"Sepertinya Mbah Sugeng diserang dalam perjalanan pulang ke sini."
Asumsi Zora itu masuk akal, tapi Dery sedang tidak ingin memikirkannya karena hal itu hanya akan membuat kepanikannya bertambah. Dia sudah cukup panik karena melihat Mbah Sugeng yang pulang dalam keadaan lemah, lalu muntah darah, dan pingsan setelah meracaukan sesuatu yang sama sekali tidak mereka mengerti.
Sudah hampir satu jam berlalu dan Mbah Sugeng tak kunjung sadar. Dery sudah membaringkannya di atas tikar tempatnya dibaringkan kemarin. Rasanya benar-benar aneh karena kini keadaan sudah berbalik. Di saat Dery sudah merasa baik-baik saja karena Mbah Sugeng yang membantu mengobatinya dengan cara yang tidak dimengertinya sama sekali, kini justru Mbah Sugeng yang terbaring lemah. Sayangnya, Dery tidak tahu bagaimana caranya untuk balas mengobati Mbah Sugeng. Ia tidak memiliki ilmu atau pun kesaktian seperti yang beliau punya. Ilmu Dery hanya sebatas bisa melihat hantu.
Untuk yang ke sekian kalinya, Dery memeriksa denyut nadi Mbah Sugeng. Perasaannya pun kian gusar ketika dirasanya denyut nadi pria tua itu kian melemah dibandingkan sebelumnya. Itu berarti, kondisi Mbah Sugeng bukannya membaik, tapi justru memburuk.
"Lo inget nggak, Zor, waktu gue sakit kemarin, apa yang Mbah Sugeng minumin ke gue?" Tanya Dery pada Zora.
Kini ia sudah beranjak dari sisi Mbah Sugeng dan berjalan menuju rak kayu tua yang ada di dalam pondok, tempat Mbah Sugeng meletakkan berbagai macam tumbuhan kering, dan peralatan lainnya untuk membuat obat-obatan herbal, yang Dery sendiri tidak mengerti kegunaannya apa.
Dari tempatnya duduk, Zora menggelengkan kepala. "Tumbuhan kering di sana bentuknya sangat mirip antara satu sama lain. Aku tidak tau pasti mana yang Mbah Sugeng gunakan untuk memberimu obat kemarin," jelasnya. "Lagipula, ada jampi-jampi yang dirapalkan oleh Mbah Sugeng pada obatmu. Memangnya kamu tau jampi-jampinya?"
Dery menggelengkan kepala. Ia sama sekali buta dengan yang namanya jampi-jampi. Nama bekennya saja yang DD alias Dery Dukun, padahal aslinya Dery dukun gadungan. Selain bisa melihat hantu dan berkomunikasi dengan mereka, Dery tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Termasuk mengobati orang, ia tidak bisa sama sekali.
Akhirnya, Dery kembali ke sisi Mbah Sugeng. Perasaannya betul-betul campur aduk karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Mbah Sugeng yang kini tidak berdaya. Dery gusar, khawatir, sekaligus sedih. Ia takut kemungkinan terburuk terjadi pada Mbah Sugeng. Dan sungguh, ia tidak mau hal itu terjadi.
Meskipun pertemuannya dan Mbah Sugeng sangat lah singkat, namun Mbah Sugeng sangat berjasa bagi hidup Dery. Beliau yang menolong Dery ketika Dery tersesat di tengah hutan ini, Mbah Sugeng juga lah yang memberikan Blacky untuk menjaga Dery, dan membuat Dery akhirnya menerima kemampuannya yang Mbah Sugeng bilang tidak bisa dihilangkan.
Jika memang Mbah Sugeng diserang, baik itu oleh pasukan Javon, atau oleh siapa pun dalam perjalanannya mencari jawaban, maka Dery akan merasa bersalah seumur hidup. Dia lah yang membawa Zora kemari dan menyuruh Zora untuk meminta bantauan Mbah Sugeng. Andai ia tidak melakukannya, hal buruk pasti tidak akan terjadi pada Mbah Sugeng.
"Apa lo nggak bisa ngelakuin transfer energi ke Mbah Sugeng?"
Akhirnya, hanya itu yang mampu dipikirkan oleh Dery. Jika ia tidak bisa melakukan apa-apa, mungkin Zora bisa. Hanya saja, ia baru menyebutkannya karena tidak bisa membayangkan, bagaimana jika Zora mencium Mbah Sugeng. Rasanya sungguh sangat salah mengingat perbedaan usia di antara mereka.
Untuk menjawab pertanyaan Dery itu, Zora menyentuh tangan Mbah Sugeng. Dan ketika kulit mereka bersentuhan, Dery melihat sesuatu yang mengejutkan terjadi. Kulit Zora langsung melepuh karena menyentuh Mbah Sugeng.
Zora pun menunjukkan kulitnya yang melepuh itu pada Dery. Zora sendiri pernah bilang kalau vampire memiliki kemampuan untuk regenerasi karena hidup mereka yang immortal. Jadi, jika mereka memiliki luka, dengan sendirinya luka itu akan sembuh dalam waktu cepat. Karena itu, sulit untuk membunuh vampire jika tidak menyerang mereka tepat di titik vital. Dery pun sudah pernah menyaksikan sendiri bagaimana luka-luka Zora sembuh dengan mudahnya.
Namun, kulitnya yang melepuh karena menyentuh Mbah Sugeng tidak langsung sembuh dengan sendirinya. Padahal, ukuran luka itu kecil dan hanya ada di tiga jari tangan kanan Zora, namun setelah sekian menit berlalu, tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan sembuh. Mungkin nanti bisa sembuh sendiri, tapi entah kenapa tidak secepat biasanya.
Dery menduga jika hal itu terjadi karena proteksi yang ada pada diri Mbah Sugeng.
"Oke, nggak jadi," ujar Dery kemudian. Membatalkan ide yang sempat terlintas di otaknya. "Bisa-bisa bahaya."
Zora mengangguk setuju. Mereka tidak mau mengambil resiko yang bisa saja berakhir memperburuk keadaan.
"Dery..."
Dari cara Zora menyebut namanya, tiba-tiba saja Dery memiliki perasaan tidak enak. Ia pun hanya melirik Zora tanpa sanggup mengatakan apa-apa.
"Dengan proteksi kuat yang Mbah Sugeng miliki, jika memang vampire yang menyerangnya...aku pikir pelakunya bukan vampire biasa."
Jantung Dery langsung berdetak cepat dengan cara yang tidak menyenangkan.
Dery pun menahan napas ketika Zora lanjut berujar, "Ada kemungkinan...pelakunya Javon sendiri..."
Apa yang diberitahukan Zora padanya sama sekali tidak membantu. Ketakutan Dery semakin bertambah, dan bisa dibilang sudah mencapai batas maksimal. Mendengar nama Javon disebutb berhasil membuat bulu kuduknya meremang. Ia tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi jika nantinya harus berhadapan dengan Javon yang dari cerita Zora saja sudah seseram monster tak berperasaan.
Dery bahkan tidak tahu harus menjawab apa. Sama sekali tidak kepikiran karena yang memenuhi otaknya sekarang hanya takut. Dery pikir, mungkin mereka semua akan mati hari ini. Dan Dery pun langsung memikirkan Engkong. Ia takut kematiannya tidak diketahui sehingga Engkong terus mencari dan tidak tahu harus mencarinya kemana.
Zora yang sebelumnya tenang pun, kini mulai terlihat gusar. Gagasan harus kembali berhadapan dengan Javon turut membuatnya ketakutan.
Ini benar-benar buruk.
Keduanya pun sama-sama tersentak ketika Mbah Sugeng tiba-tiba terbangun dan langsung bangkit dalam posisi duduk.
"Mbah! Ya ampun Mbah ng-"
Dery tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Mbah Sugeng yang sudah terlebih dahulu mencengkeram lengannya erat dan menatap Dery dengan kedua mata membelalak.
"Mereka...datang..." ujar Mbah Sugeng dengan suara serak. "Kalian...pergi...sekarang..."
"Tapi-"
"Mereka datang...pergi sekarang..." Mbah Sugeng mengulangi.
Dery benar-benar panik karena Mbah Sugeng yang tiba-tiba seperti ini, dan lebih panik lagi ketika Zora tiba-tiba berdiri, langsung terlihat waspada dengan keadaan sekitar. Membuktikan bahwa perkataan Mbah Sugeng memang benar, ada yang datang ke arah mereka. Dan siapa pun itu yang datang, Dery sangat yakin jika mereka tidak memiliki tujuan yang baik.
Mbah Sugeng kembali batuk-batuk dan memuntahkan darah. Dery bisa membayangkan sesakit apa d**a pria itu sekarang karena memuntahkan darah sebanyak itu. Dery ingin menyentuh pundak Mbah Sugeng, ingin membantunya, atau melakukan sesuatu agar bisa meringankan rasa sakitnya. Namun, Mbah Sugeng menepis tangan Dery dan menggelengkan kepala.
"Pergi, Dery...jangan pedulikan aku...dan ingat saja apa yang aku katakan pada kalian tadi...karena itu jawaban yang diberikan oleh alam..."
"Kalau kami pergi, terus Mbah gimana?!" Seru Dery khawatir. "Kita nggak mungkin ninggalin Mbah yang sakit di sini sendirian. Terlebih lagi, ada orang-orang jahat yang mau ke sini! Kalau kita pergi, Mbah juga harus ikut pergi!"
Mbah Sugeng menggelengkan kepala. "Dery...ikuti saja kata-kataku...kalian harus pergi sekarang dan aku akan menahan mereka di sini agar mereka tidak tahu kemana kalian pergi."
Dery ingin mendebat lagi, namun suara dentuman besar dari luar pondok dan guncangan yang terasa di luar pondok setelahnya, menghentikan Dery untuk mengatakan apapun.
"Mereka sudah sampai...dan ingin menembus proteksi pondok..." gumam Mbah Sugeng.
Dery tidak mampu berkata apa-apa lagi.
Zora yang sejak tadi sudah waspada pun telah selesai membereskan barang-barang Dery di saat laki-laki itu sibuk berdebat dengan Mbah Sugeng. Setelah suara dentuman dan guncangan di pondok berakhir, Zora yang telah membawa tas Dery di pundaknya pun mengintip keluar dari celah dinding pondok yang berlubang. Ia langsung terkesiap begitu melihat siapa yang sudah ada di luar pondok.
Ketika Zora berbalik untuk menoleh padanya, ekspresi ketakutan Zora sudah cukup untuk membuat Dery menebak siapa yang dilihatnya.
"...Javon?" Tanya Dery tanpa suara.
Kepala Zora terangguk lemah.
Segala macam sumpah serapah pun muncul di dalam pikiran Dery. Mereka benar-benar menghadapi jalan buntu sekarang.
"Kalian...tidak punya banyak waktu lagi sekarang...cepat pergi..."
Dengan sisa kekuatan yang dia miliki, Mbah Sugeng berdiri dan berjalan menuju pelan menuju pintu pondok. Dery ingin menahannya, namun Zora sudah terlebih dahulu menarik Dery dan mencengkeram erat lengannya. Menahan Dery untuk melakukan hal konyol, seperti berlari ke arah Mbah Sugeng.
"MBAH! MBAH SUGENG! MBAH HARUS IKUT PERGI JUGA!" Seru Dery.
Sebelum dirinya sampai di pintu pondok, Mbah Sugeng menolehkan kepala pada Dery. Senyum kecil tersungging di bibirnya dan ia menggelengkan kepala.
"Aku akan melindungi kalian...jadi kalian tidak boleh sampai gagal..."
"MBAH-"
"Selamat tinggal, Dery...aku senang karena bisa mengenalmu..."
Dery ingin berteriak kencang dan memberontak untuk berlari ke arah Mbah Sugeng, namun Zora yang jauh lebih kuat berhasil menahannya hingga Dery tidak bisa kemana-mana.
POP!
Yang terakhir Dery lihat sebelum dirinya dibawa Zora pergi adalah Mbah Sugeng yang menatap lurus pada Blacky, menganggukkan kepala, lalu Blacky ikut menghilang bersama Dery. Meninggalkan Mbah Sugeng yang harus menghadapi sang monster sendirian...untuk melindungi mereka.