“Hana ... bagaimana kalau kita pacaran saja?” Baek Hyun bertanya dengan penuh percaya diri.
Meski baru kelas VII Sekolah Menengah Pertama, Baek Hyun ingin sekali memiliki pacar atau yang menurut istilahnya, “perempuan masa depannya.” Gadis yang dipanggil Hana itu menoleh, dan menatap tajam pria yang semenjak TK tinggal di panti asuhan yang sama dengannya itu.
“Kenapa? Apa kau tidak mau?” Tanya Baek Hyun penasaran.
“Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?”
“Bukannya tiba-tiba. Aku telah memikirkannya semalaman. Sebagian besar teman-teman kita sudah punya pacar. Kita berteman semenjak TK. Bukankah bagus bila kita pacaran saja?”
“Jadi kau ingin pacaran karena melihat orang lain pacaran?”
“Bukankah kita sama seperti itu? Berangkat sekolah berdua, pulang berdua, dan bermain pun seperti itu. Beberapa dari teman-teman kita ada yang berpikiran kita pacaran. Jadi, aku iya kan saja.”
“Apa?!” Hana terkejut.
“Memangnya kenapa? Sama saja kan?”
“Tentu saja berbeda! Bagiku pacar adalah orang yang akan kunikahi di masa depan.”
“Kalau begitu, anggap saja aku orang yang akan menikahimu di masa depan.”
“Bagaimana bisa? Apa kau yakin dari sekarang bisa bertahan dengan satu orang yang sama selamanya. Masa muda kita masih panjang, dan kita masih terlalu dini untuk pacaran. Kau lihat saja kakak kelas. Sudah berapa kali gonta-ganti pacar. Akh ... aku benci sekali melihatnya.”
“Aku akan tetap menganggapmu pacarku, karena aku sudah mengatakan hal itu pada mereka,” tegas Baek Hyun.
Hana menatap Baek Hyun kesal.
“Aku tidak mungkin menarik kata-kataku lagi,” jawab Baek Hyun dengan wajah polosnya.
“Terserah kau saja!” Hana melangkah lebih dahulu meninggalkan Baek Hyun dengan hati dongkol.
“Bagaimana denganmu?”
“Aku tidak tahu! Apa kau pikir memutuskan hal ini semudah itu,” jawab Hana.
“Aku tidak peduli kau setuju atau tidak. Bagiku kau sudah jadi pacarku.”
“Jangan lupa beritahu aku kalau kau memutuskan berhenti menganggapku sebagai pacar.”
“Tentu saja,” jawab Baek Hyun sembari tersenyum senang.
Pria itu melonjak kegirangan di belakang Hana. Bukan kesenangan karena ia mendapatkan gadis pujaannya, melainkan senang karena ia bisa membuktikan pengakuannya pada teman-temannya.
***
Hana merenung sembari menatap langit-langit kamarnya. Perkataan Baek Hyun tadi siang mengusik pikiran dan perasaannya. Tujuh tahun lebih ia dan Baek Hyun bersahabat. Keduanya seakan menempel satu sama lain, dan secara tiba-tiba, Baek Hyun ingin mengubah status hubungan mereka hanya karena ingin memiliki pacar seperti teman-teman lainnya. Hana yang belum pernah terpikirkan akan seperti apa pendamping hidupnya itu jadi merasa bimbang. Ia pernah berharap cinta pertamanya adalah cinta terakhirnya. Tapi, apakah itu mungkin? Dengan sahabatnya sendiri?
“Akh ... haruskah aku menjalaninya? Bagaimana kalau kami putus? Bagaimana kalau hubungan pertemanan kami selama ini rusak? Akh ... kenapa semuanya jadi seperti ini?”
***
Seperti biasa Baek Hyun dan Hana berangkat ke sekolah dan pulang bersama. Sikap Baek Hyun sedikit berbeda. Ia tampak lebih manis dari biasanya layaknya seorang pacar dalam drama atau film yang pernah ia tonton. “Lebay” begitulah pemikiran Hana pada sikap Baek Hyun. Hana yang tidak terbiasa jadi merasa risi. Wajahnya kerap merengut, dan Baek Hyun tak peduli.
Hana hanyalah gadis biasa yang pendiam, susah bergaul hingga membuatnya tak memiliki teman dekat selain Baek Hyun. Hal itulah yang membuatnya pasrah saja dengan sikap Baek Hyun padanya. Ia tak mau kehilangan sahabat yang selama ini mendampinginya. Meski demikian, nyatanya hubungan mereka masih bertahan hingga memasuki tahun ke 4.
***
Sepasang orang tua datang ke panti asuhan itu untuk menjemput Hana dan menjadikannya sebagai anak angkat mereka. Kedua orang tua itu pernah dikaruniai seorang anak perempuan, namun sudah puluhan tahun anak itu tak pernah lagi kembali bahkan memberikan kabar pada keduanya. Mereka khawatir bila tidak ada yang merawat mereka saat mereka benar-benar sangat tua dan tak mampu melakukan aktivitas apa pun lagi. Lalu, siapa pula yang akan merawat dan menjaga rumah mereka. Mereka berjanji, bila Hana mau tinggal bersama mereka, mereka akan memberikan yang mereka punya untuk Hana, karena putri mereka tak bisa diharapkan lagi. Baek Hyun tentu terkejut mengetahui kabar itu. Ia tak siap bahkan tidak terima bila Hana pergi meninggalkannya. Tapi panti asuhan sudah memutuskan hal itu, dan Hana sendiri setuju.
“Izinkan aku berbicara dengan Hana sebentar,” pinta Baek Hyun di depan pengasuh dan kedua orang tua Hana yang baru. Tanpa menunggu jawaban, Baek Hyun langsung menarik Hana dan membawanya keluar.
“Kau yakin dengan keputusanmu?”
“Aku tidak punya pilihan. Jika aku terus bertahan di sini, bagaimana masa depanku? Ini adalah kesempatanku.”
“Bagaimana denganku?”
Hana tak mampu mengatakan apa pun. Wajahnya tampak sedih. Sebenarnya ia juga tidak ingin meninggalkan Baek Hyun. Tapi setengah dari keputusan itu adalah keputusan pihak panti, dan setengahnya lagi adalah keputusannya yang sebagian besar dipengaruhi oleh nasehat pengasuhnya.
“Aku minta maaf.” Hanya itu yang dapat Hana ucapkan.
Baek Hyun meninggalkan Hana dengan langkah lesu.
“Baek ...” panggil Hana.
Pria itu berhenti tanpa menoleh, hingga Hana mengalah untuk menghampirinya.
“Aku membeli ini kemarin. Simpanlah cincin ini. Di masa depan, jika kau benar-benar datang untukku, aku sendiri yang akan memasangkan cincin ini di jarimu. Jadi, simpanlah dulu sebagai jaminan bahwa aku adalah perempuan masa depanmu seperti yang kau katakan. Itu pun kalau kau mau menunggu dan mencariku. Aku pasti menunggumu, karena itu janjiku pada diriku sendiri. Tapi, aku juga tidak akan kecewa bila kau memutuskan untuk melupakanku. Jika itu yang terjadi, kembalikan saja cincin ini padaku atau berikan pada perempuan yang ingin kau nikahi. Jaga dirimu baik-baik.”
Baek Hyun tak mampu berkata sepatah-kata pun. Pria itu hanya bisa menatap punggung Hana hingga gadis itu benar-benar menghilang dari pandangannya.
***
Apakah cinta segila itu? Sehari setelah kepergian Hana, diam-diam Baek Hyun pergi dari panti asuhan. Ia menyusul Hana ke kota di mana kekasihya itu tinggal. Setibanya di sana, Baek Hyun menyadari. Kota itu amatlah besar. Ia merasa seperti semut di padang belantara. Bagaimana ia bisa menemukan Hana?
Menjadi gelandangan adalah pilihan terakhir yang ia jalani daripada kembali ke panti. Tinggal di kolong jembatan, di emperan toko dan tempat lainnya. Tak lama menyesuaikan diri, ia berkenalan dengan gelandangan lainnya. Suho, sahabat barunya itu juga seorang anak yatim piatu yang memilih pergi dari rumah. Ayahnya sudah lama meninggal, dan Ibu tirinya juga tidak memperlakukannya dengan baik. Karena itulah dia memilih pergi dan hidup bebas sebagai gelandangan kota. Dengan sebuah gitar yang ia beli dari hasil tabungannya selama hidup mandiri di kota, Suho mengamen dari satu tempat ke tempat lainnya. Kebetulan Baek Hyun juga suka bernyanyi. Keduanya sepakat membentuk grup berdua, dan bernyanyi bersama. Begitulah keduanya hidup, tapi kedua orang itu tampak bahagia.
***
Hana baru saja keluar dari sebuah minimarket. Setahun berlalu, gadis itu telah jauh berubah dari sebelumnya. Ia tampak lebih bersih dan terawat. Penampilannya juga jauh lebih baik dari sebelumnya. Orang tua angkat Hana benar-benar menyayanginya seperti anak sendiri. Meski demikian, hal itu tak banyak mengubah kepribadian Hana. Ia tetaplah Hana yang kini sifat dan pola pikirnya semakin dewasa.
Gadis itu berjalan menyusuri trotoar sambil menenteng belanjaan di tangannya. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara yang begitu tak asing di telinganya. Hana menatap ke arah suara. Sepasang anak muda tengah asyik bernyanyi menghibur orang-orang yang bersantai di sebuah tempat nongkrong. Hana melangkah mendekat sambil terus menatap pada kedua anak muda tadi untuk meyakinkan dirinya. Sampai tanpa ia sadari, ia sudah berdiri di barisan orang-orang yang tengah dihibur tadi.
Nyanyian tadi pun usai. Keduanya mendapat sambutan yang meriah dari orang-orang di sana. Salah satu dari mereka melepas topinya dan berjalan menghampiri orang-orang untuk mendapatkan harga dari penampilan mereka tadi. Hana masih mematung di tempatnya dan terus menatap pria tadi yang kian mendekat padanya.
“Terima kasih ... terima kasih,” ucapnya pada orang-orang yang dengan sukarela menaruh uang di topi itu. Hingga akhirnya topi itu bergeser persis di depan Hana. Mata keduanya bertemu. Dalam rongga dadanya terasa desiran yang makin lama kian terasa hingga ke sekujur tubuhnya.
“Ada apa?” Tanya Suho yang berdiri di samping Baek Hyun. Ia bingung melihat kedua manusia beda gender itu saling menatap cukup lama.
Baek Hyun tersentak, sementara mata Hana mulai berkaca-kaca. Baek Hyun mengulurkan tangannya hendak menggenggam tangan gadis di depannya itu. Tapi ia ragu ketika melihat tangannya sendiri yang gelap dan dekil nampak kontras dengan tangan Hana yang terlihat putih bersih. Hal itu sudah cukup mampu memperjelas keadaanya yang kini jauh berbeda dengan Hana. Suho semakin kebingungan, apalagi air mata gadis di depannya makin deras mengalir.
“Kau mengenalnya? Jika tidak, ayo kita pergi. Orang-orang akan bingung melihat kita seperti ini.” Suho menarik tangan Baek Hyun dan beranjak dari sana. Namun tangan Hana tiba-tiba mencengkeram pakaian yang Baek Hyun kenakan. Langkah Baek Hyun terhenti, hingga Suho yang menyeretnya juga ikut-ikutan terhenti.
“Ada apa lagi?” Tanyanya seraya menoleh. Lagi-lagi ia kebingungan saat melihat keadaan yang sesungguhnya.
Baek Hyun memberanikan diri memegang tangan Hana. Pemandangan yang begitu kontras itu terlihat lagi. Tangan Baek Hyun yang gelap dan terlihat kotor menggenggam tangan Hana yang putih juga bersih. Baek Hyun tersenyum lega saat Hana tak menolak sama sekali saat dirinya menggenggam tangan perempuan itu. Lain lagi dengan wajah Hana yang merah padam menahan sedu sedan tangisnya. Air matanya tumpah ruah namun bibirnya terkatup rapat. Hana bagai bom yang akan segera meledak. Menyadari hal itu, senyuman Baek Hyun pun pudar. Bergegas ia menarik Hana pergi dari sana, membawanya ke tempat yang agak sepi.