25. Jawaban Dari Alam

1947 Kata
Keesokan paginya, Dery bangun tidur agak dalam keadaan terkejut. Bagaimana tidak, ia dan Zora ternyata masih dalam posisi semalam, berbaring bersisian di atas tikar yang ukurannya tidak lebar-lebar amat. Ia pun meringkuk ke arah Zora, nyaris menenggelamkan wajahnya di pundak perempuan itu. Makanya Dery kaget, sebab bangun-bangun, ia langsung disuguhkan oleh wajah Zora yang sedang terlelap. Dery tidak ingat kapan mereka tertidur. Yang terakhir diingatnya tentang tadi malam adalah dirinya yang menawarkan diri untuk memberi Zora makan. Entah berapa banyak energi yang sudah Zora serap hingga Dery bisa tertidur tanpa sadar. Dery sendiri agak heran kenapa Zora juga bisa ikut tidur. Tapi sepertinya, vampire juga bisa lelah dan butuh tidur, walau mungkin saja mereka hanya tidur sebulan sekali atau bisa lebih dari itu. Berada begitu dengan Zora tentu saja bukan sesuatu yang Dery inginkan. Ia justru tidak suka karena dirinya jadi salah tingkah abis. Terlebih lagi, Zora yang sedang tidur jadi terlihat lebih manusiawi karena sepasang mata sewarna peraknya itu tidak kelihatan. Yah...rupa Zora seperti manusia pada umumnya lah. Cantik, manis, anggun...Dery sampai deg-degan sendiri. "Bener-bener nggak beres," keluh Dery. Ia sampai menepuk-nepuk keras wajahnya supaya sadar, tidak seharusnya ia merasa begitu karena makhluk menyeramkan bernama vampire. Tidak ingin berlama-lama berada di dekat Zora, Dery pun bangkit. Secara mengejutkan, rasa sakit di tubuhnya sudah jauh lebih berkurang dibanding kemarin. Bahkan, ia tidak perlu lagi terlalu hati-hati ketika ingin merubah posisi dari berbaring jadi duduk, karena memang rasanya sudah tidak sakit dan yang tertinggal hanya rasa pegalnya saja. Karena insting tajam seorang vampire, Zora langsung terbangun karena mendengar gerakan yang ditimbulkan oleh Dery. Ia bahkan langsung terduduk dan terlihat tidak terkejut. "Sudah berapa lama aku tertidur?!" Tanyanya dengan suara yang terdengar panik. Tidak menyangka karena dirinya bisa ketiduran hingga pagi. Dery mencibir dan menjawab sewot, "Menekete!" Lalu, ia bergerak menuju pintu belakang pondok, persisnya ke arah sumur yang ada di sana. Dery mau buang air kecil. Dan di pondok yang letaknya di tengah hutan ini, tidak ada yang namanya kamar mandi. Hanya ada sumur itu dan sepetak jamban yang diberi sekat oleh kain jarik tidak jauh dari sumur itu. Dery terlebih dahulu mengambil air dari sumur untuk membasuh wajah dan untuk keperluannya cebok nanti. Enggak, Dery nggak akan buang air besar. Pupinya tidak akan bisa keluar jika dirinya tidak menggunakan toilet yang bersih dan nyaman. Kemungkinan besar, selama beberapa hari ke depan ia tidak akan bisa buang air besar. Jadi, Dery hanya akan buang air kecil di sana. Begitu selesai dengan panggilan alamnya, ia kembali ke pondok dan melihat Zora sudah tidak ada lagi di dalam. Jadi, Dery terlebih dahulu mencari makanan yang bisa digunakannya untuk sarapan dari dalam tasnya. Ia mengambil sebungkus roti bantal isi cokelat. Terlalu malas untuk memasak mie instan atau bubur instan, sehingga memilih yang jauh lebih praktis. Karena matahari sudah bersinar terang benderang, jadi Dery sudah tidak takut lagi untuk keluar. Walaupun ia masih bisa melihat banyak hal di luar, namun Dery tidak merasa takut lagi. Saat siang hari, para hantu gunung itu tidak akan bisa apa-apa. Mereka hanya kuat ketika malam hari. Dery mendapati Zora yang sudah duduk bersila di bale bambu yang ada di depan pondok. Ia menoleh ketika Dery keluar dari pondok dan ikut duduk di sebelahnya. Ia agak kaget ketika Dery yang baru saja membuka bungkusan roti bantalnya, mengambil sepotong roti itu dan menyondorkannya pada Zora. Sebalah alis Zora terangkat. Ia melirik Dery dan roti di tangan laki-laki itu secara bergantian. "Aku tidak makan itu," katanya. "Ah elah, coba aje dulu." Dery meraih tangan Zora dan meletakkan roti itu di telapak tangannya. "Kayaknya karena menyerap energi gue, jiwa gue jadi ngikut dikit ke elo. Buktinya lo jadi tidur kan, karena gue doyan molor hehehe. Siapa tau, lo juga jadi suka sama makanan yang gue suka juga." Zora menggelengkan kepala. "Bukan seperti itu kinerjanya. Aku semalam tertidur hanya karena terlalu lelah, bukan karena jadi mirip kamu." Dery berdecak. "Yaudah sih, tinggal makan aja apa susahnya? Itung-itung biar gue kagak makan sendirian. Lo juga bukan anjing yang bisa metong karena makan cokelat, kan?" Zora tidak menjawab dan hanya memandangi sepotong roti yang kini ada di tangannya. Menatap makanan yang disukai Dery itu seperti menatap benda aneh yang menjijikkan. "Apa perlu gue suapin, Zor?" "Tidak." "Yaudeh, makan. Buruan." Menuruti kata Dery, Zora menggigit roti itu. Di saat Zora baru makan satu gigitan, Dery sudah makan satu potong. Maklum lah, namanya juga lakik. Mau makanannya sebesar apapun, pasti bakal masuk juga ke mulutnya. "Gimana? Enak, kan?" Tanya Dery. "Biasa aja," jawab Zora. "Sudah kubilang kan, vampire tidak terlalu suka makanan manusia karena bagi kami rasanya biasa aja." "Liat aja, entar gue cariin makanan manusia yang bakal bikin lo tergila-gila." Zora hanya mengedikkan bahu meresponnya. Dery pun memerhatikan Zora yang makan dalam diam dan tidak bisa menahan senyum gelinya ketika melihat ada noda cokelat di sudut bibirnya. Refleks, Dery menghapus noda cokelat itu dengan ibu jarinya, dan memakan sisa noda cokelat tersebut. Habis melakukannya, Dery jadi kaget dan salah tingkah sendiri. Kenapa gue jadi bersikap kayak pacar Zora gini dah? Pikirnya. Zora tertawa tiba-tiba. "Napa lo ketawa?" Zora menggelengkan kepala, tapi ia menggigit bibirnya dan berusaha keras untuk menahan geli. Awalnya, Dery hanya menganggap Zora aneh, tapi tiba-tiba saja ia terpikirkan sesuatu yang terjadi sebelum dirinya pingsan malam itu. Zora yang bisa tahu apa yang ada di pikiran Dery, tanpa Dery mengatakan apapun padanya. Mata Dery langsung terbelalak kaget. "ZORA, LO BISA BACA PIKIRAN YA?!" Serunya heboh. Tiba-tiba sekali, Zora sampai terlonjak karena terkejut. "ANJER, KEMARIN KATANYA LO NGGAK BISA?" Zora meringis. "Maaf..." gumamnya. "Aku tidak pernah bilang tidak bisa baca pikiran. Aku hanya bilang jika orang tuaku bisa melakukannya, tanpa menjawab pertanyaanmu tentangku. Aku tidak mau membuatmu tidak nyaman jika tahu aku bisa membaca pikiranmu." Dery langsung memegangi kepalanya dan menatap horror Zora. Ia panik sendiri karena takut Zora mengetahui pikirannya yang aneh-aneh. "Tenang saja, Dery. Aku tidak selalu membaca pikiranmu kok. Aku masih bisa mengontrol diri untuk melakukannya atau tidak. Tapi, terkadang pikiranmu terbaca secara tidak sengaja." Dery langsung menggeser duduknya jadi lebih jauh dari Zora. "Kalau gitu, gue nggak mau dekat-dekat sama lo lagi! Jangan pernah baca pikiran gue lagi ya, Zor! Gue nggak sukaaaaa!" Soalnya, Dery malu. Sebab yang paling sering muncul di pikiran Dery tentang Zora adalah cantik, cantik, cantik, cantik, cantik bangeeeettttt. Mau ditaruh di mana mukanya kalau Zora mengetahui itu ada di pikiran Dery? Di luar dugaan Dery, Zora justru tersenyum. Tapi...senyumnya kelihatan sedih. "Kamu tenang aja," ujarnya. "Nggak lama lagi, aku nggak akan ada di dekatmu kok." Dery mengernyit. Agak merasa bersalah karena takut Zora jadi tersinggung karena perkataannya tadi. "Maksud lo apa?" Tanyanya bingung. Zora terlebih dahulu melengos sebelum ia menjawab, "Setelah Mbah Sugeng kembali dan memberitahuku bagaimana cara menghentikan Javon, kita akan berpisah di sini. Aku akan menangani sisanya sendiri, dan kamu...bisa kembali pulang. Sesuai kesepakatan kita." Dery tertegun, kemudian jadi tidak bisa bergerak sama sekali ketika Zora mendekat untuk memberi satu kecupan sekilas di pipinya. "Terima kasih untuk semua pertolonganmu, Dery. Aku tidak akan pernah melupakan itu." Dery pun tersadar, hari ini kemungkinan besar akan jadi hari terakhir dirinya bisa melihat Zora. *** Gara-gara percakapannya dan Zora tadi pagi, entah kenapa situasi di antara Dery dan Zora jadi canggung. Mungkin karena sadar jika mereka akan berpisah, karena itu rasanya jadi aneh. Sebenarnya, Dery sih yang merasa aneh. Dirinya sendiri tidak mengerti kenapa merasa begitu. Padahal, dari awal memang dirinya sudah berniat hanya akan mengantarkan Zora pada Mbah Sugeng saja. Setelahnya, ia tidak mau terlibat karena tidak ingin membahayakan dirinya. Tapi, jika dipikir-pikir lagi harus berpisah di sini dan membiarkan Zora sendiri yang berjuang untuk menyelesaikan semuanya, Dery jadi merasa begitu janggal. Mungkin karena ia tidak yakin Zora bisa menyelesaikan semuanya sendirian, atau mungkin juga karena Dery ingin membantu Zora. Tapi, memangnya Dery bisa bantu apa? Dia saja lansung KO hanya dalam sekali banting oleh Rowena. Baru Rowena yang katanya anak buah kepercayaan Javon dan yang paling kuat. Bagaimana jika nantinya ia diserang oleh Javon langsung? Mungkin Dery akan langsung mati hanya karena menatap matanya. Sepanjang siang, Dery jadi menjaga jarak dari Zora. Di saat Zora menghabiskan waktunya di teras pondok, Dery justru berduaan dengan Blacky di dalam pondok dan berpikir. Mereka duduk bersebelahan. Dery bisa melihat jika Blacky terus memandanginya dan terlihat curiga. Walau Blacky tidak bisa bicara, tapi Dery mengerti maksud tatapan makhluk itu. "Enggak, Blacky. Lo jangan salah paham sama gue," keluh Dery. "Gue bingung karena gue merasa situasinya belum pasti aja. Kalau dia nanti gue tinggal sendiri, belum tentu dia bisa ngalahin Javon. Dan akhirnya, manusia masih dalam bahaya juga. Blacky mendengus. "Iya, emang kalau gue ikut juga belum tentu bisa bantu apa-apa. Tapi setidaknya gue bisa kasih bantu mikirin solusi." Blacky mendengus lagi. "Gue bukannya suka sama dia ya! Lo jangan sembarangan!" Kali ini Blacky menggeram. "Jangan menuduh gue bohong," sungut Dery. "Kalau gue sama Zora juga nggak akan direstuin sama Engkong. Tau sendiri, Engkong orangnya super pemilih, termasuk dalam hal pasangan gue. Mana mau dia punya cucu mantu vampire." Blacky mengangguk setuju. Mengingat Engkong membuat Dery mengambil ponselnya. Layar ponsel Dery sudah retak di beberapa sisi akibat kejadian dirinya dibanting oleh Rowena. Daya baterainya sudah hampir habis karena di sini tidak ada akses untuk mengisi daya baterainya. Karena di tengah hutan, ponselnya juga tidak dapat sinyal sama sekali. Dery pun jadi tidak bisa menghubungi Engkong, dan tidak pula bisa mencari berita terkini mengenai yang terjadi di kota sekarang. Padahal, Dery sangat penasaran dengan perkembangan yang ada. Apakah ada korban yang bertambah dan sebagainya. Jujur saja, ia juga agak khawatir dengan Engkong. Dibanding khawatir akan dimarahi dan tidak dianggap sebagai keluarga lagi, Dery lebih takut Engkong kenapa-napa. Ia juga takut kalau pasukan Javon bisa saja mendatangi Engkong karena Dery sudah terlibat untuk melindungi Zora. Tapi...itu tidak akan terjadi, kan? Bagaimana pula caranya mereka bisa tahu siapa Dery dan dimana Dery tinggal? Iya, itu mustahil. Dan iya, Dery berpikir seperti ini hanya untuk membuat dirinya lebih tenang dan merasa lebih baik. Yang dikatakan oleh Zora memang benar. Setelah Mbah Sugeng kembali nanti dan memberitahu jawabannya, mereka memang harus berpisah. Zora menyelesaikan misinya, sementara Dery kembali pada Engkong untuk terus menjaganya. Walau agak sedih, tapi...mereka memang harus berpisah. Entah dimana Dery bisa melihat perempuan secantik Zora lagi. Dengusan Blacky kembali terdengar dan Dery mendelik padanya. "Kenapa sih nggak suka amat? Gue tuh mikir jujur ya!" Dery bersidekap dan melengos. Nyebelin banget tuh dedemit satu. Rasanya pengin Dery sentil, tapi nanti dia ngambek, dan nggak mau jadi partner kerja Dery lagi. Baru saja Dery mau berbaring di tikar untuk tidur siang karena bosan menunggu Mbah Sugeng yang tak kunjung kembali, ketika tiba-tiba saja terdengar seruan Zora yang memanggil namanya. Spontan, Dery berjalan keluar pondok, dan melihat Mbah Sugeng sudah kembali dalam keadaan tergopoh-gopoh. Dery nyengir lebar melihat Mbah Sugeng. Walau sudah hampir dua hari berada di pondoknya, namun Dery baru melihat Mbah Sugeng lagi sekarang. Namun, cengiran Dery itu langsung luntur ketika ia sadar betapa pucatnya Mbah Sugeng sekarang, dan peluh sebesar biji jagung membasahi wajahnya. Mbah Sugeng terlihat terengah. Ketika beliau tidak bisa menopang tubuhnya lagi dan nyaris jatuh ke tanah, dengan gesit Zora dan Dery langsung menangkapnya. "Alam...sudah...menjawab..." ujar Mbah Sugeng terbata. "Kalian...harus cepat pergi...dari sini..." Dery panik. "Mbah kenapa? Mbah sakit ya? Apa jangan-jangan ada yang menyerang Mbah di perjalanan pulang?" Zora juga sama paniknya dengan Dery, dan langsung awas dengan keadaan sekitar. Meski pondok ini dilindungi oleh perisai tak kasat mata, bukan berarti keselamatan mereka seratus persen terjamin di sini. Mbah Sugeng mulai batuk-batuk keras dan napasnya semakin terengah. Dengan sisa kekuatannya, ia kembali berujar, "Gunung Lawu...Pasar Setann...keris Upas Ala..." Usai mengatakan itu, Mbah Sugeng memuntahkan darah, dan tidak sadarkan diri. Mereka sudah mendapat jawaban dari alam. Namun, tidak ada yang senang sama sekali dengan jawaban tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN