"Ta, Hallo?” Jemari sita menghapus air mata yang keluar dari sudut mata, sita berdehem hanya untuk menetralkan suaranya agar tidak diketahui mama bahwa ia menangis. "Ya ma, sita masih jam kerja nanti sita telepon lagi kalau sudah pulang, ya?" sita tidak akan sanggup menutupi kesedihan dan kekecewaan pada dirinya jika masih berbincang dengan mamanya "Ya sudah, kamu jaga kesehatan." Sita meletakkan ponselnya di meja, sikunya menopang wajahnya, memejamkan mata dan telapak kedua telapak tangannya menutup wajahnya. Arsya, pria itu berhasil masuk jauh ke dalam hidupnya. Perlahan tubuh sita bergetar seiring keluar suara lirih, begitu pilu. Ini terlalu menyesakkan untuknya, dia mulai memiliki rasa itu pada Arsya. Namun, jauh diatas itu dia lebih mencintai putranya. Sita begitu terlarut d