Ara memperhatikan Oceana yang keluar kelas dan ia langsung menghubungi seseorang di seberang sana. Gia yang sedang membereskan alat tulisnya mendengarkan percakapan Ara.
"Dia udah keluar, pokoknya lo bawa dia ke gudang, lo main lah sama dia, pokoknya harus berhasil."
Setelah itu Ara mematikan sambungan teleponnya. "Gea, Gia. Gue cabut duluan ya."
Gia tidak menggubris, ia sibuk mengetikkan pesan kepada Samudera.
Gia : Kak Samudera, Gue Gia. Mau kasih tahu Oceana dalam keadaan bahaya, tolongin Oceana di gudang, Kak.
"Gi, ayok pulang." Gia mengikuti Gea yang sudah keluar kelas terlebih dahulu.
Semoga Kak Samudera bisa tolongin Oceana.
Di dalam kelasnya Samudera tampak gelisah, ia terus melirik arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya dan masih ada 30 menit lagi ia terjebak di sini.
Aldric yang memperhatikan kegelisahan Samudera kemudian berbisik, "kenapa, Sam?"
"Gak tahu, perasaan gue gak enak."
Samudera tidak tahu kenapa perasaannya tiba-tiba tidak enak, sekarang bayangan Oceana memenuhi pikirannya, ia merindukan gadis itu. Entah, Samudera juga tidak tahu penyebabnya.
Ia ingin menghubungi Oceana tapi ia takut memainkan ponselnya karena yang berdiri di depannya adalah guru killer yang tidak mentolerir ada siswa yang memainkan ponsel saat ia memberikan materi.
Mata Samudera memang menatap papan putih yang berisi rumus kimia itu tapi telinganya tidak menangkap dengan baik materi yang dijelaskan, sebab pikirannya masih dipenuhi oleh Oceana.
Astaga gue kenapa sih, gak biasanya gue gelisah dan tiba-tiba mikirin Oceana kayak gini. Apa yang terjadi?
"Sam, lo gelisah banget. Mending lo pulang duluan aja, percuma juga lo gak fokus," ujar Aldric sekali lagi.
"Mana mungkin gue dikasih izin pulang duluan."
"Bilang aja lo sakit perut."
Ibu Ros yang sedang menerangkan tentang materi langsung mengetuk papan tulis dengan spidol sehingga menimbulkan bunyi nyaring. "Aldric, Samudera, kalau kalian mau ngobrol lebih baik keluar dan jangan harap bisa lulus di mata pelajaran saya!" Ancamnya yang membuat Aldric dan Samudera bungkam.
Sabar Sam, namanya juga mak lampir pasti galak lah.
Sedangkan di gudang Oceana hanya bisa menangis saat dirinya diperlakukan semena-mena oleh orang yang bahkan ia tidak tahu namanya.
"Gue mau siksa dulu tubuh lo sebelum gue ambil mahkota lo!"
Plak!
Satu tamparan melayang ke pipi Oceana hingga mengeluarkan darah di sudut bibirnya, ia meringis dan menangis. Tubuhnya lemah tak berdaya, meronta pun sudah tak mampu ia lakukan.
"Bunuh aja gue, bunuh!" ujar Oceana lemah di sela isak tangisnya.
Cowok itu tertawa terbahak-bahak. Ditariknya rambut Oceana dan kepalanya ia benturkan ke tembok. "Sayangnya, gue gak mau jadi pembunuh!"
Oceana memegang kepalanya yang sakit dan menatap cowok itu. "Gue bakal laporin lo ke pihak sekolah."
"Silakan, atau hidup lo gak bakal aman!"
"Oke, gak bakal laporin lo tapi please lepasin gue."
Plak!
Lagi-lagi cowok itu menampar Oceana dan menjambak rambutnya. "Kalau lo botak, masih cantik gak ya?"
Oceana teringat sesuatu, dulu Samudera pernah bilang kalau kelemahan cowok itu adalah organ vitalnya.
Di saat tangan cowok itu asyik menjabak rambut Oceana, ia langsung menendang selangkangannya. Dan cowok itu meringis kesakitan. Oceana langsung berlari ke arah pintu berusaha menyingkirkan meja. Namun, cowok itu tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Oceana. "Cuih, gue gak selemah itu, lo pikir dengan lo tendang s**********n, gue bakal mati gitu? Tendangan pelan gitu efek sakitnya cuma bentar lah!"
"LEPAS!"
"Main dulu sebelum gue lepas!"
Cowok itu menghimpit Oceana ke tembok, tidak memberikan ruang Oceana hanya untuk bernapas. Ia menundukkan wajahnya, tidak ingin menatap wajah iblis yang sedang menyeringai depannya.
♥ ♥ ♥
Akhirnya Samudera bisa bernapas lega setelah Ibu Ros keluar kelas, ia meraih ponselnya untuk menghubungi Oceana bahwa ia sudah kelar.
Namun, saat membaca pesan dari Gia, tangan Samudera langsung terkepal kuat. "Sialan." Samudera langsung menarik Aldric agar mengikutinya ke gudang.
Aldric mengernyitkan keningnya. "Ada apa?"
"Lo bantuin gue dobrak pintu ini."
"Ada apa?"
"Bacot, mending dobrak sekarang!"
Samudera dan Aldric mengeluarkan seluruh kekuatan yang mereka punya agar pintu itu segera terbuka.
"s**l, siapa itu?" ujar cowok di dalam gudang. Oceana menggunakan kesempatan itu untuk menendang selangkangannya lebih keras dari yang tadi hingga cowok itu tersungkur.
Saat pintu itu terbuka ia melihat Samudera dan Aldric.
Samudera langsung masuk dan menghajar cowok itu. "Setan lo, berani-beraninya lo sakiti sahabat gue!"
Ia menonjok wajah cowok itu berkali-kali. Ia ingin melakukan perlawanan tapi Aldric langsung maju dan ikut menghajar cowok itu hingga benar-benar tak berdaya.
"Gue bakal lapor kasus ini ke pihak sekolah, Rayhan!" ujar Samudera kepada cowok yang dipanggil Rayhan itu.
Samudera )menatap wajah sahabatnya. "Ayo pulang, gue bakal obati lo."
Mereka keluar dari gudang itu dan meninggalkan Rayhan yang masih terkapar di lantai.
♥ ♥ ♥
Sekarang Oceana sudah pulang ke rumahnya dan Samudera membersihkan luka Oceana dengan pelan. "Bersihkan pakai alkohol dulu ya."
Oceana menggeleng. "Perih, Samudera."
"Biar gak infeksi, sayang."
"Tapi pelan-pelan."
Samudera mulai membersihkan luka itu dengan alkohol, membuat Oceana mengaduh kesakitan.
"Sabar," ujar Samudera.
"Sekarang tetesi obat merah dan pakai plaster," lanjutnya.
Oceana hanya bisa pasrah diobati oleh dokter abal-abal ini.
"Selesai, udah enakan?"
Oceana menyenderkan kepalanya ke pundak Samudera. "Udah, thanks ya Sam. Gak tahu jadinya gue kalau lo gak datang."
"Iya, lain kali lo harus lebih hati-hati lagi."
"Cowok tadi itu siapa?"
"Namanya Rayhan, Anak XII IPS 3. Cuma itu yang gue tahu."
"Gue gak kenal dia, kenapa dia jahat sama gue, Sam?"
Samudera juga tidak tahu apa motif Rayhan menyiksa Oceana tapi ia yakin ini sudah direncanakan dan akan mencari tahu siapa dalang di balik ini semua.
Gue bakal cari tahu siapa dalangnya.
"Tadi kok lo bisa tahu gue di gudang?"
"Gia w******p gue."
"Gia? Apa ini ada hubungannya sama Ara?"
"Entah, tapi kita harus cari tahu. Gak mungkin 'kan si Rayhan tiba-tiba nyerang lo kalau gak disuruh siapa-siapa. Tapi kita jangan asal labrak Ara, harus cari buktinya dulu."
"Kalau benar Ara dalangnya, jangan sampai pihak sekolah tahu kasus ini."
"Kenapa?"
"Karena dia sahabat gue."
"Na..."
"Please, lagian sekarang gue baik-baik aja. Gue gak mau dia dihukum atau bahkan dikeluarkan hanya karena kasus ini."
Kalau sampai lo terbukti dalangnya, sumpah demi apapun gue menyesal pernah pacaran dan suka sama lo.
"By the way, tadi lo diapain aja?"
"Ditampar, dijambak, didorong dan kepala gue dibenturin ke tembok. Tapi untungnya kepala gue udah gak sesakit tadi dan badan gue gak terlalu remuk."
Samudera menghela napas lega. "Gak sampai dia lecehin lo kan?"
"Untungnya gak, katanya dia mau siksa gue dulu. Tapi keburu kalian datang jadi gagal niat dia," Oceana berdiri dari sofa. "Gue ganti seragam dulu, abis itu kita makan bareng."
"Oke, sayang."
♥ ♥ ♥