Tentu saja banyak orang yang merasa cukup antusias mendengar berita bahwa pelaku penculikan Andi sudah tertangkap, dan orang tersebut tentu saja keluarga dari anak itu sendiri. Namun, Shania juga termasuk ke dalam lingkup tersebut.
Shania cukup merasa lega, setidaknya dengan tertangkapnya orang jahat tersebut, pihak berwenang dapat memberikan padanya sanksi atas perbuatannya sendiri.
Shania juga merasa bersyukur lantaran Jean mau membawanya untuk ikut bersama laki-laki tersebut menemui sang penculik secara langsung, karena dengan begitu ia jadi bisa melihat secara jelas bagaimana bentuk wajah yang dimiliki laki-laki yang diketahui sebagai kekasih gelap Bella.
Sebenarnya sudah lama Shania ingin mengetahui dan menguak masalah ini secara mendalam, setelah ia tanpa sengaja mendengar pembicaraan Bella di telepon sewaktu ia tengah duduk di kegelapan malam jauh hari sebelumnya. Waktu itu Shania sudah tahu kalau penghianatan yang dilakukan oleh Bella adalah perselingkuhan dan percobaan merebut harta kekayaan milik Jean. Dan waktu itu Shania hanya sebatas 'ingin' mengungkapkan itu semua kepada Jean, tidak pernah berpikir benar-benar akan melakukannya karena terlalu bimbang apakah tidak masalah kalau dirinya ikut campur dalam masalah majikannya itu.
Namun, setelah adanya kejadian penculikan Andi, Shania jadi merasa teramat menyesal. Shania tidak pernah menduga kalau ternyata Bella nekat membuat nyawa seseorang menjadi terancam hanya agar bisa mewujudkan ambisinya untuk menjadi kaya.
Tapi, setidaknya dengan kejadian tersebut telah berperan besar dalam mengungkapkan topeng Bella yang sebenarnya. Semua orang jadi tahu siapa wanita itu sebelum dia benar-benar berhasil mencapai tujuannya. Ya, setidaknya hal itu bisa dijadikan keuntungan. Mungkin ...
Setelah Shania dan Jean turun dari mobil dan masuk ke dalam kantor polisi, ternyata keduanya harus kembali lagi ke dalam mobil tersebut dalam waktu yang sangat singkat karena ternyata pelaku yang dimaksud itu tidak sedang berada di kantor polisi, melainkan berada di rumah sakit.
Saat mereka tiba tadi, Jean baru dapat kabar kalau ternyata sang pelaku dibawa ke rumah sakit karena tertembak saat mencoba untuk melakukan aksi pelarian. Entah apa yang di alaminya, tapi yang pasti Shania mendengar kabar kalau ternyata pelaku itu tidak sadarkan diri sehingga langsung dibawa lari ke rumah sakit.
Seperti yang sebelumnya, Shania sekali-kali melirik kepada Jean yang sedang fokus mengendalikan stir mobilnya. Gadis itu melihat adanya kegusaran dari raut wajah laki-laki itu, tidak seperti sebelumnya kegusaran itu tampak sangat jelas.
"Tuan, apakah Tuan tidak apa-apa? Saya lihat Tuan seperti tidak baik-baik saja," ujar gadis itu yang akhirnya dapat mewujudkan kalimatnya setelah lama menimbang-nimbang untuk memilih apakah ia harus berkata atau tidak.
Seketika fokus Jean langsung teralihkan kepada Shania yang semenjak mereka bersama baru berani bertanya dan mengajaknya berbicara, "Sebelumnya, terima kasih karena telah bertanya. Jujur saja, bagi saya tidak ada yang namanya kata baik-baik saja setelah penculikan Andi waktu itu. Namun, setelah mendengar kabar tentang pelaku penculikan Andi yang telah tertangkap, setidaknya ada sedikit kelegaan yang terlepas," ujarnya yang kemudian mengalihkan kembali fokusnya ke depan.
Shania sering memerhatikan Jean akhir-akhir ini setelah hari di mana penculikan anaknya terlewatkan, memang benar adanya kalau kebanyakan waktu laki-laki itu lebih sering murung. Kecuali jika ada Andi atau orang lain di dekatnya, ia pasti akan mengusahakan untuk menerbitkan sebuah senyuman di bibirnya. Mungkinkah laki-laki tersebut merasa bersalah atas apa telah yang menimpa anaknya itu.
"Tapi, Tuan. Kenapa yang saya lihat sekarang ini Tuan menjadi lebih gusar dari yang sebelumnya saya lihat," ujarnya yang masih sedikit tidak yakin dengan kata Jean yang mengatakan kalau dirinya sudah sedikit merasa lega.
Lagi Jean mengalihkan atensinya pada Shania yang seketika berhasil membuat gadis tersebut sedikit menundukkan kepalanya kembali lantaran tidak ingin adanya kontak mata yang intens dengan laki-laki itu.
"Benarkah? Mungkin itu cuma perasaan kamu saja, saya hanya tidak sabar untuk bertemu dengan laki-laki yang kemungkinan menjadi kekasih Bella itu," ujarnya yang entah kenapa menyeret nama Bella untuk memberi identitas, alih-alih langsung menggunakan kata 'pelaku'.
Seketika Shania terlihat manggut-manggut setelah mendengar jawaban dari Jean atas pertanyaannya tadi. Sebenarnya gadis itu ingn mengajukan lagi satu pertanyaan tentang apakah kegusaran hati Jean disebabkan karena mengingat tentang Bella. Namun, Shania sadar ia tidak boleh menanyakan tentang hal tersebut mengingat bagaimana reaksi dan jawaban dari Jean nantinya. Pasti itu tidak akan menjadi baik-baik saja untuk Jean atau malahan akan membuat dia mengingat akan masalahnya, serta semakin membuat Jean merasa bersalah.
Di dalam mobil kembali ke dalam mode hening, langit yang berwarna oranye tadi memang sudah beranjak malam. Jalanan kota kini dipenuhi oleh lampu jalanan yang satu-persatu mulai menyala, menjalankan tugasnya. Shania kemudian membuang mukanya ke jendela untuk memerhatikan sisi-sisi jalanan.
Di saat itu pula handphone gadis itu mendadak berdenting. Segeralah Shania merogoh handphone tersebut yang berada di dalam tas selempangnya. Kening Shania tampak mengerut, ternyata Fika lah yang telah mengiriminya pesan. Sahabatnya tersebut menanyai bagaimana kabar tentang pelaku yang dia ingin temui juga tadi, tampaknya gadis itu memang tidak bisa sabaran dengan hanya menunggu di rumah saja.
Jari jemari lentik Shania kemudian mulai beraksi di atas layar ponsel, melalui huruf per huruf ia menceritakan segalanya apa yang tengah terjadi. Sementara itu, Jean yang mencoba melirik pada gadis yang duduk di sampingnya itu sesekali. Sebuah senyuman tipis mendadak timbul di wajah tampan laki-laki itu, melihat barang pemberiannya telah digunakan oleh gadis itu.
Ternyata, perbincangan Shania dengan Fika tidak hanya berakhir hanya dengan sekali mengirim pesan saja. Fika di seberang sana aktif mengirimi Shania pesan lagi dan lagi, sementara Shania sendiri juga tidak merasa repot untuk membalasnya. Di tengah-tengah kegiatannya itu, tiba-tiba saja ada pesan dari nomor lain yang mendadak muncul di layar handphone Shania.
Shania terdiam sejenak untuk membaca kalimat dari pesan yang dikirim oleh Alfin. Baru saja ia hendak membalasnya, mendadak suara Jean yang menginterupsinya membuat hari gadis itu menggantung di depan layar.
"Kita sudah sampai, ayo kita turun," ujar Jean yang tahu-tahunya sudah selesai memarkirkan mobilnya dan sekarang tengah sibuk melepaskan sabuk pengaman.
"Ahhh ... Iya, Tuan." Langsung saja gadis itu mematikan handphonenya untuk kemudian di masukkan kembali ke dalam tas kecilnya. Ia berlanjut membuka sabuk pengamannya juga dan kemudian membuka pintu mobil untuk menyusul Jean yang terlebih dahulu sudah keluar sebelum dirinya. Shania tidak ingin membuat majikannya itu menunggu, karena itu sangat lah tidak etis untuk dilakukan oleh nya yang sebagai bawahan dari Jean.