Bagian 6

606 Kata
Rahma berdiri di depan rumah Nenek Saj. Ia tersenyum penuh syukur. ia bersyukur karena diberi timpat tinggal. Rumah kayu sederhana dan di depannya terdapat pohon ketapang. Di bawah pohon itu terdapat pula tempat duduk yang lumayan lebar. “Ayo, Ammah, masuk.” Nenek melewati jembatan kecil yang di pasang karena di bawahnya adalah selokan yang cukup besar. Rahma memijakkan kakinya di jembatan kayu itu dan mengikuti sang Nenek. Setelah sampai di depan rumah, sang Nenek mengeluarkan kunci gembok dan membuka pintu. Nenek Saj mengambil gembok itu, lalu ia sematkan ke kancing samping pintu dan menguncinya kembali. “Ayo, masuk. Anggap aja rumah sendiri.” Nenek Saj mempersilakan Rahma masuk. Rahma mengangguk dan tersenyum. Perlahan, ia memasuki rumah itu dan meletakkan keranjang di sampingnya. “Tempatnya nyaman, Nek” Rahma melihat sekeliling. Rumah Nenek Saj tampak kecil tapi rapi dan bersih. “Ada dua kamar di sini, Nak. Kamu bisa pakai kamar di sebelah kamar Nenek. Kamar itu dulunya ditempati cucu Nenek, tapi ia sudah pindah di perumahan. Kamu bisa menempatinya” Rahma tersenyum semringah dan mengangguk. “Terima kasih, Nek, sudah mau memberi Rahma tempat tinggal.” Rahma terharu karena nenek yang notabene bukan siapa-siapa mau memberikannya tempat tinggal. Nenek Saj menghampiri Rahma dan memeluknya. “Kamu gadis yang baik, Nenek yakin itu. Sekarang kamu mandi. Kamar mandinya ada di belakang rumah. Pergilah dan ganti pakaianmu juga. Sepertinya, Nenek punya pakaian untukmu. Pakaian itu pemberian dari warga sekitar. Biasanya, ada warga yang sudah tidak memakai pakaian karena terlalu lama di lemari atau kekecilan, maka mereka akan memberikan pakaian itu pada Nenek.” Nenek Saj pergi menuju lemari usang. Rahma mengikuti Nenek Saj dari belakang. Nenek Saj mencari pakaian untuk Rahma. Setelah menemukannya, Nenek Saj berbalik dan memberikan celana panjang cokelat wanita dan kaus berlengan panjang putih serta pakaian dalam yang tampak masih baru. Mungkin saat mereka mengemasi pakaian ini, tak sengaja pakaian dalamnya terbawa. Rahma mengambil pakaian itu dan melihat Nenek Saj yang kemudian menunjuk pintu belakang menuju sebuah kamar mandi sederhana. Rahma tersenyum sambil mengangguk. Rahma berjalan menuju kamar mandi dan tercengang. Kamar mandi ini memang sederhana, tapi terasa mewah. Rahma sekarang bisa mandi sepuasnya. Menikmati waktu marasakan air pancuran yang membasahi tubuhnya. *** Pagi menyapa. Sinar surya memasuki celah tirai hingga menyilaukan Agra. Ia mulai tersadar. Perlahan, ia membuka mata dan mengerang saat cahaya matahari tepat mengenai matanya. Agra merenggangkan badannya sejenak. Ia menutup mata lagi dan mengatur napas. Agra menoleh ke sisi ranjang di sebelahnya, tetapi di sana kosong. Sontak Agra bangun dan memastikan jika di sampingnya memang tidak ada siapa pun. “Akhh, dia pergi lagi,” kata Agra frustrasi. Agra mengempaskan tubuhnya kembali. “Siapa yang pergi, Beb?” tanya seorang wanita. Agra mengangkat tubuhnya sedikit dan melihat Lenia sedang berada di meja riasnya sedang melepas highheels. “Mau ke mana?” Agra membenarkan posisinya agar leluasa memandang Lenia. Lenia tergagap ia baru saja pulang dari pesta semalam dan Agra mengira dirinya ingin pergi. “Ah ... tidak.” Lenia mendatangi Agra di ranjang. Kakinya tidak sengaja menendang topi usang di lantai. “Len, semalam sangat indah, bukan? Kita bisa menyatukan diri di kamar ini.” Agra membayangkan kejadian semalam. Lenia bingung menanggapi Agra karena dirinya tidak pulang. Namun, siapa pun wanita yang b******a dengn suaminya, Lenia akan sangat berterima kasih. “Ah ... ah iya, Beb,” jawab Lenia setengah grogi. Ia akan pergi. Ia lega karena Agra sudah terpuaskan. “Ah ya, Beb, boleh kan aku ke mall bersama teman-temanku memakai kartu kreditmu?” Arga diam, lalu mengangguk lesu. “Pergilah. Pakai saja credit card sesukamu.” Tidak lama kemudia, Agra kembali tertidur menutup wajahnya dengan bantal. Hari ini, Agra akan beristirahat total dan merenungkan kekecewaannya terhadap Lenia. Bukankah semalam mereka b******a? Kenapa Lenia tampak santai tidak merasa sakit di daerah intimnya? Entahlah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN