Dikarenakan pihak sekolah sedang mengadakan pertemuan rapat antar guru, semua murid di sekolah SD Garuda termasuk Andi dipulangkan lebih awal dari jam pulang biasanya. Ini adalah pengumuman yang mendadak dan Andi juga belum mengabari Jean yang katanya akan menjemputnya saat jam pulang sekolah tiba.
Anak itu berencana akan pergi ke tempat telepon umum yang kebetulan berada di depan gerbang sekolahnya itu. Beruntung ia hafal dengan nomor telpon ayahnya jadi ia bisa langsung menghubungi Jean dan mengatakan bahwa ia perlu jemputan sekarang juga.
Namun, baru saja anak itu hendak menyeberangi jalan untuk menuju tempat telepon umum itu berada. Mata anak itu tanpa sengaja melihat orang lain yang menarik perhatiannya tepat di samping tempat yang hendak anak itu tuju.
Orang itu adalah wanita yang berperawakan mirip sekali dengan Shania, mulai dari pakai dan tatanan rambutnya, sayangnya orang itu memaki masker wajah yang membuat Andi sulit mengindentifikasi apakah itu beneran orang yang ia kenal atau bukan.
"Bukankah Kak Laras pergi ke suatu tempat." Andi masih mengingat dengan jelas perkataan Shania beberapa jam yang lalu yang mengatakan bahwa dia tidak bisa menunggu di sekolah hari ini.
Saat Andi meyakini kalau orang itu bukan Shania, anak itu malah menarik kembali pikirannya tersebut lantaran gadis di hadapannya itu terlihat melambai-lambaikan tangannya kepada sembari menyebut nama 'Andi'. Mungkinkah itu sungguhan Shania?
*****
Shania sekarang ini tengah berdiri di depan sebuah rumah megah, rumah yang penuh akan kenangan masa kecilnya dan rumah yang sudah beberapa minggu ini telah ia tinggalkan. Kaki gadis itu terasa ragu untuk melangkah masuk melewati pintu gerbang itu. Padahal sudah dari semalam ia menguatkan dirinya agar bisa menemui orang-orang yang ada di rumah ini, tapi kini ia merasa hal itu sangat sulit untuk ia realisasikan.
Gadis itu pun menarik napas dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. "Shania, Lo pasti bisa!" Ucapnya, memberi semangat pada diri sendiri.
Setelah itu, barulah Shania bisa mewujudkan langkah demi langkahnya untuk masuk ke dalam rumah melewati pintu gerbang itu. Seorang satpam yang mendapati kehadiran Shania dengan bergegas membantu Shania membuka pintu gerbang. Satpam itu tahu betul kalau sudah beberapa minggu ini Shania telah menghilang dari rumah. Oleh karenanya lah ia menyambut kedatangan Shania dengan sangat senang dan semangat. Ia tidak sabar memberitahukan hal ini pada majikannya. Ia yakin majikannya itu pasti tidak kalah bahagianya.
"Non Shania, selamat datang kembali," sapanya sembari menunduk hormat.
Gadis itu tersenyum tipis. "Iya," balas Shania singkat lantaran ia masih merasa sedikit gugup untuk menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Shania mengedarkan pandangnya ke segala arah di halaman depan rumah itu. Meskipun ia telah berminggu-minggu menghilang, tapi ternyata semuanya masih terasa sama sebelum ia kabur dari rumah ini. Walaupun pun begitu, anehnya Shania merasa sudah bertahun-tahun ia tidak kembali ke rumah ini.
Ting tong
Selang beberapa detik kemudian, pintu utama rumah itu terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya yang teramat ia rindukan.
"Bik San ...," ucapnya lirih, gadis itu tidak mampu lagi membendung rasa yang tertampung lama di hatinya. Tanpa disadari olehnya, buliran air mata turun dengan begitu deras dari pelupuk mata gadis itu.
"N-non ... Non Shania." Raut di wajah keriput itu seketika berubah menjadi terkejut, bahagia dan sedih. Semuanya tercampur menjadi satu.
Shania langsung saja menghamburkan pelukan pada Bik San, dan Bik San menerimanya. Tidak hanya Shania saja, wanita tua itu juga ikutan menangis. Ia memberi elusan lembut pada punggung belakang Shania. Jujur saja rasa rindunya juga tidak kalah dari milik Shania.
Selang beberapa menit adegan dramatis itu berlangsung, keduanya kemudian masuk ke dalam rumah. Wajah Bik San menunjukkan kesedihan karena melihat tubuh Shania yang tidak berisi lagi. Memikirkan penderitaan yang Shania alami di luar sana membuat dirinya sangat terpukul. Padahal ia dulu sudah mengikrarkan janji pada ibu dari gadis itu untuk merawatnya dengan sepenuh hati, melihat keadaan anak itu sekarang ini membuat Bik San berpikir kalau ia telah gagal dalam mengemban tugasnya tersebut.
Bik San bertanya bagaimana kabar Shania selama ini dan gadis itu menjawabnya dengan bercerita banyak hal tentang segala kejadian yang ia alami. Bik San mendengarnya dengan seksama, diam-diam ia menangis karenanya. Meskipun begitu, Bik San tetap merasa bersyukur karena sekarang Shania yang menghilang telah kembali. Setidaknya sekarang dengan adanya Shania, ia sudah bisa memperbaiki segala yang telah terjadi sebelumnya.
"Bik San, apakah nanti Papa akan marah besar setelah melihat Shania di sini?" tanya Shania. Dari tadi pertanyaan itulah yang terus-terusan berputar dalam otak gadis itu.
Bik San terlihat menampilkan sebuah senyum tipis. "Tidak," katanya. "Malah ayah kamu yang paling berbahagia dari siapapun ketika tahu kalau kamu sudah kembali," lanjutnya.
Bik San adalah orang yang paling ia percayai karena sangat mustahil wanita itu bisa membohonginya untuk masalah sebesar ini. Oleh karenanya lah, setelah mendengar perkataan dari wanita tua itu, kerisauan yang ada di hati Shania sedikit menghilang.
"Kamu sekarang ini kelihatan sangat kurus sekali. Pokoknya setelah ini, Bibi akan buat kamu kembali menjadi semula. Percaya saja, tidak lebih dari satu minggu wajah kamu pasti akan menjadi sebulat tomat lagi seperti dulu," ujar Bik San dengan menguyel-uyel pipi tirus milik Shania.
Tahu apa yang dipikirkan Shania saat diperlakukan seperti itu? Shania malah terdiam, pikirannya menjalar pada keluarga Abirama. Shania lupa kalau ia memang memilih kembali ke rumah ini, itu berarti ia tidak akan lagi tinggal di rumah Jean, ia tidak akan lagi menjadi pengasuh Andi.
Sebenarnya Shania belum memikirkan sampai ke situ, makanya ia mengatakan kepada Jean kalau ia hanya pergi untuk sehari ini saja. Shania juga mengatakan begitu kepada Andi, Shania tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka saat tahu kalau ternyata dirinya telah berbohong. Entah kenapa, Shania rasa berat untuk meninggalkan keluarga yang telah menampung dirinya selama seminggu ini. Ia merasa kalau dirinya juga sudah sangat dekat dengan Andi.
Shania benar-benar merutuki kebodohannya sekarang ini. Sudah terlambat untuk menyesal. Bagaimana kalau Andi membenci dirinya nanti. Shania juga memikirkan tentang Bella, bagaimana kalau wanita itu berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya dari keluarga Abirama, secarakan sebelumnya ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengungkapkan wajah asli wanita tersebut.
Dirinya sekarang ini hanya bisa melanjutkan apa yang telah ia mulai. Shania pikir, tentang keluarga Abirama bisa ia pikirkan setelah masalah di rumah ini selesai. Karena Shania sendiri tahu, tidak ada satupun kesulitan di dunia ini yang tidak memiliki cara untuk menyelesaikannya. Semuanya ada dan Shania akan memikirkannya setelah ini.
Saat keduanya tengah asik mengobrol, ada seorang pria paruh baya yang sedang berjalan menghampiri mereka. Raut yang terpatri pada wajah yang sudah tidak muda lagi itu sangat sulit untuk diartikan.
"Setelah apa yang terjadi. Kenapa kamu kembali lagi, Hah?!" ucapnya dengan nada yang sangat lantang dan tersirat akan kemarahan.