Tak-Tik (POV RARA)

1102 Kata
Dia anak kepala sekolah ! Rasanya sekarang aku ingin menghilang saja, fakta mengerikan apa ini? Kenapa dari sekian banyak manusia, aku malah membuat masalah dengan anak dari pemilik yayasan, kekuasaan tertinggi di sekolah. Sekarang aku harus apa? “Mumy ....” Aku mingsut-mingsut mendekati mumy yang tengah duduk di sofa sembari menyesap teh hangat di temenin beberapa buku yang nampaknya baru mumy beli di bazar buku kemarin. “Ada apa sayang ?” tanya mumy tenang dan sangat anggun sembari membalik halaman selanjutnya. Aku membuka mulut hendak menceritakan semuanya panjang lebar, tapi ... sepertinya itu bukan ide yang baik. Mumy tidak akan paham jika tiba-tiba aku meminta pindah sekolah, yang ada mumy malah menganggap itu permintaan labilku saja. Terus gimana? Ah ... apa sebaiknya aku tanya Leni dulu? Otak Leni punya banyak isi. “Sebentar mumy .... Dua puluh menit, ” ujarku sebelum berlari dan kembali ke kamar. Buru-buru aku meraih ponselku dan menekan tombol panggil vidio call. Tidak lama, muncul wajah Leni memenuhi layar ponselku. “Leni, kamu halus bantu aku. Ini urgen banget !” “Hem, apa ? Kucing lo nyangkut di pohon toge lagi?” “Gak, ini lebih urgen dali itu,” sahutku sangat-sangat serius. Sangking seriusnya tanpa sadar mataku melotot, Leni yang sejak tadi tidak menoleh ke layar ponselnya, kaget begitu menoleh dan melihatku dengan wajah mode serius. “Astagfirullah !” Leni nyaris terjungkal dari kursinya. “Lo ngapain sih? Cosplay jadi hantu?” sergahnya dengan alis terangkat satu dan hidung mekar-mekar. “Maaf-maaf, aku tadi kebawa situasi.” Aku nyengir lebar. Leni menghela nafas panjang, kembali membenarkan posisi duduknya. Leni dan meja belajr seolah lengket, tiada hari tanpa duduk di sana. Setiap kali aku menelepon, Leni pasti sedang duduk di sana. Aku curiga apa jangan-jangan Leni ketempelan meja belajar? “Emang ada apa?” tanya Leni, setelahnya. Dengan kecepatan dua kali lipat aku menceritakan semuanya. Semuanya, tak terkecuali pada Leni. Sesekali Leni hanya bergumam pelan, mengangguk atau mengatakan oh panjang. “Oh gitu ...” Itu respon terakhir Leni setelah aku mengakhiri short story ini. “Kamu halus bantuin aku buat bujuk mumy ...,” pintaku. Leni nampak berpikir sejenak sebelum mengangguk-ngangguk pelan, sepertinya ide sudah terinput ke dalam kepala Leni. “Gue punya sih tips biar mumy lo setuju sama keinginan lo. Tapi lo yakin beneran mau pindah sekolah?” “Aku sih gak mau sebenelnya. Aku tahu kalo aku pindah sekolah, kamu pasti sedih, iya, kan? Tapi besty maafkan aku, aku harus mengambil keputusan ini ... aku gak bisa di sana.” “Dramatis banget sih ....” ujar Leni sembari memutar bola matanya. Leni memang begitu, dia terlalu malu untuk mengatakan kalo dia sangat takut kehilangan besty unlimited sepertiku. Di mana lagi Leni bisa mendapatkan besty yang dengan senang hati mengcopy PR-nya, gratis tanpa dibayar. “Jadi gak nih mau gue kasih tips?” Aku mengangguk semangat. “Jadi apa tipsnya ?” “Tips pertama ....” Leni mulai menjabarkan tips yang dia punya. Aku mangut-mangut mendengarkan dengan khidmat penjelasan Leni. Sejujurnya terkadang cara bicara Leni lebih sulit dipahami ketimbang alasan kenapa kak Gino suka koleksi boneka berbi. Kata-kata yang sering Leni gunakan sangat awan digunkan oleh kebanyakan orang. Orang-orang sering bilang kalo Leni seperti ini karena sering melahap banyak buku. Tapi mana mungkin ada manusia yang bisa melahap buku, iya, kan? Memang Leni sejenis rayap, nyemilin buku ? Aku yakin kok kalo Leni itu manusia. Setidaknya sejauh ini .... “Gimana ngerti, kan?” kalimat yang paling aku takuti setiap kali Leni mengakhiri penjelasnya. “Ra ...” panggil Leni disertai tatapan mautnya. Aku gelagapan. Sekarang sepertinya aku percaya kalo Leni suka melahap banyak buku. “Eh, iya ... ?” “Oke kalo gitu. Udah ya sesi gangguin gue. Gue mau belajar lagi nih.” “Eh-eh iya ... S-selamat makan buku.” Berbekalkan ilmu dari Leni, aku bergegas menemui mumy di ruang tengah yang masih dalam posisi yang sama dengan setumpuk buku dan teh yang sudah tinggal setengah. Akhir-akhir ini mumy juga punya habit baru. Habit yang mumy dapat dari mengadopsi salah satu habit karakter fiksi di n****+ kesukaan mumy yang mengatakan kalo setiap manusia butuh me time ... Itu yang kini menginspirasi mumy duduk berlama-lama di ruang tengah setelah semua perkerjaannya beres. “Tugas jadi ibu rumah tangga itu berat makanya mumy butuh yang namanya me time demi menjaga kewarasan dalam menghadapi segudang masalah dan anak-anak yang lucu macam kalian berdua.” Kata mumy waktu itu setelah melihat bang Gino yang malah ketiduran di meja makan saat makan malam dan aku yang lagi fokus makan nasi dengan tiga jari, biar tetap slay ... “Mumy, Lala back ....” imbauku penuh semangat, lupa tips awal yang Leni berikan. Pertama, harus terlihat serius. Aku berdeham pelan setelah ingat itu, beruntung mumy belum menoleh dan aku kembali melanjutkan sisa jalan dengan langkah pelan dan penuh perhitungan rumus matematika. “Mumy, ada sesuatu yang ingin Lala tanyakan. Sesuatu yang sangat-sangat penting.” Mata Mumy terangkat sejenak, sebelum kembali turun menatap deretan huruf di buku. “Apa ? Mumy harap kali ini memang benar-benar ‘penting’.” Mumy membuat tanda kutip dengan dua tangannya diakhir kalimat. Aku tertawa kecil, mumy terlihat sangat lucu saat melakukan itu, meski aku tidak tahu apa artinya, tapi dari suara mumy sepertinya mumy terdengar sangat optimis. Tips pertama dari Leni berhasil. “Menulut Mumy ....” Mataku berpindah pada sofa di sebelah mumy. Mumy nampak menunggu dengan sabar. Tips kedua dari Leni, beri jeda agar memancing rasa penasaran lawan bicara. Semakin besar rasa penasaran, semakin orang akan fokus pada apa yang di sampaikan. Setelah duduk nyaman di sebelah mumy, aku baru melanjutkan kalimatku. “Lingkungan belpengaluh telhadap kalaktel seolang anak?” Alis mumy langsung beraksi. “Masyallah anak mumy udah mulai rajin belajar,” seru mumy sembari mencubit gemas pipi cabiku. Jika tidak dalam misi penting, aku sudah pasti lamgsung gelantungan manja di lengan mumy. “Gak sia-sia tiap malam mumy ruqiya biar kamu gak ketempelan jin malas ....” Mumy bergumam. “Eh, “Masyallah anak mumy udah mulai rajin belajar,” seru mumy sembari mencubit gemas pipi cabiku, aah ... bisa-bisa runtuh nih wajah seriusku. “Gak sia-sia tiap malam mumy ruqiya biar kamu gak ketempelan jin malas ....” “Selius, mum?” kini gantuan alisku yang terangkat dua-duanya, kompak. “Opps, mumy keceplosan ....” sesal mumy. “Iya sayang, maaf ya mumy gak ngomong-ngomong dulu. Kamu gak marah sama mumy, kan?” “Gak sih mum ...” Aku menggeleng cepat. “Tapi lain kali Lala bisa request gak sebelum mumy ruqiyah?” “Request ?” kening mumy berkerut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN