang tajam itu adalah sosok Algren yang baru. Algren yang penuh tekad. Algren yang penuh amarah dan dendam. "Tapi Edrea, sepertinya aku berubah pikiran." "Hah? Maksudnya? Berubah pikiran bagaimana?" tanya Edrea tak paham maksud pria itu. "Aku tidak hanya akan membawa raja kembali, aku tidak hanya akan mengembalikan para wyvern seperti sediakala dan aku tidak hanya akan mengembalikan kedamaian di kerajaan Regnum. Melainkan akan kuhabisi semua musuhku. Semua orang dari kerajaan Centrum akan aku kirim ke neraka, seperti mereka yang telah membunuh orang tuaku, Drew dan semua orang yang tewas di tangan mereka. Aku … " Algren menunjuk dirinya sendiri. "... akan menghancurkan kerajaan Centrum seperti mereka menghancurkan kerajaan Regnum. Lihat saja, jangan sebut namaku Algren Cannet jika aku tak sanggup membumihanguskan kerajaan Centrum. Akan kubuat hanya ada satu kerajaan di Planet Terrarum yaitu Kerajaan Regnum. Bukankah dengan begitu planet kita akan benar-benar damai dan tidak akan ada lagi peperangan antara dua kerajaan?" Edrea meneguk ludah, tampak terkejut mendengar keputusan gila yang akan dilakukan Algren. "Kau hanya sendirian melawan orang-orang dari kerajaan Centrum yang memiliki kekuatan sihir itu. Kau yakin sanggup menghabisi mereka semua?" Algren tersenyum miring. "Tentu saja aku sanggup. Bukankah kau sendiri yang pernah mengatakan padaku bahwa tidak ada hal yang mustahil di dunia ini jika kita mau berjuang dan berusaha?" Edrea terdiam karena memang benar dia pernah berkata demikian pada Algren. "Lagi pula aku tidak sendirian. Aku akan berjuang bersama Eldron." Algren menatap ke langit dan seolah ada ikatan batin antara dirinya dan Eldron, karena sang wyvern yang sedang terbang di langit itu kini menukik turun dan mendarat tepat di dekat Algren. "Selama ada Eldron yang berjuang bersamaku, aku tidak akan kalah." Algren lalu melompat ke punggung Eldron, siap menunggangi sang wyvern untuk melanjutkan perjalanan. "Edrea, tunggu apa lagi? Ayo kita berangkat. Elmara sudah tiba," ajak Algren dan memang benar sosok Elmara baru saja mendarat di tanah dan berada tak jauh dari Edrea berdiri. "Kalian tidak hanya berdua, tapi berempat," ucap Edrea tiba-tiba. "Hah?" "Jangan lupakan aku dan Elmara karena kami juga akan berjuang bersama kalian. Kita habisi orang-orang dari kerajaan Centrum itu bersama-sama." Algren pun menyeringai lebar, tampak puas mendengar ucapan Edrea. "Tentu. Kita berempat akan berjuang bersama. Sekarang ayo berangkat menuju kediaman Evander." "Hm, sebenarnya aku ada satu permintaan padamu. Boleh?" Kening Algren mengernyit sebelum dia menganggukan kepala mengizinkan Edrea menyebutkan permintaannya. Dan entah apa yang akan diminta oleh gadis itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN