Di sinilah Shania sekarang, di sebuah kafe yang lumayan ada pengunjungnya. Namun, yang menjadi pusat perhatian Shania di sini bukanlah buku menu makanan yang sedang dipegangnya, melainkan dua orang pria berbaju hitam yang dirasa Shania sedang mengikutinya. Gadis itu duduk di pojokan, dengan hati was-was ia menjadikan buku menu tersebut sebagai dinding penjaga agar tidak berkontak mata dengan orang-orang itu. Bukannya Shania gr atau sejenisnya, tapi percayalah kalau apa yang Shania lihat itu adalah dua orang yang diutus oleh Bimo untuk mencarinya. Pasalnya, Shania sudah lumayan hafal dengan wajah orang-orang suruhan ayahnya yang identik menggenakan gelang ukiran berwarna merah di tangan.
Shania menyesali keputusannya untuk mencari udara segar dengan cara keluar dari gedung sekolah Andi, selagi anak itu masih dalam pelajaran. Saat ia keluar tadi, Shania merasa kalau ia diikuti oleh dua orang pria berbadan besar, memakai pakaian dan kacamata serba hitam. Untuk menghindari itu, Shania berjalan bahkan berlari dengan cepat dan hal itu menghantarkan nya untuk bersembunyi di kafe ini. Entah dorongan dari mana ia memilih kafe ini, tapi akhirnya karena memilih kafe ini ia jadi bertemu dengan jalan buntu. Ia tidak bisa kemana-mana lagi, selain duduk dan merasa khawatir.
Ia benar-benar bingung harus melakukan apa sekarang, ia tidak bisa meninggalkan tempat ini karena terhalang dua pria berbadan besar itu yang duduk tepat di sisi jalan yang harus Shania lewati jikalau ingin beranjak dari sana. Kalau pun ia tidak pergi dan memilih untuk menunggu sampai keduanya berinisiatif untuk pergi lebih dulu, mungkin itu akan sangat lama. Padahal Shania tahu kalau sebentar lagi kelas pelajaran Andi akan segera berakhir, nanti anak itu pasti akan khawatir mencari di mana keberadaan dirinya karena tidak muncul di saat anak itu keluar dari gedung sekolah.
Shania tidak tahu apakah kedua pria itu sudah menyadari keberadaannya karena sekarang mereka tengah menikmati makanan yang mereka pesan. Apakah mereka bermaksud sengaja mengulur waktu sampai Shania sendiri yang menunjukkan diri pada mereka? Ataukah mereka memang tidak tahu kalau Shania berada di jarak tiga meja dengan mereka dan mereka memesan makanan hanya untuk mengganjal perut mereka saja? Tapi apa pun itu Shania rasa kalau dirinya tidak mengambil tindakan sekarang, pada akhirnya pun ia akan tetap ketahuan. Biarpun Shania sudah menduga akhirnya seperti apa, tapi ia pikir lebih baik mencoba dulu, siapa tahu dugaan itu malah berakhir lain.
Shania memutar otak, mencari segala cara, kemudian mempertimbangkannya apakah cara itu layak untuk ia gunakan ataukah tidak. Di saat Shania tengah sibuk berpikir, ia melihat dua orang anak kecil yang sedang melakukan aksi jahil yaitu mengikat sepasang sepatu ibunya menjadi satu ikatan, sedangkan orang tua dari kedua anak itu sendiri terlihat tengah sibuk berbicara di telepon tanpa menyadari apa yang anaknya lakukan padanya. Bersamaan dengan itu, Ting! Seolah-olah ada bola lampu berwarna kuning yang berada di atas kepala Shania, sebuah ide pun muncul.
Tanpa menunggu lagi, Shania segera melancarkan aksinya. segera ia memanggil kedua anak kecil tersebut untuk mengatakan sesuatu yang berkaitan erat dengan ide itu sendiri. Tapi pertama-tama Shania bersikap seolah aksi jahil mereka itu baru ketahuan dan mengancam akan memberi tahukannya pada ibu mereka, supaya kedua anak itu tertarik serta mau mendekatinya.
"Dek. Sini dulu!" Panggil Shania kemudian dengan pelan, seraya melambaikan tangannya.
Anak kecil yang memiliki kesamaan gender laki-laki itu yang semula merasa takut, seketika saling berbagi pandang. Kemudian mereka menunjuk diri mereka sendiri seakan menanyakan 'Kakak manggil kami?' kepada Shania. Shania kemudian mengangguk cepat sambil menampilkan senyuman. Keduanya segera menghampiri Shania dan Shania rasa hal itu tidak terlalu mencolok karena ibu mereka sendiri tidak menyadarinya.
"Ada apa, Kak?" tanya mereka secara bersamaan. Mereka berdua adalah anak kembar yang memiliki wajah yang sama-sama tampan. Shania tebak pasti usia keduanya baru mencapai angka empat tahun atau nyaris lima tahun.
Sebelum menjawab, Shania menarik bibirnya ke atas. "Siniin kuping kalian, kakak mau bisikin kalian sebuah rahasia besar," ucap Shania menggunakan wajah teramat serius yang dibuat-buat dan kedua anak kecil yang masih polos itu mau-mau saja menuruti permintaan Shania.
Setelah selesai, kedua nya segera berpindah dari tempat Shania menunju kedua pria yang masih sibuk menyantap makanan mereka.
"Om!" Panggil salah satu dari si kembar.
"Apa?" Salah satu pria yang memiliki kepala plontos itu menoleh, diiringi dengan wajah yang lumayan sangar.
"Om ganteng deh," jawab anak itu sambil menampilkan deretan gigi lucunya.
"Hah!"
"Iya, om yang rambutnya kribo juga ganteng," kata sang adik.
Kedua pria itu langsung memandangi satu sama lain, seketika mereka berdua mengeluarkan suara tawa, menertawai diri sendiri serta menertawai satu sama lain. Kedua pria itu tidak habis pikir, karena baru kali ini ada yang mau memuji mereka ganteng selain kedua orang tua mereka sendiri. Pasalnya selama ini penilaian yang sering mereka dapatkan dari orang lain adalah kalau mereka berdua itu teramat menyeramkan
Dari mejanya, Shania tersenyum menyeringai pada kedua anak kecil yang ia utus untuk mengerjai kedua bodyguard milik ayahnya itu. Dalam hati, ia menghitung mundur menunggu pelancaran idenya tadi berhasil mencapai k*****s.
"Om, boleh minta jus ini?" Anak itu menunjuk minum jus yang terdapat di atas meja kedua pria itu.
"Aku juga mau." Adiknya menyusul.
Karena mereka berdua tadi senang setelah dipuji oleh kedua anak kembar yang imutnya kebangetan, jadi mereka tidak punya alasan untuk menolak permintaan si kembar.
"Boleh-boleh, ambil aja sesuka kalian," ucap si rambut kribo sembari mengeser minumannya agar bisa dijangkau oleh kedua anak kecil itu. Si kepala plontos juga ikutan memberi. Namun, seketika ...
Byuurrr ...
Disiramkan oleh si kembar air jus tadi ke atas kepala dua pria berbadan kekar itu. Tentu mereka terkejut, syok, dan marah, tapi keterkejutan itu semakin bertambah ketika mendengar penuturan polos dari kedua pelaku penyiraman.
"Kok gak jadi mermaid, ya?" tanya sang Kakak pada adiknya.
"Iya, ya," balas sang adik yang kebingungan, sama seperti saudaranya.
Selagi kedua pria itu berurusan dengan si kembar, dan kebanyakan orang-orang di dalam kafe ini juga memusatkan perhatian pada meja kedua pria yang terkena siraman jus itu, Shania dengan hati-hati segera beranjak pergi dari kursinya. Ia pergi seraya mati-matian menahan tawa. Beruntung aksi yang dilakukan nya tidak ketahuan.
Setelah gadis itu sudah berada di luar kafe dan berlari menjauh dari sana, Shania berhenti sebentar untuk melepaskan tawanya dengan bebas.
"Hahaha ...." Seraya tertawa, Shania mengingat apa yang ia beritahu kepada dua anak kembar tadi. Itu lumayan lucu dan mengocok perut. Shania bangga pada dirinya sendiri karena telah menghasilkan sebuah ide yang cemerlang dan membuahkan hasil yang memuaskan.
'kalian lihat dua orang yang tubuhnya besar dan seram itu? Mereka sebenarnya adalah putri duyung. Kalau kalian siram kepalanya pake air jus itu, kalian berdua pasti bakalan bisa lihat mereka jadi putri duyung yang lucu banget kayak kalian berdua ini' begitulah cara Shania mengakali si kembar tadi. Meski awalnya kedua anak itu tidak mempercayai apa yang ia katakan, tapi pada akhirnya karena terus diyakinkan kedua anak itu pun percaya dengannya.
Shania tidak perlu khawatir mengenai si kembar yang telah mencari masalah, karena ia sangat tahu kalau semua bodyguard yang berada di genggaman ayahnya memiliki amanat untuk tidak menyakiti orang-orang yang lemah. Seperti si kembar tadi. Selain itu, Shania sekalian memberi pelajaran pada si kembar kalau bersikap jahil itu sebenarnya tidaklah baik.