Edrea Dan Keluarganya

1063 Kata
Algren menatap takjub pada mansion megah bak istana yang menjulang tinggi di hadapannya, tentu saja itu rumah Edrea karena mereka kini sudah tiba di depan mansion gadis itu. "Wow, rumahmu tidak kalah megah dengan istana dan kastil RKA," ucap Algren, serius berkata demikian. Algren pikir Edrea akan membanggakan keadaan rumahnya mengingat dulu gadis itu sangat sombong dan angkuh di depannya, tapi yang terjadi tak seperti yang dipikirkan pria itu karena Edrea justru tak mengatakan apa pun. Tatapannya begitu sendu tertuju pada mansion yang menjadi tempat kelahirannya. "Hei, kau ini kenapa? Aku perhatikan sejak tadi kau jadi murung dan pendiam, seharusnya kau senang karena akhirnya bisa pulang ke rumahmu. Kau akan menemui keluargamu, memangnya kau tidak merindukan mereka?" Algren bertanya karena tak sanggup menahan rasa penasarannya yang semakin naik ke permukaan melihat sikap Edrea yang sangat aneh menurutnya. Edrea mengembuskan napas pelan alih-alih menjawab pertanyaan Algren tersebut. "Sudahlah, aku tidak apa-apa. Ayo kita masuk ke dalam." Tanpa menunggu respons Algren, Edrea melangkah menuju pintu. Algren pun bergegas mengikutinya di belakang. Begitu Edrea menekan bel yang tertempel di samping pintu. Pintu yang menjulang tinggi dan kokoh itu pun terbuka, menampilkan seorang pelayan yang kini tersenyum ramah pada Edrea. "Nona Edrea, selamat datang kembali," ucap sang pelayan yang merupakan gadis muda itu dengan sopan begitu melihat sosok Edrea yang datang. "Di mana ibu?" "Nyonya, Tuan dan Tuan Eden sedang berkumpul di taman belakang, Nona." Mendengar jawaban sang pelayan, Edrea tertegun sambil menundukkan kepala. Semakin membuat Algren yang melihatnya terheran-heran. "Baiklah. Aku akan ke sana." Edrea pun melangkah masuk bersama dengan Algren yang mengikutinya di belakang. "Wow, rumahmu ini megah sekali. Kau pasti senang tinggal di sini, ya. Kau bisa mendapatkan apa pun yang kau inginkan. Huh, aku terkadang iri pada para bangsawan dan ingin sekali bisa merasakan kehidupan mewah seperti yang dirasakan oleh kalian." Edrea mendengus mendengar ucapan Algren tersebut. "Jangan menilai kehidupan kami yang tampak mewah dan bahagia dari luar karena kenyataannya tidak seperti itu. Kehidupan sebagai bangsawan juga tidak sepenuhnya bahagia seperti yang kau bayangkan." "Ya, aku tahu setiap orang pasir memiliki masalahnya sendiri. Hanya saja hidup sebagai bangsawan tidak perlu pusing memikirkan mencari uang sekadar untuk makan, bukan? Tidak seperti rakyat kecil." Edrea tak menjawab, gadis itu tetap berjalan lurus ke depan tanpa menanggapi perkataan Algren sedikit pun. Melihat kediaman Edrea, Algren tak lagi mengatakan apa pun pada gadis itu. Hingga langkah mereka terhenti begitu tiba di taman belakang. Benar saja seperti yang dikatakan pelayan tadi, anggota keluarga Edrea memang sedang berkumpul di taman itu. Mereka sedang duduk bersama, sambil bercanda gurau karena terdengar suara tawa mereka. Ada banyak makanan yang terhidang di meja. Melihat pemandangan itu Edrea lagi-lagi terdiam, menatap mereka dari kejauhan alih-alih menghampiri mereka. Algren memiringkan kepala untuk melihat ekspresi wajah Edrea. "Hei, itu keluargamu sedang berkumpul. Kenapa kita tidak cepat menghampiri mereka dan malah mengawasi dari sini?" Edrea berdecak karena kesal pada Algren yang sangat cerewet itu. "Kau lihat kan mereka baik-baik saja, jadi kita pergi saja dari sini. Tidak perlu menemui mereka." Algren melebarkan mata, terkejut bukan main mendengar ucapan Edrea yang seolah tak ingin menemui keluarganya padahal sudah ada di sini, sudah tepat berada di dekat keluarganya yang sedang berkumpul. "Kenapa kau tidak mau menemui keluargamu? Padahal lihat, mereka ada di depanmu. Kau hanya tinggal berjalan beberapa langkah lagi maka kau akan tiba di dekat mereka." Edrea mendelik tajam pada Algren yang sejak tadi terus memaksanya untuk menemui keluarganya. "Bukankah alasan kita datang ke sini untuk memastikan kondisi keluargaku? Dan lihat, mereka baik-baik saja karena itu tidak perlu menemuinya." "Tapi…" "Sudahlah, ayo kita pergi dari sini." Edrea menangkap salah satu tangan Algren dan menariknya paksa agar mengikutinya pergi dari sana. "Eh, bukankah itu Edrea!" Namun, seketika langkah Edrea dan Algren terhenti begitu mendengar suara seseorang yang berteriak seperti itu. Itu suara ibunya yang tanpa sengaja melihat sosok Edrea. Edrea menegang ketika melihat anggota keluarganya kini berjalan menghampiri dirinya. "Edrea, ternyata benar kau." Sang ibu pun memeluk Edrea, terlihat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan putrinya yang sudah lama tak dia temui. "Edrea, syukurlah kau baik-baik saja. Kami mendengar kabar tentang kekacauan di istana dan kastil RKA. Kami senang kau selamat." Kali ini yang bicara merupakan seorang pria paruh baya yang dilihat sekilas pun cocok menjadi ayah Edrea. Algren memicing heran karena seingatnya Edrea pernah mengatakan bahwa ayahnya telah tiada. Lalu pria itu? Siapa? Edrea mendengus." Kalian mendengar kabar tentang istana dan kastil RKA yang kacau dan hancur karena diserang para wyvern yang tiba-tiba bersikap aneh, aku bisa saja mati di sana, tapi kalian masih bisa tertawa di sini? Kalian tidak terlihat khawatir padaku karena jika kalian khawatir, kalian pasti datang ke sana untuk mencariku atau sekadar mencari informasi tentangku. Tapi apa yang kalian lakukan? Alih-alih mencariku dengan datang ke kastil RKA, kalian justru tertawa di sini seolah tak peduli dengan hidup dan matiku." "Jaga bicaramu, Edrea! Sudah berani kau bicara selancang itu pada kami hanya karena kau sekarang menjadi penunggang wyvern!" Eden, kakak laki-laki Edrea yang membentak penuh amarah seperti itu. "Jangan lupa seharusnya aku yang terpilih sebagai penunggang wyvern. Bukan kau! Hingga detik ini aku masih berpikir ini sebuah kesalahan." "Mana mungkin ini sebuah kesalahan karena wyvern sendiri yang memilih penunggangnya. Jika Edrea yang terpilih itu artinya memang dia yang ditakdirkan sebagai penunggang wyvern." Algren yang mengatakannya karena ikut merasa kesal mendengar ucapan Eden. "Siapa kau ikut campur urusan kami, Hah?!" Algren berniat membalas Eden yang membentaknya, tapi urung dia lakukan karena Edrea yang menahan dengan memegangi tangannya. "Sudahlah, kita pergi saja dari sini. Tidak ada gunanya kita tetap berada di sini, hanya membuang waktu saja. Kita masih ada tugas dan misi penting, bukannya membuang-buang waktu berharga kita meladeni orang-orang ini." Algren tak bersikap keras kepala lagi karena sekarang dia paham alasan Edrea tak ingin menemui keluarganya sendiri. Ternyata seperti ini keadaan keluarga Edrea, mereka tampak tak peduli pada gadis itu. Seketika pemikiran Algren yang awalnya mengira kehidupan Edrea penuh dengan kebahagiaan karena bergelimang kemewahan pun runtuh seketika. "Ayo kita pergi dari sini, Algren," ajak Edrea yang langsung dituruti oleh Algren. "Edrea tunggu!" Namun, Edrea mengabaikan sepenuhnya panggilan sang ibu karena alih-alih menyahut, dia justru semakin mempercepat langkahnya. Sedangkan Algren sudah bertekad dalam hati, setelah ini dia akan menanyakan pada Edrea apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan keluarganya sehingga mereka tampak tak harmonis seperti itu. Ya, Algren tak akan menahan lagi rasa penasarannya karena ingin tahu masalah apa yang sedang Edrea hadapi bersama keluarganya sendiri.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN