Wyvern, 04

2446 Kata
Pengajar yang ditunggu-tunggu akhirnya menampakkan diri, dia adalah seorang pria gagah yang jika dilihat dari perawakannya kemungkinan berusia 40-an. Mengenakan jubah mewah yang menandakan dia seorang ksatria hebat. Pria itu memiliki pedang besar yang disampirkan di punggung. Tatapan Algren tak berpaling sedikit pun dari sosok pengajar mereka hari ini, yang baru dia ketahui bernama Morgan. Meneguk ludah saat tanpa sengaja tatapan mereka saling bertemu, entah kenapa Algren merasa pria itu sejak tadi melirik ke arahnya. Apa ini karena dia terpilih menjadi penunggang Eldron juga? Jika ya, maka sungguh Algren merasa hidupnya sangat sial. Bukan hanya menjadi pusat perhatian para siswa, rupanya para pengajar pun tertarik padanya hanya karena hal ini. “Drew.” Algren memanggil Drew yang masih setia berdiri di sampingnya. Drew yang mendengar namanya disebut pun menoleh, “Kenapa?” tanyanya. “Apa kau tidak merasa Tuan Morgan terus menatap ke arah kita?” Drew mengulum senyum, “Tidak juga. Aku tidak merasa dia sedang menatapku. Mungkin dia sedang menatapmu lebih tepatnya.” Kening Algren mengernyit, “Kenapa dia terus menatapku ya?” Dengan santai Drew mengangkat kedua bahu, “Jika penasaran, tanyakan saja langsung padanya.” Algern memutar bola mata karena tidak mungkin dia senekat itu menanyakannya langsung. “Kau ini. Mana mungkin aku …” “Hei, kalian yang berdiri di barisan paling belakang!” Algren seketika menegang, mulutnya yang terbuka dalam sekejap kembali terkatup rapat karena dia menyadari dirinya dan Drew-lah yang dimaksud oleh Morgan. “Jangan mengobrol saat kelas dimulai. Di mana sopan santun kalian?!” “Maafkan kami, Tuan!” teriak Drew, cepat-cepat membalas karena Algren hanya terdiam, lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Aura yang terpancar di wajah Morgan sungguh membuatnya terintimidasi. Inikah aura dari seorang ksatria hebat? Algren baru merasakannya karena seumur hidupnya hanya rakyat-rakyat jelata yang biasa berbaur dengannya, jadi bisa dikatakan ini pertama kalinya dia melihat dan berinteraksi secara langsung dengan seorang ksatria hebat pelindung Kerajaan Regnum. “Perhatian untuk kalian semua! Aku tidak suka jika ada yang bicara di kelasku tanpa seizinku. Jadi, kalian cukup diam dan dengarkan saja apa yang aku ajarkan pada kalian. Mengerti?!” “Mengerti Tuan!!” teriak semua siswa secara serempak. Hanya Algren yang tak menyahut, pria itu menundukan kepala karena sadar dialah yang membuat Morgan merasa kesal. Walau bagaimanapun dia yang mengajak Drew berbincang tadi. “Seperti yang sudah kalian ketahui. Di hari pertama, kita akan melakukan ujian pembuktian. Pembuktian bahwa kalian memang benar orang-orang terpilih.” Algren sama sekali tidak paham maksud ucapan Morgan, memangnya apa yang harus dia buktikan bahwa dia memang benar penunggang yang dipilih langsung oleh Eldron? Algren yang awam dengan semua peraturan di RKA karena sedikitpun tak pernah berpikir dirinya akan menjadi bagian dari academy ini, kini mungkin menjadi satu-satunya orang yang tidak tahu harus melakukan apa. “Tuan, saya ingin bertanya!” Sebuah suara melengking khas seorang wanita, tiba-tiba mengalun. Semua orang kini tertuju pada sang pemilik suara. Siapa lagi kalau bukan satu-satunya wanita yang ada di tempat itu, Edrea. Gadis itu sedang mengangkat tangan kanannya. “Apa yang ingin kau tanyakan?” Tanya Morgan. “Saya tidak mengerti maksud anda dengan ujian pembuktian. Memangnya apa yang harus saya lakukan?” Mendengar pertanyaan Edrea, Algren baru menyadari bukan dia satu-satunya orang yang tak memahami apa pun di sini. Tentu saja Edrea yang juga tidak pernah menyangka akan terpilih menjadi penunggang Wyvern, tidak mengetahui apa pun seperti dirinya, di saat siswa yang lain mungkin sudah hafal di luar kepala semua peraturan di academy karena orang tua mereka sudah mengajarkan sejak kecil. “Kau akan segera tahu bagaimana cara membuktikannya. Tunggu saja sebentar lagi.” Hanya jawaban seperti itu yang diberikan Morgan, sangat sukses membuat Edrea maupun Algren semakin dibuat penasaran. “Mungkin di antara kalian ada yang pernah mendengar alasan di hari pertama ujian pembuktian ini diperlukan. Ada yang tahu penyebabnya?” Orang yang mengangkat tangan kanannya tinggi di udara begitu Morgan melontarkan pertanyaan itu adalah Drew. Kini pria itu yang menjadi pusat perhatian. “Kau ini seorang Evander, bukan?” “Benar, Tuan,” jawab Drew. “Coba jelaskan jawaban dari pertanyaanku tadi.” “Baik, Tuan.” Selama menunggu Drew melanjutkan ucapannya, tatapan Algren yang berdiri tepat di samping pria itu, tak berpaling sedikit pun. Algren menatap wajah Drew dengan perasaan tidak sabar karena dia ingin segera mengetahui jawabannya. “Beberapa tahun silam pernah ada seorang mata-mata dari kerajaan musuh yang menyusup ke RKA dan mengaku sebagai penunggang Wyvern. Karena kejadian itu, RKA sempat gempar karena ada kekhawatiran pihak kerajaan musuh mendapatkan informasi penting dari mata-mata tersebut. Beruntung mata-mata itu berhasil ditemukan dan dieksekusi mati. Pihak kerajaan musuh juga rupanya tidak melakukan tindakan apa pun setelah mengirimkan mata-mata karena sudah beberapa tahun lamanya mereka tidak pernah menyerang kerajaan kita lagi. Sejak kejadian itu di hari pertama tahun ajaran baru dimulai akan diadakan ujian pembuktikan bahwa semua siswa di sini memang benar orang-orang yang terpilih menjadi penunggang Wyvern. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar penyusupan seperti dulu tidak terulang lagi.” Morgan mengangguk-anggukan kepala, tampak puas dengan jawaban Drew. “Ya, tepat seperti yang dijelaskan oleh Evander. Itulah alasan diadakan ujian pembuktian hari ini. Aku harap tidak ada penyusup di antara kalian karena jika sampai ada, maka orang itu tidak akan segan-segan dieksekusi mati.” Algren meneguk ludah, walau dia tak merasa menjadi seorang penyusup karena keberadaannya di tempat ini murni karena dirinya dipilih oleh Eldron, tetap saja kini dia merasakan firasat buruk. Sepertinya ujian pembuktian ini tidak akan mudah untuk dihadapi. “Apa kalian sudah siap dengan ujian pembuktian ini?!” “Siap Tuan!” Seperti biasa semua siswa menyahut dengan serempak dan kompak. Algren masih memantau dalam diam begitu Morgan tiba-tiba berdiri membelakangi barisan para siswa, pria itu lalu mengeluarkan sebuah terompet yang berbentuk seperti gading gajah. Lalu tanpa ragu meniup terompet itu sehingga suaranya begitu melengking kencang memekakan telinga. “Apa yang dia lakukan?” tanya Algren, sungguh dia semakin kebingungan sekarang. Memangnya apa yang akan mereka lakukan untuk melewati ujian pembuktian ini? Benak Algren penuh dengan tandatanya besar. “Alat itu bernama tubae.” “Hah?” Algren merasa baru pertama kali mendengar nama benda seperti itu. “Itu alat apa? Aku baru mendengarnya?” Tatapan Drew yang sejak tadi tertuju pada pegunungan di sekeliling lapangan, kini menoleh pada Algren. “Tubae merupakan alat untuk memanggil mereka.” “Mereka? Siapa yang kau maksud?” Namun, Algren sama sekali tak membutuhkan jawaban dari Drew karena jawaban itu sendiri bisa dia dapatkan dengan melihat pemandangan yang kini tengah terhampar di depan matanya. Dari pegunungan yang awalnya terlihat tenang, tiba-tiba terdengar suara auman yang saling bersahut-sahutan. Lalu satu demi satu dari mereka bermunculan dari puncak gunung. Makhluk raksasa dengan sayap yang bahkan terlihat dari jarak jauh sekalipun. Jadi, mereka yang dimaksud oleh Drew tadi. Tubae merupakan alat untuk memanggil para Wyvern karena kini segerombolan makhluk menyerupai naga itu tengah beterbangan ke arah mereka. *** Algren hanya bisa mematung di tempatnya berdiri, bingung harus melakukan apa di saat semua siswa sudah berdiri di dekat Wyvern masing-masing. Bahkan Edrea yang biasanya senasib dengannya pun sudah bersama dengan Wyvern miliknya. Jadi, inilah ujian pembuktian yang dimaksud Morgan … tidak lain merupakan pembuktian para siswa yang kini sudah bersama dengan Wyvern masing-masing yang langsung berdatangan setelah Morgan meniup tubae. Algren tak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang karena tidak ada Eldron di antara semua Wyvern yang datang, membuatnya kini menjadi satu-satunya siswa yang tidak bersama dengan Wyvern-nya. Mendapati dirinya menjadi pusat perhatian karena semua orang kini menatap dirinya, termasuk Morgan, Algren hanya bisa meneguk ludah sejak tadi. Dia panik sekaligus bingung. “Di mana Wyvern-mu?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh Lucian, pria dengan wajah babak belur itu seolah sengaja memanfaatkan situasi yang tidak menguntungkan untuk Algren ini sebagai ajang pembalasan darinya setelah insiden yang mereka alami di kamar. “I-Itu … aku tidak tahu di mana dia. Kenapa dia tidak ada di sini ya? Tuan Morgan, apa anda mengetahui sesuatu? Di mana Eldron?” Karena tidak mengerti dengan situasi yang sedang dia hadapi, Algren hanya bisa bertanya dengan raut bingung pada sang pengajar. Berharap pria itu mengetahui jawabannya. “Mana aku tahu? Kenapa kau bertanya padaku? Seharusnya kau yang lebih tahu kenapa hanya kau yang tidak didatangi Wyvern-mu.” Untuk kesekian kalinya, Algren meneguk ludah. Dia merasa dipojokkan sekarang. Ada rasa takut dan khawatir dirinya akan disangka penyusup sehingga dia akan dieksekusi mati. Tidak, tentu saja Algren tak mau mati sia-sia hanya karena kesalahan yang tidak dia lakukan. “Sungguh, Tuan. Saya tidak tahu kenapa Eldron tidak datang ke sini. Bisakah anda tolong gunakan alat itu untuk memanggilnya sekali lagi?” Morgan berdecak, “Kejadian seperti ini biasanya tidak terjadi. Hanya butuh sekali meniup tubae maka semua Wyvern akan datang,” balasnya seraya mengangkat terompet menyerupai gading gajah tersebut. “Saya juga tidak paham, Tuan. Saya tidak tahu kenapa Eldron tidak merespons panggilan alat itu. Mohon gunakan sekali lagi, mungkin tadi dia tidak mendengar suaranya karena sedang berada di tempat yang jauh.” Morgan mendengus kali ini, “Kau pikir aku ini amatiran di sini? Asal kau tahu, Anak Muda. Aku sudah lama menjadi pengajar di academy. Dan lagi aku lebih mengetahui tentang Wyvern dibanding dirimu yang masih pemula dan tidak tahu apa-apa. Indera pendengaran mereka tajam. Sejauh apa pun mereka berada, mereka akan mendengarnya. Mereka juga tidak pernah mengabaikan panggilan dari tubae ini.” “Mungkin dia sebenarnya penyusup, Tuan!” Algren menggeram dalam hati karena lagi-lagi Lucian memanfaatkan situasi ini untuk memojokkannya. “Benar kau penyusup?” tanya Morgan yang seolah termakan hasutan Lucian. Dengan tegas Algren menggeleng, “Bukan. Saya bukan penyusup. Saya ini benar-benar terpilih menjadi penunggang Wyvern karena Eldron yang memilih saya. Dia datang ke rumah saya di hari pemilihan ksatria penunggang Wyvern, kemarin. Sungguh, saya tidak berbohong.” Algren mencoba membela diri, benar-benar takut dirinya akan dieksekusi mati hanya karena kejadian ini. “Tapi Eldron tidak datang. Padahal ada kau di sini. Jika kau benar dipilih olehnya menjadi penunggangnya, pasti dia datang ke sini,” celetuk siswa yang lain seolah situasi ini sengaja mereka manfaatkan untuk menyingkirkan Algren yang mereka anggap tidak layak berada di academy. “Mana aku tahu? Aku juga tidak mengerti kenapa dia tidak datang!” Algren berteriak, benar-benar kebingungan sekarang. “Alaaah, akui saja kau ini sebenarnya penyusup, kan?!” “Tuan Morgan, dia pasti penyusup!” “Tangkap dia!” “Eksekusi mati saja penyusup itu!” Suara teriakan itu terdengar saling bersahut-sahutan, menyuarakan hal yang sama yaitu memfitnah Algren sebagai seorang penyusup dan memintanya untuk dieksekusi mati. Wajah Algren memerah sempurna karena berbagai alasan, tapi ekspresi takut yang paling mendominasi. “Berhenti kalian semua!” Namun, satu teriakan dari seseorang yang mengalun kencang, sukses membuat keramaian itu seketika berubah menjadi hening. Drew Evander yang berhasil membuat mulut semua orang kini terkatup rapat. Lagi dan lagi Algren merasa pria itu telah menyelamatkan dirinya. “Algren bukan penyusup! Lihat ke sana!” Semua orang kini mengikuti arah yang ditatap Drew. Tidak lain tertuju pada sesosok Wyvern yang sedang berdiri dengan gagah di atap istana yang megah. Dilihat dari kejauhan pun, kulitnya yang berwarna hitam pekat itu tereskpos jelas, tidak salah lagi dia memang sang pemimpin para Wyvern, Eldron. Begitu Eldron mengepakkan sayapnya dan kini terbang meninggalkan atap istana yang menjadi pijakannya, terlihat sang Wyvern terbang menghampiri mereka. Hanya membutuhkan waktu singkat, sang Wyvern raksasa itu pun telah mendarat di tanah, tak jauh dari posisi Algren berdiri. Menyaksikan pemimpin mereka sudah tiba di sana, Wyvern yang lain saling menggeram seolah mereka sedang menyambut kedatangan Eldron. Melihat sosok Eldron yang berdiri di atap rumahnya kemarin, Algren tak mungkin melupakan perasaan takut yang dia rasakan. Namun, kini melihat makhluk besar itu berdiri gagah tak jauh darinya entah kenapa membuat Algren kesal bukan main. Tak ada lagi rasa takut, karena yang dia rasakan begitu melihat makhluk itu adalah amarah yang meluap-luap. Ini karena Algren berpikir nyawanya nyaris melayang akibat sang Wyvern yang tak langsung datang, di saat Wyvern lain langsung menghampiri begitu Morgan meniup tubae. Wajah Algren yang memerah karena marah disertai kedua mata yang memicing tajam itu kini melangkah mendekati Eldron yang sedang meliukkan kepalanya melihat sekeliling. “Heh, Eldron!” teriak Algren begitu berani. Tindakannya ini sangat sukses membuat semua orang yang menyaksikan, menegang di tempat karena berpikir Algren begitu nekat dan bodoh karena berani berbicara sekasar itu pada sesosok makhluk yang begitu ditakuti di kerajaan tersebut. Seolah-olah merespons ucapan Algren, kedua mata Eldron yang besar kini tertuju sepenuhnya pada sang penunggang yang dia pilih sendiri. “Kenapa kau tidak langsung datang begitu tubae dibunyikan? Aku yakin kau mendengar suaranya, kan?!” Meskipun melihat Eldron mengerutkan wajah, dengan berani Algren tetap meluapkan kekesalan yang dia rasa pada sang Wyvern yang sekali lagi nyaris membuat nyawanya melayang karena dituduh sembarangan sebagai seorang penyusup. “Apa kau tahu aku nyaris celaka gara-gara kau? Padahal aku ada di sini karena kau yang memilihku menjadi penunggangmu. Lain kali, jangan seperti ini lagi. Aku tidak ingin celaka gara-gara kau ya.” Sepertinya Algren memang telah melakukan kesalahan fatal karena akibat ucapannya itu, bukan hanya mengerutkan wajahnya yang penuh dengan sisik yang seram, Eldron bahkan mulai menegakkan kepalanya. Lehernya yang panjang itu terlihat mengembang seolah jika mulutnya terbuka maka api yang sanggup melelehkan apa pun itu akan menyembur keluar. Semua orang tampak panik karena mereka tahu persis sang Wyvern tengah bersiap-siap menyemburkan api dari tenggorokannya. Algren sangat ceroboh karena menyulut amarah Eldron. “Pergi! Kita harus lari dari sini!” Seorang siswa yang ketakutan karena tak ingin dirinya ikut terbakar api yang sebentar lagi akan menyembur dari mulut Eldron itu meneriakkan hal tersebut, membuat semua orang histeris dan berhamburan untuk menyelamatkan diri. Namun, tidak dengan Algren yang tak gentar meskipun semua orang sedang mencoba melarikan diri dari Wyvern-nya yang tengah murka karena ulahnya. Pria itu masih berdiri di tempat, tepat di hadapan Eldron. Sedetik kemudian yang terjadi adalah Eldron yang benar-benar membuka mulutnya lebar. Akan tetapi, bukan semburan api panas yang keluar melainkan suara auman yang sangat keras sehingga anginnya saja berhembus sangat kencang nyaris menerbangkan tubuh Algren yang menjadi sasaran utama auman tersebut. Cukup lama auman itu melengking, selain membuat Algren nyaris diterbangkan angin yang keluar dari mulutnya, juga tubuh pria itu kini banjir oleh air liur Eldron. Sang pemimpin Wyvern lalu terbang setelah puas meluapkan amarahnya pada sosok pemuda yang dia pilih sendiri menjadi penunggangnya, diikuti Wyvern lain yang juga ikut beterbangan, menyusul Eldron meninggalkan tempat itu. Serta meninggalkan Algren yang jatuh terduduk masih dengan deru napas terengah-engah karena syok dan terkejut. Di saat kepalanya dingin seperti sekarang karena sudah tak dikuasai oleh amarah lagi, dia baru menyadari telah melakukan tindakan bodoh karena di hari pertama menjadi siswa di RKA, dia sudah membuat kekacauan. Terlebih tindakannya tadi membuat hubungannya dengan Eldron entah akan menjadi seperti apa di masa depan nanti. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN