Wyvern, 06

2536 Kata
Sejak awal, Algren sudah menduga bahwa dia tidak akan bisa berkutik jika harus mengikuti ujian dalam bentuk menulis atau membaca. Ini karena dia sama sekali tak pernah belajar menulis maupun membaca sejak kecil. Orang tuanya selalu mengajarkan bertani karena sudah bisa ditebak di masa depan nanti, Algren pun akan meneruskan jejak orang tuanya menjadi petani. Beruntung ayahnya selalu mengajarinya bela diri karena menurut sang ayah, rakyat kecil seperti mereka harus menguasai bela diri untuk tetap bertahan hidup dari orang-orang yang selalu merendahkan mereka. Dengan kata lain alasan Algren diajarkan bela diri sebagai bentuk perlindungan diri setelah dewasa nanti. Namun siapa yang menyangka akhirnya akan jadi seperti ini. Alih-alih menjadi petani sesuai prediksi, tanpa diduga Algren malah terpilih menjadi calon ksatria penunggang Wyvern. Jadi wajar jika sekarang … saat ujian pengetahuan sedang berlangsung, pria itu hanya melamun menatap kertas yang penuh dengan soal namun dia tak tahu harus mengisi apa karena jangankan menulis jawaban, dia bahkan tak tahu maksud dari soal-soal itu. Algren memegangi kepalanya sendiri dengan kedua tangan, di mana kedua matanya kini melotot sempurna ke arah kertas yang penuh dengan soal, lalu beralih menatap kertas kosong yang seharusnya dia isi dengan jawabannya. Keringat sebiji jagung bercucuran dari pelipis pria itu sejak kertas soal dan kertas jawaban mendarat di mejanya. “Bagaimana ini? Bagaimana ini? Aku tidak tahu apa yang harus aku tulis di kertas kosong ini.” Benak Algren penuh dengan tanda tanya karena dia tak tahu harus melakukan apa sekarang. Algren meneguk ludah, sebelum dirinya menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat siswa lain yang sedang serius membubuhkan jawaban di kertas jawaban milik masing-masing. Tangan mereka bergerak dengan lincah, sepertinya tak kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tentu saja ini bukan masalah sulit untuk mereka. Walau bagaimanapun mereka itu keturunan bangsawan yang belajar menulis dan membaca sudah diterapkan semenjak mereka anak-anak. Terlebih sejak awal mereka memang sudah mempersiapkan diri untuk menjadi siswa RKA karena mereka sudah dipastikan akan menjadi ksatria penunggang Wyvern di masa depan. Tatapan Algren kini tertuju ke barisan kursi paling belakang, itu kursi yang ditempati Edrea. Bahkan gadis bar-bar itu tampak tidak kesulitan mengisi soal, tangannya begitu cepat dan lincah menari-nari di atas kertas jawaban. Lalu tatapan Algren beralih pada sosok pria yang duduk di barisan paling depan. Dialah Drew, pria itu tampak tenang mengisi soal-soal seolah tak ada yang menyulitkannya. Algren kembali memegangi kepalanya yang terasa berputar-putar karena tak tahu harus menuliskan apa di kertas kosong itu. “Haduh, bagaimana ini? Aku tidak tahu harus menulis apa sekarang?” Di dalam hatinya, Algren terus menggerutu, merasa dirinya menjadi orang paling bodoh di kelas tersebut. “Eldron … ini gara-gara kau. Kau pasti sudah salah memilih orang. Kenapa harus aku? Kenapa Wyvern aneh itu harus memilih aku menjadi penunggangnya?” Hingga pada akhirnya selalu Eldron yang disalahkan oleh Algren karena sudah memilihnya, membuat hidup Algren yang awalnya baik-baik saja dan tampak normal kini menjadi runyam, membingungkan dan merepotkan. “Waktunya tinggal sepuluh menit lagi!” Yang memberitahukan waktu yang tersisa sebelum ujian berakhir adalah Odien. Sama halnya dengan Morgan, dia juga seorang ksatria yang gagah dan menjadi salah satu pengajar di academy. Hanya saja dari perawakannya terlihat dia sudah berusia sekitar 50 tahun, Odien terlihat jelas lebih tua dibandingkan Morgan. Algren menggoyang-goyangkan kakinya di bawah meja karena dia sangat gelisah sekarang. Kertas jawabannya benar-benar kosong, tak ada tulisan, bahkan sekadar goresan tinta pun tak terlihat di sana. Kertas itu tetap bersih seperti saat pertama kali mendarat di mejanya. “Waktunya habis! Kumpulkan kertas jawaban kalian ke depan!” Algren hanya bisa meringis karena sudah bisa dipastikan dirinya akan tamat. Mustahil dia akan lulus dalam ujian ini. Sudah dipastikan dia akan gagal dan yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah pasrah menerima apa pun hukumannya nanti karena gagal dalam ujian ini. *** Keesokan harinya, Algren begitu tegang di tempatnya duduk. Berbeda dengan siswa lain yang terlihat rileks, tak memiliki beban apa pun seperti dirinya. Begitu sosok yang mereka tunggu sejak tadi masuk ke kelas, siapa lagi jika bukan Odien, Algren seketika merasakan jantungnya berdetak luar biasa cepat saat ini. Tak perlu ditanyakan lagi, keringat dingin dan sebesar biji jagung sejak tadi sudah berjatuhan dari pelipisnya. Telapak tangannya juga terasa dingin dan kaku, dia benar-benar takut membayangkan hukuman apa yang akan diterimanya sebentar lagi. “Aku akan membagikan hasil ujian kalian kemarin.” Algren meneguk ludah berulang kali, hal yang paling dia takutkan akan segera terjadi yaitu pengumuman hasil ujian kemarin yang sebenarnya tanpa diumumkan pun Algren tahu dirinya sudah pasti gagal. Satu demi satu nama siswa disebut oleh Odien. Sang pemilik nama lantas maju ke depan untuk mendapatkan nilai ujian yang mereka ikuti kemarin. Algren gelisah di tempatnya duduk, telinganya dia pasang setajam mungkin sebagai bentuk antisipasi jika namanya disebut. Dia sudah mempersiapkan diri semisal dirinya diumumkan tidak lulus ujian dan semua orang di kelas akan menertawakannya. Sungguh dia sudah siap menanggung malu itu karena kenyataannya dia memang bodoh untuk urusan menulis dan membaca. “Edrea Leteshia!” Begitu nama gadis itu dipanggil, spontan Algren menatap ke depan, pada si gadis yang kini berjalan menghampiri Odien. “Selamat. Nilaimu kedua paling besar setelah Drew Evander. Sempurna, pertahankan nilaimu untuk ujian-ujian selanjutnya.” “Terima kasih, Tuan Odien,” sahut Edrea terlihat puas karena dia berhasil membuktikan pada semua pria yang selalu meremehkannya bahwa meskipun seorang wanita, dia mampu bersaing dengan mereka di academy tersebut. Algren memegangi kepalanya, dia pasti akan dihina habis-habisan oleh Edrea jika mereka sampai berpapasan nanti, apalagi karena gadis itu mendapatkan nilai yang sempurna. Dia tak heran Drew mendapatkan nilai tertinggi, tapi menerima kenyataan Edrea mendapat nilai tertinggi setelah Drew, Algren merasa kalah telak dari gadis itu sekarang. “Aku sudah membagikan hasil ujian kalian kemarin. Kita sudahi dulu untuk kelas hari ini, kalian boleh merayakan kelulusan dalam ujian ini. Sekali lagi selamat untuk kalian semua.” Suara sorak sorai seisi kelas terdengar membahana, tampak bahagia karena tak ada satu pun yang dinyatakan gagal. Jika semua orang terlihat senang, tidak demikian dengan Algren. Pria itu kebingungan bukan main karena selain namanya tidak disebut untuk menerima nilai hasil ujian, Odien juga tidak mengatakan dirinya gagal dalam ujian ini. Hei, apa yang terjadi di sini? Algren terheran-heran. “Algren Cannet!” Suara riuh itu seketika terhenti begitu suara Odien kembali mengalun karena menyebutkan sebuah nama. Sedangkan sang pemilik nama … tak perlu ditanyakan bagaimana kondisinya sekarang, dia begitu gugup sampai jantungnya berdetak seolah siap menggelinding keluar dari rongga da’da. “Mana yang namanya Algren Cannet?” Algren refleks bangkit berdiri dari duduknya, “Saya, Tuan,” jawabnya. “Kau ikut denganku ke lantas atas, sekarang juga.” Algren meneguk ludah, rupanya apa yang dia takutkan memang benar terjadi. Sepertinya inilah saatnya dia harus menerima hukuman karena menjadi satu-satunya orang yang gagal dalam ujian. *** Suara tawa membahana di dalam kamar, pemiliknya adalah Drew yang tertawa sampai terpingkal-pingkal begitu mendengar pengakuan Algren yang mengosongkan jawabannya dalam ujian pengetahuan kemarin karena dia tak tahu harus menulis apa. “Jadi kau ini tidak bisa membaca dan menulis? Kenapa tidak mengatakannya sejak awal padaku?” tanya Drew di sela-sela tawanya yang belum bisa sepenuhnya dia hentikan. Algren mengembuskan napas pelan, “Bagaimana aku bisa menceritakannya padamu? Aku malu. Selain itu, aku takut akan merepotkanmu lagi. Aku cukup tahu diri, selama ini kau sudah banyak membantuku.” Drew berhasil menghentikan tawanya, dia pun mendengus, “Kau ini bicara apa? Bukankah kita ini teman sekarang? Teman memang harus saling membantu. Jadi, lain kali jika kau mengalami kesulitan, jangan sungkan untuk meminta bantuanku.” Algren sungguh terharu. Baginya sosok Drew itu tidak hanya sebatas teman, tapi sudah seperti malaikat penyelamat yang senantiasa siap sedia untuk membantunya di saat dia membutuhkan pertolongan. “Jadi tadi Tuan Odien mengatakan apa waktu menyuruhmu ke lantai atas?” tanya Drew, terlihat penasaran karena hal ini belum diceritakan oleh Algren. “Dia memarahiku habis-habisan. Mengatakan aku ini sangat bodoh. Aku hanya diam karena aku mengakui untuk urusan menulis dan membaca, aku ini sangat payah. Aku menyerah,” kata Algren sembari mengangkat kedua tangan. “Terus apalagi yang dia katakan?” “Hm, dia menyuruhku untuk belajar pada seseorang agar aku tahu sejarah tentang Wyvern. Alasan aku menceritakan ini padamu karena kupikir tidak ada orang lain selain kau yang bisa aku mintai tolong untuk menceritakan tentang kisah Wyvern padaku.” Drew mengangguk-anggukan kepala, kini dia paham alasan Algren tiba-tiba menceritakan aib ini padanya. “Tapi kau dinyatakan lulus dalam ujian kemarin, kan?” tanyanya lagi. “Inilah yang tidak aku mengerti. Padahal aku tidak mengisi apa-apa pada kertas jawaban, tapi Tuan Odien tidak mengatakan aku tidak lulus ujian. Tadi itu dia hanya menyuruhku untuk meminta seseorang menceritakan tentang sejarah Wyvern. Apa mungkin sebenarnya semua siswa pasti dinyatakan lulus ujian walau jawaban mereka salah sekalipun?” Drew menggeleng untuk menampik pemikiran Algren, “Itu tidak benar. Tentu saja siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan tetap akan dinyatakan gagal dalam ujian.” Algren melebarkan mata, “Benarkah? Lalu kenapa aku tidak dinyatakan gagal?” “Aku rasa ini karena kau adalah penunggang yang dipilih oleh Eldron. Mana berani mereka menyatakan kau gagal walaupun sebenarnya kau gagal dalam ujian.” Algren mengerjapkan mata, semakin tak paham dengan ketidakadilan yang menimpanya ini. “Kenapa begitu? Kesannya seperti aku sedang diistimewakan?” “Karena kau memang istimewa. Lebih tepatnya semua penunggang yang dipilih Eldron itu akan menjadi istimewa di mata semua orang.” “Kenapa bisa begitu? Kau tahu alasannya?” Drew mengangguk, “Akan kuceritakan kisahnya padamu.” Algren yang awalnya berdiri di depan Drew yang sedang duduk di atas ranjangnya, kini dia menarik kursi. Meletakan kursi itu di depan Drew, Algren mendudukan dirinya di sana. Dia menopang dagu pada sandaran kursi dan memasang wajah serius karena dia sudah siap mendengarkan kisah yang akan diceritakan oleh Drew. “Kau pasti tahu kan bahwa Eldron itu pemimpin para Wyvern?” Hal itu bukan lagi rahasia umum, semua orang yang tinggal di wilayah Regnum Kingdom mengetahuinya. “Ya, aku tahu,” jawab Algren tanpa ragu. “Bukan tanpa alasan Eldron menjadi pemimpin Wyvern. Kau benar tidak tahu kisahnya?” Algren berdecak seraya memutar bola mata, “Jika aku tahu kisahnya, mana mungkin aku bertanya padamu, Drew.” Drew tidak berkomentar lagi, dia memilih melanjutkan ceritanya yang tertunda. “Jadi dulu seperti yang kau tahu di Planet Terrarum ini terdapat dua kerajaan besar. Regnum Kingdom dan Centrum Kingdom. Dua kerajaan ini selalu berperang karena memperebutkan wilayah kekuasaan dan ingin menjadi satu-satunya kerajaan yang berkuasa di planet ini.” Algren mengangguk-anggukan kepala, untuk masalah permusuhan antara Kerajaan Regnum dan Kerajaan Centrum, dia sudah mengetahuinya sejak dulu. Tapi dia tak berkomentar, dia membiarkan Drew melanjutkan ceritanya. “Dulu peperangan selalu berakhir seimbang. Justru pihak Kerajaan Centrum sering keluar sebagai pemenang karena mereka memiliki sekumpulan para penyihir yang membantu pasukan selama peperangan berlangsung. Raja Reegan yang merupakan pendiri Kerajaan Regnum, sempat kebingungan memikirkan cara agar pasukannya tidak kalah dengan pasukan musuh saat berperang. Dan seolah harapan Raja Reegan terkabul, keajaiban pun terjadi.” “Keajaiban?” gumam Algren, sampai bagian ini dia tak tahu apa pun lagi. “Ya, kita sebut saja keajaiban karena tiba-tiba para Wyvern berdatangan ke Planet ini. Entah darimana asal mereka, tak ada yang tahu dengan pasti. Hanya saja yang pasti, mereka datang seolah menjadi penolong untuk Kerajaan Regnum agar bisa menyaingi kekuatan Kerajaan Centrum. Wyvern yang pertama mendarat di Planet Terrarum adalah Eldron.” Algren terbelalak mendengar kenyataan yang baru diketahuinya ini. “Awalnya Eldron mengamuk di wilayah Kerajaan Regnum. Dia memakan semua orang yang dilihatnya. Saat kemunculan Eldron pertama kali, dia itu malapetaka besar untuk kerajaan ini. Dengan api yang keluar dari mulutnya, dia menghancurkan segalanya. Dia membakar apa pun yang dilihatnya sehingga api menyala di mana-mana. Kekacauan terjadi di semua wilayah Kerajaan Regnum. Dan mayat bergelimpangan di segala penjuru. Eldron dengan rakus menjadikan semua orang sebagai santapannya.” Algren meneguk ludah, membayangkan kejadian di masa lalu yang diceritakan Drew ini, dia bergidik ngeri. Ternyata Wyvern yang dengan berani dia marahi kemarin itu sangat mengerikan dan begitu kejam. Algren merasa dirinya begitu beruntung karena masih hidup sampai detik ini. “Melihat kerajaannya kacau dan rakyatnya lama kelamaan akan punah jika terus dijadikan santapan oleh Eldron, Raja Reegan mulai melakukan tindakan.” “Apa yang dilakukan raja?” tanya Algren, tak sabar. “Raja Reegan bertarung satu lawan satu dengan Eldron.” Algren menganga, tak habis pikir sang raja begitu berani melawan makhluk raksasa seperti Eldron yang mampu mengeluarkan api dari mulutnya. Oh, sepertinya sang raja sama gila seperti dirinya kemarin. Hal itulah yang dipikirkan Algren saat ini. “Pertarungan itu sangat sengit. Tapi akhirnya Raja Reegan berhasil mengalahkan Eldron karena dia berhasil menusukkan pedang miliknya ke punggung Eldron. Sejak saat itu Eldron bisa ditaklukan oleh Raja Reegan, dan dia pun berubah menjadi pelindung kerajaan. Tidak lama setelah itu, satu demi satu Wyvern berdatangan ke Planet Terrarum, bersama Eldron … mereka menjadi pelindung Kerajaan Regnum.” “Kenapa tiba-tiba Eldron dan para Wyvern mau menjadi pelindung Kerajaan Regnum hanya karena dia kalah bertarung dengan Raja Reegan?” tanya Algren karena menurutnya ada kejanggalan di sini. Drew mengembuskan napas pelan, “Untuk masalah ini aku juga kurang tahu. Karena hampir di semua buku yang memuat sejarah para Wyvern, hanya diceritakan sampai di sana. Sampai Eldron dikalahkan Raja Reegan dalam pertarungan dan dia berbalik menjadi pelindung kerajaan.” “Tapi menurutku ini janggal. Aku rasa ada alasan lain yang membuat Eldron dan para Wyvern mau menjadi pelindung Kerajaan Regnum.” “Aku juga pikir begitu. Tapi ini misteri yang harus kita pecahkan, bukan? Tidak tahu akan berhasil kita pecahkan atau tidak karena kejadian itu sudah terjadi ratusan tahun yang lalu. Raja Reegan bahkan sudah berubah menjadi tulang belulang di kuburnya. Tidak mungkin dia bisa memberitahu kita kejadian yang sebenarnya setelah pertarungan itu sehingga Eldorn dan para Wyvern bersedia bekerja sama dengan penunggangnya untuk melindungi Kerajaan Regnum sampai sekarang.” Ya, Algren menyetujui hal ini. Menurutnya misteri ini memang sulit untuk dipecahkan karena Raja Reegan yang menjadi kunci utama yang mengetahui kebenaran ini sudah tewas ratusan tahun yang lalu. Sedangkan para Wyvern sendiri, tak ada seorang pun yang memahami bahasa mereka. “Kau mau tahu kenapa penunggang Eldron dianggap istimewa?” Ditanya seperti itu oleh Drew, Algren kembali tersadar dari lamunannya. “Karena dia akan menjadi penunggang pemimpin para Wyvern, kan?” Drew menggelengkan kepala berulang kali, “Kau percaya hanya itu alasannya?” “Memangnya ada alasan lain?” “Ya,” jawab Drew. Algren semakin dibuat penasaran, pria itu menggeser kursi yang dia duduki agar semakin mendekati Drew. “Memang apa alasan lainnya? Kau mengetahuinya, Drew?” “Ya, aku tahu. Tadi aku bilang Raja Reegan berhasil mengalahkan Eldron karena menusukkan pedangnya ke punggung Eldron, bukan?” Algren mengangguk karena ya, masih melekat jelas di ingatannya, Drew mengatakan itu beberapa menit yang lalu. “Pedang itu masih ada sampai sekarang. Disimpan di istana. Dan akan menjadi milik penunggang Eldron selanjutnya. Dengan kata lain, siapa pun yang terpilih menjadi penunggang Eldron maka dia akan menjadi pewaris kekuatan Raja Reegan yang katanya tersimpan di dalam pedang itu.” Algren menegang di tempatnya duduk, kini dia paham dan mengerti alasan Lucian dan mungkin semua siswa RKA merasa iri padanya. Tidak lain karena dia memang menjadi istimewa hanya karena terpilih menjadi penunggang Eldron, yang sekaligus menjadi pewaris kekuatan dan senjata sang raja pendiri Kerajaan Regnum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN