Prolog

1748 Kata
©The Secret Of Aurora Pagi itu. Di sekolah Aurora terlihat gerbang sudah di buka lebar menyambut para murid baru. Bangunan dengan gedung berlantai lima itu pun terlihat memanjakan mata dengan fasilitas lengkap di dalam sana. Ada dua gedung terpisah di sana. Gedung satu adalah sekolah Aurora sedangkan gedung dua adalah UKSnya. Disana semuanya lengkap, bahkan ada beberapa dokter dan suster yang bekerja di sana. Beberapa mobil sedan mewah terlihat terparkir di depan gerbang sekolah. Para murid turun dari mobilnya dengan pintu yang dibuka oleh supir masing-masing. Para murid terlihat memakai pakaian kasual sembari mengalungi tanda pengenalnya. Para senior pun sudah berkumpul di depan aula dengan seragam kebesaran mereka. Mereka terlihat berdiri angkuh dengan menunggu kedatangan para junior yang perlahan memasuki area aula di dalam ruangan tertutup itu. Secara naluri murid baru duduk berjejer dengan teratur sesuai jurusan dan juga ekskul yang akan mereka ikuti. Jauh di belakang aula terlihat dua pemuda dengan santainya mengobrol sembari berdiri memandangi kerubunan para murid baru dan juga para senior. Pemuda yang memakai kaos putih dengan kemeja kotak-kotak hitam diluarnya terlihat berdehem pelan, "murid tahun ini kayaknya penuh dengan visual. Gue mau jomblo aja dah, siapa tahu dapat yang lebih mulus," ujarnya dengan menyengir lebar masih mengedarkan pandangannya ke arah aula. Pemuda berahang tajam di sebelahnya hanya terdiam, tidak ingin menanggapi. Sudah terbiasa dengan sikap alligator temannya itu. "Ada yang kerudungan juga nyet. Buset, gue baru tahu ada cewek kerudungan yang manis." Ujarnya dengan mata berbinar menatap gadis berkerudung tengah mengobrol kecil dengan cowok di depan sana. Syahid, pemuda di sebelahnya hanya menghela pelan dengan mata memicing kearah gadis itu membuat bibir tipisnya menghela pelan. "Ehm!" Keduanya menoleh kearah deheman seseorang membuat teman Syahid sejak SMP itu, langsung tersenyum manis dan mendekat pada gadis berambut gelombang itu. "Hai sayang. Kita satu sekolahan lagi yah," katanya sudah ingin memeluk sang pacar. Namun gadis mungil berkulit putih bersih itu malah mendorongnya menjauh membuat cowok itu mengernyit bingung. Syahid hanya memandangi dengan tak minat kearah keduanya. "Juna. Gue mau putus!" Tutur gadis itu dengan menggigit bibirnya pelan buat cowok di depannya itu mengerjap polos. "Gue gak bisa lanjutin hubungan kit---" "Okelah. Kita putus," potong cowok bernama lengkap Arjuna itu tanpa beban. "Huh? gue minta putus lho ini." kata ceweknya lagi dengan menahan kesal karena sikap santai pemuda tampan di hadapannya kini. "Yaudah kita putus. Lo minta putus, kan?" ujarnya masih santai dengan tersenyum manis. "Lo gak mau nahan gue atau bujuk gue buat gak putus sama lo?" geram si cewek sudah mencak-mencak di depannya. Juna hanya tertawa kecil lalu menoleh pada Syahid yang hanya menatap keduanya lurus. "Elah. Cewek bukan lo aja kali Dea." Balasnya sudah menarik Syahid menjauh, "See you, mantan." lanjutnya dengan melambai pamit pada gadis yang sudah melongo di tempatnya. Syahid berjalan dengan diam membuat Arjuna di sebelahnya menghentikan langkahnya. "Iya. Gue putus!" Ujarnya tanpa ditanya, pemuda jangkung dengan mata dingin di sampingnya tak menanggapi. Malah melangkah lebih dulu meninggalkan Juna yang kemudian terlihat mengekori pemuda yang hanya memakai kaos hitam dan jeans hitamnya. Juna berdecak kecil dengan menggerakan tangannya merangkul Syahid, "Ambil hikmahnya aja, bro. Setelah putus siapa tahu dapat cewek yang lebih cantik." katanya sudah cengengesan buat Syahid mengangguk saja. "Diharapkan kepada para murid baru untuk menempati tempat duduknya karena acara penyambutan akan segera di mulai!" komando senior cowok yang sedang berdiri di atas mimbar. Dari penampilannya yang rapi dan juga wajahnya yang tampan sepertinya cowok itu adalah ketua OSIS yang sebentar lagi akan menyerahkan jabatannya. Para murid baru pun duduk dengan tenangnya sembari mendongak kecil pada para senior di hadapan mereka. "Selamat siang semuanya! Selamat datang di sekolah Aurora, sekolah yang akan mengubah kehidupan kalian semua!" ujarnya dengan diakhiri senyuman manis membuat para juniornya secara naluri bertepuk tangan riuh menyambut pidatonya. "Perkenalkan, nama saya Wisnu Abrisam. Saya adalah presiden siswa, ketua di atas ketua. Perwakilan murid untuk mengambil keputusan atau biasa kalian sebut dengan Ketua OSIS." jelasnya dengan kembali tersenyum, "Sekolah Aurora mempunya visi misi untuk mengubah kalian semua menjadi murid unggulan dari para murid di sekolah ini ataupun di sekolah lainnya. Kalian akan di masukan ke dalam jurusan sesuai kemampuan otak kalian. Kalian juga akan ikut serta dalam ekskul yang sudah disiapkan oleh sekolah. Jadi terima kasih, sudah memilih Aurora sebagai sekolah kalian." Tambah pemuda bermata bulat indah itu lagi membuat para juniornya sontak bertepuk tangan heboh. Wisnu terlihat menggeser mundur tubuhnya membuat sosok bertubuh tegap atletis melangkah maju berdiri di depan microphone dengan sekilas tersenyum samar. "Hai! Gue Hans Geolgino. Wakil ketua OSIS, gue yang mengatur kegiatan ekskul dan klub sekolah. Thanks, and welcome to Aurora High School." Ujar pemuda bersuara rendah berat itu dengan santainya. Wisnu di belakangnya hanya mendengus kasar, sudah biasa dengan sikap santai pemuda sekaligus partner jabatannya itu. Hans, cowok jangkung itu menoleh pada deretan murid seangkatannya yang merupakan ketua dari ekskul dan klub yang ada di sekolah. Dengan dibantu Wisnu sang ketua OSIS, mereka pun memperkenalkan satu-persatu yang berdiri di sana. Para murid pun terlihat bubar setelah pidato perkenalan panjang lebar yang diketuai Wisnu itu. Semua murid baru pun sudah berjalan tertib menuju tempat p********n seragam dan administrasi lainnya. Seragam Aurora ada tiga macam, yakni seragam inti hari senin-selasa berwarna putih-hitam dengan almamater hitam pekat. Rabu-kamis berwarna putih abu-abu gelap dengan almamater abu-abu. Sedangkan hari jumat bebas setelah olahraga massal di lakukan. Syahid yang berdiri dengan Arjuna sedari tadi hendak beranjak pergi meninggalkan aula. Tepukan pelan pada bahunya membuat pemuda jangkung itu menolehkan kepala. Sesosok gadis berkerudung yang tingginya sebahunya sudah tersenyum kearahnya, sontak Syahid membalas dengan tersenyum samar. Arjuna yang merasa pemuda itu berhenti langsung menoleh dan mendelik kecil melihat Syahid tersenyum kearahnya. Bukan, tepatnya kearah gadis yang berdiri di tengah-tengah keduanya. "Buset, manis amat tuh senyum?" Cibirnya sembari memicingkan mata kearah gadis yang kini tersenyum ramah kearahnya, Syahid tak menanggapi sudah terbiasa dengan sikap random sahabatnya itu. "Lapar gak?" Arjuna lagi-lagi mendelik mendengar itu, "perhatian amat dah. Giliran sama gue gak pernah, dia siapa? Cewek lo?" Gerutu Juna seakan merasa tersaingi. Syahid yang diganggu obrolannya memejamkan mata erat merasa risih. Gadis yang berada di tengah-tengah keduanya hanya mengerjap polos tidak mengerti apa yang terjadi pada kedua cowok itu. "Tunggu Syahir dulu, yah. Baru sama-sama ke kantin," tutur Syahid lirih diikuti anggukan gadis di depannya itu, "Syahir siapa lagi? Jawab gue tanos?!" Kesal Juna sudah berdecak kasar. "Ha--hai? Gue Syakila, kembarannya Syahid." Sapa gadis itu kaku sembari menoleh pada Syahid meminta bantuan, Juna terdiam dengan mulut menganga kecil tidak percaya. "Bentar. Elo punya kembaran? Demi apa?!" Syahid menghela panjang. "Punya." Arjuna kembali mengulum bibir meredam kekesalannya. Selama tiga tahun persahabatannya dengan Syahid, pemuda itu masih belum tahu seluk-beluk tentang keluarga Syahid sebenarnya. Suara derap lari seseorang membuat ketiganya menoleh. Pemuda dengan wajah di upgrade dua kali dari Syahid berlari mendekat dengan bibir yang sudah tertarik pelan. "Tadi bayar seragam dulu. Makanya lama," katanya sembari menetralkan nafasnya, pemuda itu melirik kecil kearah Arjuna yang hanya melongo melihat ketiganya lalu menjulurkan tangan, "Syahir, kembarannya Syahid dan Syakila. Elo pasti Juna, kan?" Tebak pemuda itu lebih ramah dari Syahid. Arjuna sontak mengangguk dengan membalas uluran tangan Syahir yang masih mengembangkan senyum. Tiga saudara kembar itu sudah mengobrol kecil. Arjuna yang berada di tengah-tengah mereka hanya menjadi figuran. Pemuda itu mengkerutkan kening sembari memperhatikan ketiganya dengan seksama. Syahid punya garis wajah dingin dan kaku. Kedua matanya tajam dengan bulu mata yang lentik, pemuda itu punya kedua alis tebal dengan t**i lalat di alis kirinya. Syahid ini punya turunan sifat gelap dari ayahnya, jarang mengumbar senyum hanya pada orang-orang tertentu. Berbeda dengan Syahir, kalau Syahid punya wajah dingin, nah Syahir kebalikannya. Syahir ini persis ayahnya dulu, murah senyum, ramah dan selalu bisa bersosialisasi dengan baik. Berbeda lagi dengan Syakila, si bungsu yang menjadi kesayangan kedua kembarannya itu. Gadis dengan tinggi hanya sebahu kedua kakaknya itu nyatanya punya sifat keibuan, mudah tersentuh dan selalu tidak tegaan melihat orang lain kesusahan. PRANG!!! Terdengar suara kaca yang terlempar membuat semua murid terlonjak kaget. Pecahan kaca berjatuhan dari atas sana membuat  mereka semua kompak mendongak ke atas lantai dua dan yang berada di aula pun sontak berlari keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Mereka perlahan melebarkan mata kaget. Bahkan, beberapa siswi berteriak histeris melihat seorang siswa sudah bergelantungan di atas sana dengan tali yang terikat pada lehernya. Tubuhnya sudah kaku, dengan ada beberapa bercak darah pada kerah seragamnya. Para guru dan staff terlihat berlarian mencari bantuan dan mengevakuasi siswa yang masih bergelantungan di atas sana. Para murid pun sudah di bubarkan dan tidak dibiarkan melihat lagi kejadian tidak terduga itu. "Dia Reno." "Eh monyet!" Latah Arjuna sudah terlompat kecil karena kemunculan sosok berkacamata di antara keempat orang itu, Syahid hanya terdiam tak menanggapi. Syahir dan Syakila hanya mengerjap sembari mendengarkan. Cowok berkacamata itu terkekeh pelan sembari mendongak lagi keatas, dimana tempat salah satu siswa bergantungan di atas sana, "ngobrolnya di kantin aja yuk! Biar lancar," ujarnya sudah melangkah lebih dulu membuat Arjuna mengumpat samar walau kemudia berjalan bersisian dengan seniornya itu. Syahir dan Syakila saling pandang lalu mengekori membuat Syahid mau tidak mau melangkah di belakang mereka. Pemuda itu yang nampak tidak peduli, ia hanya ingin pergi saja dari sana. "Duduk, duduk! Mau pesan apa? Nanti bayar sendiri sendiri, yah?!" Ceplos pemuda berwajah imut itu namun suaranya berat khas laki-laki. Arjuna yang sempat berbinar, berharap di traktir langsung mendelik dengan mencibir pada pemuda yang sudah merunduk melihat menu. Syahir menggeser tubuhnya mendekat kearah Syakila, memberi tempat untuk Syahid duduk. "Kenalin, nama gue Dewa, Kelas XI IPA 3. Gue ikut ekskul musik," jelasnya membuat yang lain mendesah panjang. Arjuna yang paling tidak sabaran diantara mereka jadi mendengus kasar, "itu tadi siapa? Kenapa dia bunuh diri?" Ujar Juna membuat cowok berkacamata itu tertawa kecil, "dia itu Reno. Anak taekwondo, dia bunuh diri kayaknya gara gara stress kemarin gagal ikut turnamen." Tambahnya lagi dengan santainya membuat Syahid mengangkat alis. "Bunuh diri?" "Hm. Elo gak lihat tadi dia gantung diri di besi dekat jendela tadi?" Ujar Dewa menatap Syahid yang hanya menatapnya datar. "Gantung diri bukan berarti dia bunuh diri," Tutur Syahid ambigu lalu menghela nafas panjang sembari membuang muka. Yang lain hanya mengerjap tak mengerti. Dewa mengkerutkan kening dengan memicingkan mata kearah pemuda itu, "Okelah. Gak usah dipikirin masalah itu, yang terpenting adalah kalian harus tetap diam soal ini dari orang luar." Jelas pemuda itu lalu menyender pada kursinya, "lah. Kenapa emangnya?" Kata Juna merasa aneh sendiri. Kejadian tadi itu menakutkan dan harus dia ceritakan pada orang tuanya lebih-lebih sang mama. Dewa menggelengkan kepalanya heran. "Jadi kalian gak baca semua persyaratannya?" Ujarnya menjeda dengan tersenyum miring, "kalian udah terlanjur masuk ke Aurora. Jadi gak akan bisa keluar," kata cowok itu dengan serius membuat keempat orang itu terdiam. Dewa menegakan tubuh dengan menatap satu-persatu juniornya, "apapun kejadian yang kalian lihat disini? Harus kalian tutup rapat, jika sampai bocor ke orang luar. Siap siap jadi target berikutnya," tuturnya dengan mimik serius lalu kemudian terbahak dengan sendirinya membuat keempat orang itu mendelik kecil kearahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN