7. Mengintaimu — Stalking You

1946 Kata
"Apa yang perlu dipelajari dari rantai pemangsa teratas alam liar? Yup! Predator paling berbahaya adalah yang luar biasa sabar ketika berburu. Kamu tidak akan pernah tahu kapan dia akan bergerak untuk menerkammu." ZEKRION A. LAITH ⠀ Fian Bohemian Cafè — Syallica Live Streaming ⠀ "Yo, Guys! Ada yang kangen sama gue? Nggak ada? Ada dong! Berhubung kita semua lagi hang out di Fian Bohemian Cafe, again .... Yup! Bener! Buat ke sekian kalinya ...." — kamera menyorot — "di sini udah pada ngumpul sobat gorgeous gue, Ceisya Reyes, Aqila Queen dan ... itu! Orang tenar yang sok-sok an nutupin muka, tolong yah ..., kita lagi Live Streaming!" Cekikikan. "YouTobest kloning yang mukanya hasil copy-paste alias salin-tempel, Harzel dan Rayel, uwooow ...! Jangan lupa subscribe, like, comment dan share channel mereka 'DTwins Adventure'! Haha ... karena di sanalah kalian bisa lihat muka garong si kembar sepuasnya. Di Instalkgram, jangan harap. Nggak bakalan ada foto mereka, guys. Jadi beruntunglah yang nonton streaming gue kali ini. Nah, di sebelah mereka, temen hunting wisata misterius dan sarang demit. Ada Fian, Kenji, Hendra, dan ... jurnalis beken kita, yang cakep yang unyu, yang diidolain ciwi-ciwi, yang senang fotografi tapi nggak pernah mau motret gue ... please, dech ... loe ngeselin, Mo!" "Jangan salahin dia. Kameranya sama kayak kamera gue. Cuma khusus buat capture makhluk gaib. Kecuali kalau loe berubah jadi kuyang^," Kenji ketawa ngakak. "Sialan!" Lempar tissue toilet ke Kenji — yang kena Hendra! Kasihan. Jangan heran, tissue toilet memang ada hampir di seluruh cafè di Indonesia. Sungguh kearifan lokal yang cetar membahana. "By the way, next time^^, boleh gue ikut petualangan kalian?" Harzel berjengit. "Nope! Nggak ada kuota buat cewek menye-menye!" "Tega bener loe. Ikut, yak? Liburan kemarin Qila boleh ikut ...." Nemplok di lengan Harzel. Lica ngasih mata meong pelebur sukma. "Nggak mempan mata meong loe! Qila beda, nggak manja kayak loe!" Harzel mengibas tangan Lica. Lica seketika mengerucutkan bibirnya. Menoleh ke arah Rayel. "Kagak!" tandas Rayel cepat. "Syallan! Heran, kenapa bisa gue punya sodara kayak kalian berdua! Belagu!" Lica cemberut. Kembali menatap ke layar kamera ponselnya. "Well, guys, kita semua, khususnya Mo ini jarang banget ngumpul. Terima kasih Mo, sudah gabung Anak Gesrek kali ini. Terima kasih juga gara-gara kalian semua, sohib kecayangan gue, Reiyani Syallica, ciwi paling hits di seantero Kampus ...," — Huuuuu ..., "... Intinya Live Streaming gue rame gara-gara kalian! Buat yang lagi nonton, jangan lupa mampir ke Fian Bohemian Cafè, tempat paling cozy buat ngumpul." "Endorse terooooss!" Rayel terbahak. "Heh ... gue dibayar yah!" ⠀ Laith Gallery House ⠀ Zekrion, menatap serius ke arah layar ponselnya. Seperti dugaannya. Biasanya setelah Live Streaming Ceisya atau Aqila, pasti akan disusul oleh Syallica. Rion memang menggunakan akun palsu untuk memantau Ceisya dan teman-temannya. Isi akunnya hanya berupa gambar-gambar desain horror atau karikatur satire. Jelas tidak ada identitas atau foto profile dirinya di sana. Rion bebas melihat mereka tanpa dicurigai. Toh ketiganya memang punya banyak fans. Netra cokelat itu menyipit tajam saat melihat sosok Ceisya yang duduk diapit Rayel dan pria bernama Mo. Berani-beraninya si Mo itu menyentuh jemari Ceisya. Dan Rayel, dia juga ikut mengusap-usap kepala Ceisya. Gadis itu malah tertawa! Kenapa Ceisya begitu mudah disentuh?! Rion menggigit bibir geram. Ingin rasanya ia menembak kepala kedua pria tadi! Jemarinya langsung mengetik komentar di Live Streaming itu. Ini pertama kalinya ia merespon siaran langsung Syallica. ⠀ Matanya mendelik bengis saat sesorang tiba-tiba menyentuh lengannya. Tanpa sengaja tangannya yang ternyata masih menggenggam pisau ukir, mengenai jemari seseorang tadi. Sial! Ck! Rion lupa, masih ada Zicho di sini. Bocah remaja itu mengaduh, meringis saat melihat jemarinya yang tersayat dan darah yang menetesi permukaan meja granit. Dengan sigap, Rion segera mencopot earphone dari kupingnya, menyembunyikan ponselnya. Tentunya ia tidak ingin Zicho tahu kalau ia sedang menonton Live Streaming teman Kakaknya. Zicho cukup tahu bahwa Rion bernama Adhi, orang yang banyak menolongnya dan mengajarinya mengukir. Pria asing yang tidak berbahaya dan tidak mengenal keluarga bocah itu sama sekali. Ck! Tidak berbahaya apanya. Dia baru saja melukai bocah itu! batin Rion sambil melangkah cepat ke lemari di mana kotak P3K tersimpan. Membawanya ke hadapan Zicho. "Sorry, aku tidak sengaja. Perih?" tanya Rion saat ia membersihkan luka Zicho dengan larutan antiseptik. Zicho menggeleng. Rion melanjutkan menekan-nekan luka tadi untuk menghentikan pendarahan. Meski pisau ukir miliknya bersih dan tidak karatan, tetap saja penting melakukan hal ini. Jangan sampai mengakibatkan infeksi pada bocah ini. "Sir, apa Anda baik-baik saja?" Alis Rion bertaut. "Aku? Kenapa? Kamu yang tidak baik-baik saja." "Tadi wajah Anda memerah dan tangan Anda mengepal kuat," tunjuk Zicho pada jemari Rion yang sedang mengoles salep, kemudian membebat jarinya dengan perban. "Apa Anda sedang bad mood?" Rion berdehem, berusaha menetralkan aura mukanya. "Aku baik-baik saja, Bocah Dewasa," tukasnya sambil mengusap-usap rambut hitam berkilau Zicho dan membereskan kembali barang-barang P3K tadi. Dalam hati Rion berpikir, siapa sebenarnya Ibu anak ini? Yang ia tahu, Ceisya dan Adam Reyes punya rambut berwarna brunette. Ia yakin, Ibunya Zicho pasti asli wanita pribumi. Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam benaknya. Dengan cepat ia menghentikan Zicho yang hampir menghapus noda darah di meja dengan tissue. "Biarkan saja. Aku yang akan bereskan nanti," tukas Rion. Zicho mengangguk patuh, menaruh tissue tadi kembali. Mungkin sebaiknya ia kembali ke Panti. Suasana hati Tuan Adhi tampak buruk saat ini, pikir Zicho lagi. "Sir, sepertinya aku kesorean. Boleh aku pulang? Nanti Ibu Panti mencariku." Rion melirik arloji di pergelangan tangannya. Memang sudah sore rupanya. "Okay. Kamu sudah bereskan peralatanmu?" "Sudah," ucap Zicho. "Uhm ... kapan Anda akan pergi ke luar negeri?" tanya Zicho lagi. "Mungkin dalam bulan ini atau awal bulan depan." "Apa Anda punya waktu untuk mengajari aku lagi menjelang Anda pergi?" Rion berpikir sejenak. "Tidak. Aku sangat sibuk mendekati hari itu. Tapi kalau kamu butuh bimbingan, kamu bisa meminta Pak Iskandar untuk mengajarimu." Zicho mengangguk. Ia menatap Rion ragu-ragu. "Kenapa? Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan?" Bocah remaja itu masih terdiam. "Katakan saja, Zicho. Bukannya aku Kakak Iparmu?" Seketika senyum terukir di wajah Zicho. Raut wajahnya kembali ceria. Sungguh lugu sekali, batin Rion. Maafkan aku harus tega melukai kepercayaanmu nanti. "Maaf kalau aku terlalu banyak meminta. Boleh aku datang ke sini lagi untuk mengerjakan project-ku, walaupun Anda sedang tidak di sini? Peralatan di tempat ini sangat lengkap dan aku bisa melihat karya-karya Anda secara langsung. Jadi, aku bisa belajar lebih baik." Rion tersenyum. "Kamu cuma mau menanyakan itu? Kenapa harus ragu-ragu, hum?" Zicho menggaruk tengkuknya. "Datanglah kapanpun semaumu. Tapi jangan mengajak siapa pun. Gunakan peralatan apa pun yang kamu ingin di sini. Aku akan berpesan pada penjaga Gallery untuk membantumu. Kamu bisa gunakan semua bahan dan alat di ruang perlengkapan. Minta kunci ruangannya pada Pak Beben. Dan kalau ada yang kurang, kamu bisa minta Pak Beben untuk beli. Tidak perlu kasih uang padanya. Semua sudah aku atur." Bocah itu terlihat lega. "Anything else?" ^^^ Zicho menggeleng cepat. Dengan spontan dia menarik tangan Rion. Mengecup punggung tangan Rion. "Terima kasih, Sir. Anda sangat baik. Semoga Tuhan memudahkan semua urusan Anda." Rion tersenyum tipis, mengangguk. "Aamiin." Matanya terus memandangi punggung remaja polos tadi hingga menghilang. Tawa Zekrion terlepas. Memantul-mantul di ruangan yang begitu luas itu. Tempat yang memang ia rencanakan sejak lama untuk menjebak Zicho. Ia tanpa sengaja tahu dari Nates bahwa Zicho punya minat mengukir. Anak itu belajar dari Raoul Reinhardt dan sering membantu mengerjakan frame untuk sulaman karya Nyonya Daniyal Ricci yang baru. Jadi, Rion yang untungnya sudah sejak lama suka mengukir atau memahat mengambil peluang itu. "Betul ucapanmu barusan, Bocah. Tuhan memang sudah melancarkan semuanya untukku. Terima kasih atas doanya." Rion tertawa sinis. "Maaf kalau aku akan segera menghancurkan keluargamu. Termasuk Kakakmu tersayang." Tawa di wajah Rion menghilang. Matanya memandang sinis tetesan darah di meja dan foto Ceisya yang baru saja di-posting, sedang tertawa di antara Rayel dan Mo. "Jalang murahan! Kamu sama saja seperti Ayahmu!" Rion berdecak, menyeringai sinis. "Adam Reyes, putramu sudah di tanganku. Sebentar lagi giliran putri kesayanganmu!" ⠀ Fian Bohemian Cafè ⠀ Ceisya melambai ke kamera. Sejenak ia memperhatikan Lica yang tengah Live Streaming di Instalkgram-nya. Merasa agak iri dengan keberuntungan Lica. Sahabatnya itu begitu ceria. Entah karena dibesarkan dalam keluarga yang damai dan penuh cinta kasih. Kedua orang tuanya selalu tampak mesra tanpa rekayasa. Lica juga punya Kakak lelaki dan adik wanita yang bisa diajak bercerita serta bercanda begitu pulang ke rumah. Sungguh sempurna. Jauh berbeda dengan keluarganya. Huff! Ceisya mendesah lelah. "Hey ..., loe kenapa?" Rayel menyenggol bahu Ceisya. "Baper karena putus sama cowok lemah kayak Andra?" "Turut berduka cita, ya," Mo menggenggam jemari Ceisya. Mereka berdua tergelak bersamaan. Dasar temen nggak ada akhlak! Ceisya mencubit kedua pria yang duduk di sebelahnya. Membuat mereka meringis kesakitan. "Ngapain loe pikirin, sih! Sebelumnya 'kan udah gue bilangin, Andra itu dilihat dari jauh aja udah kelihatan lemah. Gemulai tak berdaya. Meleyot," Rayel menggosok-gosok kepala Ceisya gemas. "Lagian loe juga sih miara incubus^^^^. Nggak punya cowok 'kan loe," Rayel tergelak. "Tapi nggak apa-apa, ada gue kalau loe nggak ada jodohnya." Mo terbahak. "Njir, loe di alusin, Sya! Tolak! Tolak!" "Busyet, dah! Baru juga gue mulai." "Gombalan purba. Kurang baca n****+ dewasa loe!" "Belagu! Kayak sok iye aja, loe! Punya cewek pun kagak!" omel Rayel pada Mo. Ceisya terkikik geli. Berada di antara sahabat-sahabatnya ini selalu berhasil membuat semua masalahnya jadi terlupakan. Ia tahu Rayel hanya bercanda ketika merayunya. Pria itu sudah punya pacar saat ini. Jadi Ceisya anggap Rayel hanya sedang berusaha menghiburnya. Rayel, Harzel dan Mo sebenarnya adalah Kakak senior Ceisya di kampus. Mereka dekat karena Rayel dan Harzel adalah sepupu dari Lica. Ibu mereka sama-sama keturunan Arab-Jawa. Sedangkan Mo dan yang lain adalah teman-teman si kembar. Jadi karena mereka sama-sama seru saat bercerita, mereka jadi akrab dan sering ngumpul bersama. ⠀ "... Buat yang lagi nonton, jangan lupa mampir ke Fian Bohemian Cafè, tempat paling cozy buat ngumpul," Lica mengedip ceria. "Endorse terooooss!" Rayel terbahak. "Heh ... gue dibayar yah!" Lica menutup Live Streaming-nya dan menjitak Rayel. Mengusir pria itu untuk pindah ke bangku lain. Sekarang Lica lah yang duduk di bangku yang diduduki Rayel tadi. Pria itu hanya bisa pasrah sambil mengomel duduk di dekat kembarannya. "Bebz, loe ikut 'kan study tour ke ZALCorp?" cetus Lica pada Ceisya dan Aqila. Aqila menengadah dari ponselnya. "Ya, ikutlah." "Loe gimana, Ceis?" "Ikut kok. 'Kan rugi banget kalau nggak ikut." "ZALCorp, ya?" sambar Harzel. "Enak bener anak Seni Rupa dan Desain, bisa study tour di kantor keren kayak gitu. Lah gue, balik lagi ke Tigre," ucapnya kecewa. Rayel mendengus. "Siapa suruh masuk managemen!" kekehnya. "Lah, PT. Tigre King 'kan bagus," sahut Fian. "Gue malah pengen magang di situ rencananya." "Jangan! Bosnya sadis!" "Lah 'kan Mas loe!" Mo tergelak kencang. Yang lain ikutan tertawa. "Whoa, itu perusahaan keluarga loe, ya?" Fian ikut tergelak. "Gue lupa, njir!" "Nggak usah dibahas. Nates bikin gue kesel selama study tour dulu," ketus Harzel. "Kenapa? Disiksa sama abang loe, ya?" Kenji terkekeh geli. "Talk to my hand!" balas Harzel sebal. "By the way, ZALCorp bukannya perusahaannya Zeek, ya?" tukas Rayel lagi. "Yoi! Wahai para cewek-cewek pas ketemu dia tolong hatinya dijaga ya. Bosnya cakep, damage-nya super, arogannya 11-12 sama Nates, Kakak gue. Sinis dan dinginnya kayak Mase gue Daniyal sebelum dijinakin Mbak Chana. Garangnya kayak Neil, kakak ke tiga gue." "Kayaknya review keluarga loe pada nggak bener semua," Aqila ketawa lemas. "Beneran ini .... Hati-hati aja," Harzel cengengesan. "Gue malah pengen mangang atau ngajuin skripsi di perusahaan bokap loe, Sya. Perusahaannya keren banget. Abang gue kerja di kantor bokap loe," seru Hendra riang. Ceisya hanya tersenyum mendengar celotehan mereka. Perusahaan Daddy-nya membuat Ceisya teringat dengan masalah keluarganya kembali. Perusahaan itu sekarang sedang mengalami penurunan omzet. Bukan cuma itu, bakal terancam collaps. Hampir setiap hari Mommy dan Daddy bertengkar di rumah. Ceisya mendesah lelah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN