8- Mantan Pacar VS Dosen Killer

1329 Kata
Cahaya bersusulan memasuki retina Queeny. Gadis beriris coklat itu mengerjapkan mata. Wajah pertama yang ia lihat adalah wajah pacarnya, Furqon. Cowok itu menampilkan senyum yang sangat kontras dengan ekspresi terakhir yang dilihat Queeny sebelum pingsan. Queeny mengambil posisi untuk duduk. Dia sadar dia berada di atas brankar. Ada seorang perawat sempat menoleh ke arah Queeny dan seorang dokter di ujung brankar. "S-saya kenapa, Dok?" tanya Queeny dengan ekspresi cemas. "Cuma masuk angin, kok. Lain kali jaga kesehatan, ya. Jangan lupa istirahat yang cukup dan minum air putih!" pesan dokter sebelum memperlihatkan senyum terakhirnya dan keluar dari ruangan. Furqon berdehem untuk mengisi kekosongan. Queeny menoleh ke arahnya, tetapi masih dengan ekspresi datar. "A-aku minta maaf," kata Furqon dengan nada tenang. "Bisa nggak, kita baikan?" Queeny menghela napas. Menahan dahinya yang masih terasa cukup pusing. Lalu dia menunduk dalam. Dia lelah bertengkar dengan Furqon. Meskipun dalam lubuk hatinya masih ada rasa benci, dia berusaha menahannya meskipun cuma sementara. "Aku lepas kendali tadi ...," sambung Furqon. "Telat ngumpulin tugas sampai dimarahin Dosen, jadi kebawa emosi. Kamu maafin, 'kan?" Queeny menatap Furqon dengan seksama. Perlahan kepalanya mengangguk. Senyuman kecil terbit di bawah hidungnya membuat Furqon menarik bahu Queeny ke pelukannya. "Mau pulang? Gue anterin." Queeny mengangguk setuju. Keduanya keluar dari klinik. Masuk ke dalam mobil Furqon yang terkena tetesan kecil air hujan. Saat mereka berada di tenagh perjalanan, matahari muncul lagi dari balik awan. Suasana sangat cocok untuk berjalan-jalan. Alih-alih membelok ke arah kostan Queeny, Furqon menghentikan mobilnya di depan sebuah kafe di tengah kota. "Kok kesini?" tanya Queeny sambil melirik barisan huruf bercahaya di depan pintu kafe. "Nggak papa, 'kan? Sebagai permintaan maaf aku." Queeny memperhatikan ketulusan dari ekspresi Furqon dan dia mengangguk setuju. Keduanya masuk ke dalam kafe, tempat anak-anak muda sedang bersendau gurau dengan pasangan mereka. *** Kebersamaan Queeny dan Furqon telah kembali lagi. Seminggu terakhir, mereka lebih sering bersama. Queeny akhirnya membuka blokiran nomor Furqon. Queeny bahkan bercerita dengan bahagia kepada Marlina bahwa Furqon lebih sering memanjakannya daripada sebelumnya. Malam ini belum terlalu larut. Queeny dan Furqon baru saja masuk ke dalam sebuah club, tetapi mereka hanya di sana sekitar lima belas menit lalu kembali ke dalam mobil. Meskipun tidak berada di tengah-tengah club, mereka tetap merasakan suasana club dengan sebotol beer yang Queeny genggam karena suruhan Furqon. "Kan gue udah bilang, minum bisa menghilangkan stree lo!" seru Furqon dari kursi kemudi sambil menjalankan mobilnya dengan santai. Di sampingnya, Queeny sedang bersiul sambil meneguk minuman di tangannya. "Queen!" sapa Furqon saat Queeny terkulai menghadap ke jendela. "Kamu nggak papa, 'kan?" Furqon melirik Queeny dengan seksama. Dia semakin memelankan laju mobil dan menarik bahu Queeny. Gadis itu menghentakkan tubuhnya dan berekspresi menakutkan, sengaja untuk mengejutkan Furqon. Lalu dia tertawa saat melihat rencananya berhasil. Furqon nyaris menampar Queeny karena ekspresinya yang membuatnya terkejut. "Aku kira kamu kenapa-napa." Queeny masih sibuk tertawa. Tawanya agak melantur sampai dia tidak bisa mengendalikannya. "Udah sini minumnya!" Furqon berusaha merai botol beer di tangan Queenny, tetapi gadis itu merebut botol itu lagi. Queeny sudah berhenti tertawa. Dia meneguk minuman untuk kesekian kalinya. "Ekspresi lo tau nggak kayak apa?" tanyanya ke arah Furqon. Furqon hanya menggeleng kecil. Memaklumi Queeny yang sedang tidak sadar karena pengaruh alkohol. "Kayak kudanil!" sambung Queeny disambung gelak tawanya sendiri. Dia meneguk minuman di tengah tawanya. Menyandarkan punggung lemasnya dan mengacak rambut. "Sini minumannya, jadi gila kalau kelamaan minum. Tuh, udah ada tanda-tanda." Queeny melindungi botol di tangannya. "Tinggal sedikit, biar gue habisin dulu." Queeny menjungkirkan ujung botol ke lubang mulutnya dan meneguk lagi. Cairannya sampai mengalir hingga dagu dan leher Queeny. Furqon secara mendadak menghentikan mobil. Queeny memekik kesal. Dia menelan seluruh cairan di mulutnya sambil meringis. Lalu bersender lemas dengan mata tertutup. "Udah dibilangin. Sekalinya mau minum, nggak mau berhenti!" gerutu Furqon sambil meraih botol kosong di tangan Queeny dan meletakkan di jok belakang. Furqon meraih tissue untuk membersihkan dagu Queeny. Menotolkan ke pipi dan dengan hati-hati ke bibirnya. Furqon menelan ludah gugup. Dia menurunkan tisu itu ke leher Queeny membuat gadis itu melenguh. Furqon mengalihkan pandangan. Menahan napas yang sudah memburu tanpa alasan. Saat dia meraih setir untuk melanjutkan perjalanan, Queeny menarik bahu Furqon. Memeluk cowok itu sambil memperlihatkan kedua matanya yang sudah berkunang-kunang. Bibir Queeny tercetak senyum aneh. "Gue dingin!" kata Queeny sambil menyembunyikan tangannya di balik kemeja Furqon. Cowok itu tidak bisa melakukan apa-apa selain diam di tempat sambil menetralkan degup jantung dan rasa merinding. Furqon memberanikan diri menatap gadis di pelukannya. Dia meraba punggung Queeny dan menglus rambutnya yang terurai. Gadis itu membuka matanya lagi. Keduanya saling menatap dalam diam. Tidak ada yang bisa bicara. Furqon sendiri bisa merasakan napasnya sudah terhenti. Kedua tangan Furqon semakin naik hingga sampai di tengkuk Queeny. Sesaat kemudian, mereka sudah menyatukan ciuman masing-masing dan tenggelam dalam situasi itu. *** Di sini mereka sekarang, di sebuah hotel terkenal tempat para pengunjung datang untuk bulan madu. Furqon menuntun Queeny masuk ke kamar tempatnya sudah memesan di lantai tiga. Queeny setengah tak sadar, karena itulah dia tidak mengatakan apa-apa hingga mereka sampai di dalam kamar. Kepala Queeny tidak berhenti berkunang-kunang. Gadis itu setenagh menahan dahinya. Sedangkan pinggangnya dijaga oleh Furqon agar tidak terjatuh. Begitu keluar dari lift di lantai tiga, Queeny merasakan kehangatan di pinggang dan punggungnya. Kehangatan yang tak normal. Dia menoleh ke samping. Sensasi terbang di angkasa yang ia alami setelah minum beer terlalu banyak tiba-tiba menghilang dan dia bisa melihat Furqon dengan jelas. "Kita ngapain ke sini?" tanya Queeny di tengah perjalanan. "Jalan-jalan," sahut Furqon menampilkan senyum misterius. "Jalan-jalan nggak di dalam hotel." Furqon mengerling. "Kata siapa jalan-jalan nggak bisa di hotel?" Queeny baru sadar dengan ekspresi Furqon yang terlihat mencurigakan. Dia melihat tangan Furqon di pinggangnya semakin lama semakin menggeser ke atas. Queeny langsung memberontak dan mengibaskan lengan Furqon dari tubuhnya. "Lo mau apain gue?" Furqon panik melihat kesadara Queeny. Terlebih, mereka berada di koridor memanjang tempat pintu-pintu masuk kamar berjejeran. Meskipun lorong itu kosong, suara kemarahan Queeny yang keras pasti mencuri perhatian orang-orang di dalam. "Queen ...." Furqon berusaha menenangkan Queeny dengan meraih tangannya, tapi Queeny buru-buru menghindar dengan ekspresi marah. "Gue nggak nyangka, lo manfaatin keadaan gue!" kata Queeny sambil menggeleng lemas. Tubuhnya sempoyongan, perutnya melilit tak karuan, napasnya bau alkohol, tapi dia masih berusaha untuk melawan Furqon yang nyaris mencuri kehormatannya. "Lo dengerin dulu sini ...." "Enggak!" sahut Queeny bersamaan dengan seseorang yang muncul dari salah satu pintu. Laki-laki tak asing yang mengenakan kemeja formal lengkap dengan dasi. Tidak perlu dalam keadaan sehat dan normal untuk menyadari wajah tegas dan berwibawa itu, dia adalah Yusuf, si Dosen killer yang jadi idola banyak mahasiswa. Yusuf mengerling keheranan melihat posisi Furqon dan Queeny di tengah-tengah lorong. "Ada apa ini?" tanya Yusuf sebagai seseorang yang kenal dengan Queeny. Dia tidak mengajar anak teknik seperti Furqon, tapi dia pernah melihat Furqon di salah satu taman kampus. "Ayo, Queeny!" Furqon mengabaikan Yusuf dan menarik lengan Queeny dengan cengkraman kuat. "Gue bilang enggak!" sahut Queeny membuat Yusuf semakin curiga ada masalah. Apalagi saat hidungnya mencium bau menyengat alkohol dari arah Queeny. Furqon tidak melepaskan lengan Queeny, dia justru mengeratkannya hingga Queeny memekik kesakitan. Yusuf melepaskan pegangan itu dengan sekali hentakan. "Lo siapa ikut campur?" tanya Furqon dengan ekspresi emosi. "Saya dosen Queeny di kampus. Tolong jaga attitude kamu sebagai laki-laki!" kata Yusuf membuat Furqon merasa diceramahi. "Dia sudah bilang tidak. Tidak boleh ada pemaksaan." Furqon menelan rasa malunya dalam-dalam saat sorotan mata Yusuf menusuk retinanya. "Queeny pacar gue, gue berhak ngajak dia kemana aja." "Kamu juga harus menghargainya sebagai seorang perempuan," sahut Yusuf membuat Furqon kehabisan kata-kata. "Kalau kamu pacar dia, jaga dia baik-baik, bukan disakitin." Furqon mengepalkan tangan. Menipiskan bibir penuh emosi. Seandainya dia tidak tahu Yusuf adalah salah satu dosen di kampus, dia pasti sudah memukul ekspresi sok bijaksana itu. Furqon berjalan menjauh, sengaja menyenggol bahu kiri Yusuf. Queeny menahan napas emosinya. Dia menunduk dalam. Setengah karena lega, setengah lagi karena perutnya terasa tidak karuan. Terjadi diam canggung antara Yusuf dan Queeny sampai kira-kira sepuluh detik. Yusuf akhirnya memecahkan keheningan, "Saya bisa antar kamu kembali ke kostan." Queeny mengerling beberapa detik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN